Surabaya (Antaranews Jatim) - Di zaman era digital seperti saat ini, maka segala sesuatu harus mengikuti perkembangannya agar tak tertinggal dan dijauhi.
Tak hanya teknologi, industri dan perdagangan juga harus bersiap menghadapinya, bukan malah menghindarinya yang berimbas pada kerugian karena tak mampu menguasainya.
Provinsi Jawa Timur mencoba melakukannya melalui berbagai upaya agar industri di sana tak redup, bahkan semakin dicari akibat persaingan yang tak terkendali.
Bagi industri yang masih menggunakan cara lama maka akan lebih besar peluangnya untuk ditinggal, sebab tidak sedikit industri-industri asing yang maju dan masuk ke pasar dalam negeri.
Melihat ancaman tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur tak mau melihat industri lokal di wilayahnya mengecil, apalagi sampai "gulung tikar" karena tidak mampu menyaingi industri asing.
Karena itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo berkomitmen menjaga industri di lokal mampu bersaing di tingkat global lewat industri digital, terlebih karena kompetitor bukan hanya skala nasional, namun negara lain seperti India, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Melalui industri digital yang di dalamnya ada proses produksi dan pemasaran, masyarakat tidak saja merambat tetapi bisa melompat dalam mempercepat tercapainya kesejahteraan.
Industri dan digital ekonomi difokuskan pada segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar mampu tumbuh inklusif dan berkelanjutan.
UMKM, kata dia, menjadi salah satu fokus penting pada era kepemimpinannya bersama Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) selama dua periode atau memasuki tahun kesepuluh.
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, UMKM memiliki tiga faktor yang membuatnya bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang krisis, pertama adalah UMKM menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat.
"Sehingga ketika pendapatan masyarakat merosot saat krisis ekonomi terjadi tidak berpengaruh banyak terhadap permintaan barang dan jasa yang dihasilkan UMKM," ujarnya.
Faktor kedua adalah pelaku usaha UMKM memanfaatkan sumber daya lokal sehingga sebagian besar kebutuhan UMKM tidak mengandalkan barang impor, lalu faktor terakhir yaitu bisnis UMKM tidak ditopang dana pinjaman bank, melainkan dana sendiri.
Dengan kondisi seperti itu maka saat suku bunga bank melambung tinggi UMKM yang kini tercatat 12,1 juta unit tidak akan terpengaruh, bahkan telah menjadi "backbone" (tulang punggung) dan "buffer zone" (zona penyangga) yang mampu menyelamatkan negara dari krisis.
Berdasarkan sensus ekonomi oleh Badan Pusat Statitik (BPS), pada 2006 jumlah UMKM Jatim hanya sebanyak 4,2 juta dan pada 2012 meningkat jadi 6,8 juta, lalu terus meningkat dan tumbuh pada 2016 menjadi 12,1 juta UMKM atau meningkat pesat 78 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 18.948.210 orang.
Dilihat dari kategori skala usaha, usaha mikro lebih mendominasi yakni sebesar 95,72 persen, diikuti usaha kecil mencapai 3,84 persen dan usaha menengah 0,45 persen.
Dilihat berdasarkan sektor, mayoritas UMKM di Jatim bergerak di sektor pertanian, yaitu 7.503.399 unit (62 persen), kemudian terhadap perekonomian di Jatim, pada 2016 UMKM memberi kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim sebesar 57,52 persen.
Sementara itu, akibat teknologi yang berkembang cepat maka sektor "e-commerce" atau perdagangan elektronik dan ekonomi digital juga harus dikembangkan, caranya anttara lain pemerintah telah meluncurkan program "Making Indonesia 4.0" sebagai tanggapan atas fenomena global tentang revolusi industri 4.0.
Revolusi industri 4.0, lanjut dia, mendesak adanya perubahan tata kelola industrialisasi maka penggunaan teknologi informasi yang lebih mutakhir dalam proses produksi, distribusi, maupun dukungan permodalan sistem perbankan menjadi arah dalam konsepsi JATIMNOMICs ke depan.
"Artinya, ke depan ekosistem industrialisasi menuntut adanya tata kelola industri dengan fleksibiltas yang tinggi dan efisien dalam waktu dan biaya," kata orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut.
