Probolinggo (Antaranews Jatim) - Omzet industri rumah tangga pembuat rengginang di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur menurun saat musim hujan karena penjemurannya tidak maksimal.
"Saat musim hujan, penjemuran rengginang bisa dua hari dan kadang tiga hari baru kering, sehingga kami tidak bisa memproduksi dan menjual rengginang setiap hari karena terkendala cuaca," kata produsen rengginang Newati di Kabupaten Probolinggo, Jumat.
Menurutnya kuantitas produksi rengginang juga terdampak karena harus berkali-kali dijemur dan setiap hari di rumah produksi rengginang itu dapat memproduksi sebanyak 60 kilogram ketan dan jumlah itu menghasilkan sekitar 57 kilogram rengginang, karena adanya penyusutan saat penjemuran.
"Sekarang karena bolak balik dijemur, maka penyusutannya lebih banyak dan kadang-kadang menyusut 5 kilogram, sehingga hasilnya sekitar 55 kilogram. Padahal harga jualnya tetap sama dan tidak mengalami kenaikan," tuturnya.
Ia menjual rengginang kering seharga Rp23 ribu per kilogram dan kemasan yang disediakan biasanya 1/2 kilogram atau Rp11.500 per bungkus dengan varian rasa terasi dan udang, kini saat musim hujan menyebabkan produksi rengginang tidak semaksimal musim kemarau karena produksi jajanan rumahan itu membutuhkan sinar matahari yang terik untuk penjemuran.
"Dulu omzet saya Rp1,3 juta per hari dan sekarang menjadi Rp1,2 juta setiap tiga hari. Kami tetap produksi memasuki musim hujan dan biasanya produksi rengginang akan berhenti total saat musim hujan mengguyur setiap hari," katanya.
Jika hujan turun setiap hari, lanjut dia, produsen rengginang tidak bisa menjemur olahan ketan tersebut dan kualitas rengginang menjadi lebih jelek dengan kondisi lamanya waktu penjemuran yang lebih dari dua hari.
"Rengginang yang jelek bentuknya lebih kecil. Kalau musim kemarau, rengginang yang digoreng jadinya lebih besar dan mekar. Sekarang gak bisa seperti itu, apalagi musim hujan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saat musim hujan, penjemuran rengginang bisa dua hari dan kadang tiga hari baru kering, sehingga kami tidak bisa memproduksi dan menjual rengginang setiap hari karena terkendala cuaca," kata produsen rengginang Newati di Kabupaten Probolinggo, Jumat.
Menurutnya kuantitas produksi rengginang juga terdampak karena harus berkali-kali dijemur dan setiap hari di rumah produksi rengginang itu dapat memproduksi sebanyak 60 kilogram ketan dan jumlah itu menghasilkan sekitar 57 kilogram rengginang, karena adanya penyusutan saat penjemuran.
"Sekarang karena bolak balik dijemur, maka penyusutannya lebih banyak dan kadang-kadang menyusut 5 kilogram, sehingga hasilnya sekitar 55 kilogram. Padahal harga jualnya tetap sama dan tidak mengalami kenaikan," tuturnya.
Ia menjual rengginang kering seharga Rp23 ribu per kilogram dan kemasan yang disediakan biasanya 1/2 kilogram atau Rp11.500 per bungkus dengan varian rasa terasi dan udang, kini saat musim hujan menyebabkan produksi rengginang tidak semaksimal musim kemarau karena produksi jajanan rumahan itu membutuhkan sinar matahari yang terik untuk penjemuran.
"Dulu omzet saya Rp1,3 juta per hari dan sekarang menjadi Rp1,2 juta setiap tiga hari. Kami tetap produksi memasuki musim hujan dan biasanya produksi rengginang akan berhenti total saat musim hujan mengguyur setiap hari," katanya.
Jika hujan turun setiap hari, lanjut dia, produsen rengginang tidak bisa menjemur olahan ketan tersebut dan kualitas rengginang menjadi lebih jelek dengan kondisi lamanya waktu penjemuran yang lebih dari dua hari.
"Rengginang yang jelek bentuknya lebih kecil. Kalau musim kemarau, rengginang yang digoreng jadinya lebih besar dan mekar. Sekarang gak bisa seperti itu, apalagi musim hujan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018