Malang (Antaranews Jatim) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) berupaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat melalui berbagai langkah sosialisasi dalam upaya untuk menghentikan praktik jual beli satwa liar yang dilindungi.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah VI BKSDA Jawa Timur Mamat Ruhimat mengatakan bahwa upaya yang dilakukan antara lain adalah memberikan sosialiasi di pasar-pasar hewan, kepada masyarakat dan juga pelaku usaha. Selain itu, pihaknya juga melakukan berbagai koordinasi dengan instansi terkait.
"Masyarakat diharapkan untuk ikut serta mengamankan satwa-satwa yang dilindungi, terutama yang marak saat ini adalah jenis burung dan Lutung Jawa untuk wilayah Jawa Timur," kata Mamat, di Kota Malang, Selasa.
Mamat menjelaskan, salah satu tantangan yang cukup berat adalah praktik jual beli di jejaring media sosial. Untuk meningkatkan pengawasan di jejaring media sosial, pihaknya bekerja sama dengan informan guna mengumpulkan informasi terkait jual beli satwa dilindungi.
Selain meningkatkan pengawasan di jejaring media sosial, Mamat menambahkan, pihaknya juga melakukan operasi langsung ke tempat-tempat yang diduga menampung dan memperjualbelikan satwa yang dilindungi.
"Untuk pengawasan di media sosial, kami melakukan kerja sama dengan informan. Selain itu, tetap melakukan operasi langsung ke tempat-tempat yang diduga menampung dan memperjualbelikan satwa," kata Mamat.
Salah satu hasil pengembangan praktik jual beli satwa dilindungi dari jejaring media sosial adalah ditangkapnya FK, tersangka tersangka jual beli Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus) dengan menggunakan media sosial sebagai media transaksi.
Berdasarkan keterangan tersangka FK, sesungguhnya dia telah mengetahui bahwa Lutung Jawa yang dibelinya tersebut merupakan satwa yang dilindungi.
"Dengan kasus seperti ini, harapan kami kepada masyarakat, hentikanlah penjualan satwa liar yang dilindungi," kata Mamat.
Tersangka melanggar pasal 21 ayat (2) huruf (a) Jo, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, dan ekosistemnya, dan terancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018