Memahami tuntutan tersebut, Pemprov Jatim telah mengembangkan dan mengimplementasikan tujuh bentuk layanan "e-government" yang mampu menjadi modal dasar bagi pemerintah provinsi untuk industrialisasi digital.
Bahkan, dalam dua tahun terakhir, Jatim telah mendapatkan anugrah penghargaan "The Best Smart Governance" dalam kategori "Smart Province" dari "City Asia Center for Smart Nation".
Dengan memanfaatkan teknologi digital, suatu usaha baik skala besar atau kecil akan memperoleh banyak manfaat, di antaranya efisiensi proses bisnis, peningkatan kinerja dan layanan maupun perluasan akses pemasaran. Sebagai contoh keberhasilan digitalisasi melalui platform "e-commerce" adalah Bukalapak dan Tokopedia yang menjadi "marketplace" bagi UMKM dan memiliki kurang lebih 2,7 juta pelaku UMKM.
Selain itu, beberapa model bisnis digital juga menyediakan akses permodalan bagi sektor UKM sebagai upaya digitalisasi yang akan membawa peningkatan daya saing bagi UMKM.
Peluncuran EJSP
Menyongsong era revolusi industri 4.0 sekaligus bentuk dukungan pengembangan ekonomi digital, Pemprov jatim meluncurkan program agar dapat mewujudkan sistem data digital yang terintegrasi, yaitu sistem "East Java Smart Province" (EJSP).
Sistem data digital terintegrasi hadir dalam bentuk ruang komando yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika Jatim dengan kontributor data dari seluruh perangkat daerah di Jatim sehingga dapat saling berkomunikasi dan terhubung antarsatu aplikasi dengan aplikasi lainnya.
Sistem EJSP ini bertujuan mewujudkan sebuah sistem data digital yang terintegrasi, yakni sebagai ikhtiar menjadikan provinsi yang cerdas dengan konsep sebagai solusi menciptakan pemerintahan efektif, efisien dan akuntabel.
Peluncuran EJSP resmi dilakukan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono yang disebutnya hadir untuk pemanfaatan ekonomi digital agar semakin optimal, khususnya pada sektor industri, terutama pada sisi produksi, pembiayaan dan pasar.
Ia mencontohkan, salah satu fokus dari pemanfaatan ekonomi digital adalah di industri manufaktur yang memiliki kinerja baik, yakni pada triwulan I Tahun 2018, industri manufaktur mikro dan kecil di Jatim tumbuh 14,42 persen atau berada di atas rata-rata nasional yang tumbuh 5,25 persen, sedangkan manufaktur sedang dan besar tumbuh 7,45 persen di atas rata-rata nasional 5,01 persen.
Tingkat pertumbuhan industri manufaktur ini terbukti mampu mengangkat PDRB Jatim menjadi Rp219 triliun pada tahun lalu, yaitu 92,48 persennya berasal dari masyarakat dengan industri UMKM selaku penopang utama.
"Dengan memanfaatkan ekonomi digital, potensi besar UMKM yang dimiliki Jatim ini dapat dikembangkan sebagai produsen, bukan hanya sekadar pembeli," katanya.
Secara umum, sistem "smart province" yang dibangun memiliki enam dimensi yaitu "Smart Governance", "Smart Economy", "Smart Mobility", "Smart Environment", "Smart People" dan "Smart Living".
Rinciannya, "smart governance" berorientasi pada tata kelola pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu dan saling terhubung antarsatu aplikasi dengan aplikasi lainnya, semisal aplikasi pelayanan publik seperti perizinan dan administrasi rumah sakit harus terhubung dengan aplikasi kependudukan sebagai basis data.
"Smart economy" yang berfokus pada pembangunan aplikasi "e-commerce" dan "marketplace" yang terkoneksi dengan data ketersediaan bahan baku secara digital untuk menyambut era revolusi industri 4.0.
"Smart economy" membangun aplikasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan di bidang ekonomi seperti aplikasi untuk memprediksi inflasi dan monitoring ketersediaan dan harga bahan pokok.
"Smart Environment" telah dibangun Sistem Informasi Geografis yang menyediakan informasi spasial di lingkungan Pemprov Jatim seperti informasi spasial sungai, daerah irigasi, infrastruktur pengairan serta informasi spasial curah hujan.
