Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Bojonegoro, Jawa Timur, mewaspadai ancaman kebakaran permukiman dibandingkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan alasan kebakaran permukiman lebih rawan terjadi dibandingkan kebakaran karhutla.
"Masuk musim hujan kerawanan kebakaran lebih besar permukiman dibandingkan karhutla," kata Kepala Bidan Pemadaman Dinas Damkar Bojonegoro Sukirno, di Bojonegoro, Rabu.
Berbeda, lanjut dia, kalau musim kemarau karhutla lebih banyak terjadi, dibandingkan kebakaran permukiman, karena cuaca yang panas.
"Kebakaran permukiman yang terjadi selama ini lebih banyak disebabkan faktor hubungan arus pendek listrik PLN, selain kompor gas," ujarnya.
Menurut dia, banyak kabel listrik PLN pemukiman warga di pedesaan yang tidak standar. Oleh karena itu, kabel listrik yang tidak standar itu memicu terjadinya hubungan arus pendek listrik, yang berujung terjadinya kebakaran pemukiman.
Ia juga memberikan gambaran kebakaran yang disebabkan kompor gas di Kecamatan Dander, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia.
Dalam kejadian kebakaran pemukiman di desa setempat pemilik rumah yang sedang mengganti gas elpiji tidak bisa dengan tepat sehingga gas di elpiji bocor. Pemilik rumah kemudian memasukkan tabung elpiji ke dalam kamar mandi, tapi gas masih tetap keluar.
"Bersamaan dengan itu di rumah itu pemilik rumah juga memasak dengan api kayu bakar. Ketika pintu kamar mandi dibuka kemudian api menyambar gas dan meledak. Akibatnya pemilik rumah terbakar hingga meninggal dunia," kata dia menjelaskan.
Berdasarkan data di BPBD menyebutkan pada 2018 telah terjadi 162 kejadian kebakaran mulai pemukiman, toko, pasar, juga bangunan lain termasuk karhutla dengan kerugian mencapai Rp6,5 miliar per 19 Desember.
"Dalam kejadian kebakaran itu ada 18 kebakaran kebakaran di luar daerah, seperti Tuban, Lamongan dan Blora, Jawa Tengah," ucap dia.
Kerugian kebakaran tahun ini, lebih besar dibandingkan pada 2017 terjadi 101 kali kejadian kebakaran dengan rincian, sebanyak 49 kejadian kebakaran pemukiman, 28 karthutla, 19 kebakaran tempat usaha, juga kebakaran lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Masuk musim hujan kerawanan kebakaran lebih besar permukiman dibandingkan karhutla," kata Kepala Bidan Pemadaman Dinas Damkar Bojonegoro Sukirno, di Bojonegoro, Rabu.
Berbeda, lanjut dia, kalau musim kemarau karhutla lebih banyak terjadi, dibandingkan kebakaran permukiman, karena cuaca yang panas.
"Kebakaran permukiman yang terjadi selama ini lebih banyak disebabkan faktor hubungan arus pendek listrik PLN, selain kompor gas," ujarnya.
Menurut dia, banyak kabel listrik PLN pemukiman warga di pedesaan yang tidak standar. Oleh karena itu, kabel listrik yang tidak standar itu memicu terjadinya hubungan arus pendek listrik, yang berujung terjadinya kebakaran pemukiman.
Ia juga memberikan gambaran kebakaran yang disebabkan kompor gas di Kecamatan Dander, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia.
Dalam kejadian kebakaran pemukiman di desa setempat pemilik rumah yang sedang mengganti gas elpiji tidak bisa dengan tepat sehingga gas di elpiji bocor. Pemilik rumah kemudian memasukkan tabung elpiji ke dalam kamar mandi, tapi gas masih tetap keluar.
"Bersamaan dengan itu di rumah itu pemilik rumah juga memasak dengan api kayu bakar. Ketika pintu kamar mandi dibuka kemudian api menyambar gas dan meledak. Akibatnya pemilik rumah terbakar hingga meninggal dunia," kata dia menjelaskan.
Berdasarkan data di BPBD menyebutkan pada 2018 telah terjadi 162 kejadian kebakaran mulai pemukiman, toko, pasar, juga bangunan lain termasuk karhutla dengan kerugian mencapai Rp6,5 miliar per 19 Desember.
"Dalam kejadian kebakaran itu ada 18 kebakaran kebakaran di luar daerah, seperti Tuban, Lamongan dan Blora, Jawa Tengah," ucap dia.
Kerugian kebakaran tahun ini, lebih besar dibandingkan pada 2017 terjadi 101 kali kejadian kebakaran dengan rincian, sebanyak 49 kejadian kebakaran pemukiman, 28 karthutla, 19 kebakaran tempat usaha, juga kebakaran lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018