Momentum HPN
Pemprov mengajak kepada seluruh insan pers di Jatim untuk senantiasa bersinergi dengan pelaku usaha di sektor UMKM serta industri kecil menengah (IKM) dalam upaya promosi dan pemasaran yang diharapkan mampu dikembangkan melalui kemajuan teknologi digitalisasi.
Pers sebagai media penyebar informasi memiliki peran penting dalam usaha ikut memberdayakan ekonomi kerakyatan, sebab semakin banyak media dalam digital maka semakin banyak pula produk yang dapat dipasarkan.
Karena itulah, momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang akan diselenggarakan di Jatim mengangkat tema "Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital".
Sinergitas dengan pers diharapkan menjadi perubahan yang tak hanya dalam hal pemasaran, tapi juga dalam permasalahan pendampingan karena di dalamnya terjadi hubungan langsung antara pembeli dan produsen, yang berakibat harga barang lebih murah.
Ibaratnya, pers di Indonesia seperti aliran air jernih yang membersihkan kotoran, artinya sebagai pers yang sehat harus mampu menangkal informasi yang tidak benar atau hoaks, terlebih sebagai pilar keempat dalam demokrasi, serta mampu membuat data dan analisa menjadi informasi sebagai sumber pendidikan.
Peran pers di Jatim juga memiliki sejarah yang sangat kuat dan positif dan dinilai mampu mengolah data menjadi informasi dan bukan sebuah isu yang diolah menjadi berita.
Menurut pakar komunikasi politik asal Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, kualitas berita yang dihasilkan insan pers sangat mempengaruhi di era digital sehingga gagasan dan informasinya sangat dibutuhkan.
Media di Tanah Air juga disebutnya perlu menguatkan pemahaman terhadap permasalahan sosiologis di setiap daerah, termasuk menghadirkan berita-berita yang lebih luas menjangkau negara tetangga.
"Untuk semakin memperkuat kualitas maka sumber daya manusianya juga harus berkualitas. Karena itu saya bangga dan mengapresiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim dalam mendorong anggotanya untuk meningkatkan jenjang pendidikan hingga S2 dan S3," kata Sukowi, sapaan akrabnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Tak hanya teknologi, industri dan perdagangan juga harus bersiap menghadapinya, bukan malah menghindarinya yang berimbas pada kerugian karena tak mampu menguasainya.
Provinsi Jawa Timur mencoba melakukannya melalui berbagai upaya agar industri di sana tak redup, bahkan semakin dicari akibat persaingan yang tak terkendali.
Bagi industri yang masih menggunakan cara lama maka akan lebih besar peluangnya untuk ditinggal, sebab tidak sedikit industri-industri asing yang maju dan masuk ke pasar dalam negeri.
Melihat ancaman tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur tak mau melihat industri lokal di wilayahnya mengecil, apalagi sampai "gulung tikar" karena tidak mampu menyaingi industri asing.
Karena itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo berkomitmen menjaga industri di lokal mampu bersaing di tingkat global lewat industri digital, terlebih karena kompetitor bukan hanya skala nasional, namun negara lain seperti India, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Melalui industri digital yang di dalamnya ada proses produksi dan pemasaran, masyarakat tidak saja merambat tetapi bisa melompat dalam mempercepat tercapainya kesejahteraan.
Industri dan digital ekonomi difokuskan pada segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar mampu tumbuh inklusif dan berkelanjutan.
UMKM, kata dia, menjadi salah satu fokus penting pada era kepemimpinannya bersama Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) selama dua periode atau memasuki tahun kesepuluh.
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, UMKM memiliki tiga faktor yang membuatnya bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang krisis, pertama adalah UMKM menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat.
"Sehingga ketika pendapatan masyarakat merosot saat krisis ekonomi terjadi tidak berpengaruh banyak terhadap permintaan barang dan jasa yang dihasilkan UMKM," ujarnya.
Faktor kedua adalah pelaku usaha UMKM memanfaatkan sumber daya lokal sehingga sebagian besar kebutuhan UMKM tidak mengandalkan barang impor, lalu faktor terakhir yaitu bisnis UMKM tidak ditopang dana pinjaman bank, melainkan dana sendiri.
Dengan kondisi seperti itu maka saat suku bunga bank melambung tinggi UMKM yang kini tercatat 12,1 juta unit tidak akan terpengaruh, bahkan telah menjadi "backbone" (tulang punggung) dan "buffer zone" (zona penyangga) yang mampu menyelamatkan negara dari krisis.
Berdasarkan sensus ekonomi oleh Badan Pusat Statitik (BPS), pada 2006 jumlah UMKM Jatim hanya sebanyak 4,2 juta dan pada 2012 meningkat jadi 6,8 juta, lalu terus meningkat dan tumbuh pada 2016 menjadi 12,1 juta UMKM atau meningkat pesat 78 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 18.948.210 orang.
Dilihat dari kategori skala usaha, usaha mikro lebih mendominasi yakni sebesar 95,72 persen, diikuti usaha kecil mencapai 3,84 persen dan usaha menengah 0,45 persen.
Dilihat berdasarkan sektor, mayoritas UMKM di Jatim bergerak di sektor pertanian, yaitu 7.503.399 unit (62 persen), kemudian terhadap perekonomian di Jatim, pada 2016 UMKM memberi kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim sebesar 57,52 persen.
Sementara itu, akibat teknologi yang berkembang cepat maka sektor "e-commerce" atau perdagangan elektronik dan ekonomi digital juga harus dikembangkan, caranya anttara lain pemerintah telah meluncurkan program "Making Indonesia 4.0" sebagai tanggapan atas fenomena global tentang revolusi industri 4.0.
Revolusi industri 4.0, lanjut dia, mendesak adanya perubahan tata kelola industrialisasi maka penggunaan teknologi informasi yang lebih mutakhir dalam proses produksi, distribusi, maupun dukungan permodalan sistem perbankan menjadi arah dalam konsepsi JATIMNOMICs ke depan.
"Artinya, ke depan ekosistem industrialisasi menuntut adanya tata kelola industri dengan fleksibiltas yang tinggi dan efisien dalam waktu dan biaya," kata orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut.
Memahami tuntutan tersebut, Pemprov Jatim telah mengembangkan dan mengimplementasikan tujuh bentuk layanan "e-government" yang mampu menjadi modal dasar bagi pemerintah provinsi untuk industrialisasi digital.
Bahkan, dalam dua tahun terakhir, Jatim telah mendapatkan anugrah penghargaan "The Best Smart Governance" dalam kategori "Smart Province" dari "City Asia Center for Smart Nation".
Dengan memanfaatkan teknologi digital, suatu usaha baik skala besar atau kecil akan memperoleh banyak manfaat, di antaranya efisiensi proses bisnis, peningkatan kinerja dan layanan maupun perluasan akses pemasaran. Sebagai contoh keberhasilan digitalisasi melalui platform "e-commerce" adalah Bukalapak dan Tokopedia yang menjadi "marketplace" bagi UMKM dan memiliki kurang lebih 2,7 juta pelaku UMKM.
Selain itu, beberapa model bisnis digital juga menyediakan akses permodalan bagi sektor UKM sebagai upaya digitalisasi yang akan membawa peningkatan daya saing bagi UMKM.
Peluncuran EJSP
Menyongsong era revolusi industri 4.0 sekaligus bentuk dukungan pengembangan ekonomi digital, Pemprov jatim meluncurkan program agar dapat mewujudkan sistem data digital yang terintegrasi, yaitu sistem "East Java Smart Province" (EJSP).
Sistem data digital terintegrasi hadir dalam bentuk ruang komando yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika Jatim dengan kontributor data dari seluruh perangkat daerah di Jatim sehingga dapat saling berkomunikasi dan terhubung antarsatu aplikasi dengan aplikasi lainnya.
Sistem EJSP ini bertujuan mewujudkan sebuah sistem data digital yang terintegrasi, yakni sebagai ikhtiar menjadikan provinsi yang cerdas dengan konsep sebagai solusi menciptakan pemerintahan efektif, efisien dan akuntabel.
Peluncuran EJSP resmi dilakukan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono yang disebutnya hadir untuk pemanfaatan ekonomi digital agar semakin optimal, khususnya pada sektor industri, terutama pada sisi produksi, pembiayaan dan pasar.
Ia mencontohkan, salah satu fokus dari pemanfaatan ekonomi digital adalah di industri manufaktur yang memiliki kinerja baik, yakni pada triwulan I Tahun 2018, industri manufaktur mikro dan kecil di Jatim tumbuh 14,42 persen atau berada di atas rata-rata nasional yang tumbuh 5,25 persen, sedangkan manufaktur sedang dan besar tumbuh 7,45 persen di atas rata-rata nasional 5,01 persen.
Tingkat pertumbuhan industri manufaktur ini terbukti mampu mengangkat PDRB Jatim menjadi Rp219 triliun pada tahun lalu, yaitu 92,48 persennya berasal dari masyarakat dengan industri UMKM selaku penopang utama.
"Dengan memanfaatkan ekonomi digital, potensi besar UMKM yang dimiliki Jatim ini dapat dikembangkan sebagai produsen, bukan hanya sekadar pembeli," katanya.
Secara umum, sistem "smart province" yang dibangun memiliki enam dimensi yaitu "Smart Governance", "Smart Economy", "Smart Mobility", "Smart Environment", "Smart People" dan "Smart Living".
Rinciannya, "smart governance" berorientasi pada tata kelola pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu dan saling terhubung antarsatu aplikasi dengan aplikasi lainnya, semisal aplikasi pelayanan publik seperti perizinan dan administrasi rumah sakit harus terhubung dengan aplikasi kependudukan sebagai basis data.
"Smart economy" yang berfokus pada pembangunan aplikasi "e-commerce" dan "marketplace" yang terkoneksi dengan data ketersediaan bahan baku secara digital untuk menyambut era revolusi industri 4.0.
"Smart economy" membangun aplikasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan di bidang ekonomi seperti aplikasi untuk memprediksi inflasi dan monitoring ketersediaan dan harga bahan pokok.
"Smart Environment" telah dibangun Sistem Informasi Geografis yang menyediakan informasi spasial di lingkungan Pemprov Jatim seperti informasi spasial sungai, daerah irigasi, infrastruktur pengairan serta informasi spasial curah hujan.
Momentum HPN
Pemprov mengajak kepada seluruh insan pers di Jatim untuk senantiasa bersinergi dengan pelaku usaha di sektor UMKM serta industri kecil menengah (IKM) dalam upaya promosi dan pemasaran yang diharapkan mampu dikembangkan melalui kemajuan teknologi digitalisasi.
Pers sebagai media penyebar informasi memiliki peran penting dalam usaha ikut memberdayakan ekonomi kerakyatan, sebab semakin banyak media dalam digital maka semakin banyak pula produk yang dapat dipasarkan.
Karena itulah, momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2019 yang akan diselenggarakan di Jatim mengangkat tema "Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital".
Sinergitas dengan pers diharapkan menjadi perubahan yang tak hanya dalam hal pemasaran, tapi juga dalam permasalahan pendampingan karena di dalamnya terjadi hubungan langsung antara pembeli dan produsen, yang berakibat harga barang lebih murah.
Ibaratnya, pers di Indonesia seperti aliran air jernih yang membersihkan kotoran, artinya sebagai pers yang sehat harus mampu menangkal informasi yang tidak benar atau hoaks, terlebih sebagai pilar keempat dalam demokrasi, serta mampu membuat data dan analisa menjadi informasi sebagai sumber pendidikan.
Peran pers di Jatim juga memiliki sejarah yang sangat kuat dan positif dan dinilai mampu mengolah data menjadi informasi dan bukan sebuah isu yang diolah menjadi berita.
Menurut pakar komunikasi politik asal Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, kualitas berita yang dihasilkan insan pers sangat mempengaruhi di era digital sehingga gagasan dan informasinya sangat dibutuhkan.
Media di Tanah Air juga disebutnya perlu menguatkan pemahaman terhadap permasalahan sosiologis di setiap daerah, termasuk menghadirkan berita-berita yang lebih luas menjangkau negara tetangga.
"Untuk semakin memperkuat kualitas maka sumber daya manusianya juga harus berkualitas. Karena itu saya bangga dan mengapresiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim dalam mendorong anggotanya untuk meningkatkan jenjang pendidikan hingga S2 dan S3," kata Sukowi, sapaan akrabnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018