Madiun (Antaranews Jatim) - Dewan Pengupahan Kota Madiun mengusulkan dua besaran angka Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2019 kepada Wali Kota Madiun yang akan diberlakukan pada 1 Januari mendatang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Madiun, Suyoto, Rabu mengatakan, pengajuan dua usulan tersebut karena belum ada kesepakatan antara Dewan Pengupahan Madiun dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Madiun dengan serikat pekerja (SP) setempat.
"Karena belum ada kesepakatan dari Dewan Pengupahan, maka Pemkot Madiun juga belum dapat melaporkan usulan besaran UMK tahun 2019 di Kota Madiun kepada Gunernur Jatim," ujar Suyoto kepada wartawan.
Menurut dia, dua besaran UMK yang diusulkan tersebut adalah, usulan dari unsur SP sebesar Rp2.335.580. Angka tersebut dihitung berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2018. Sedangkan dari unsur Apindo dan pemkot mengusulkan UMK sebesar Rp1.772.116 per bulan.
"Besaran usulan Apindo didasari pasal 44 (2) PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan. Di mana, besaran UMK tahun 2019 dirumuskan dari besaran UMK Tahun 2018 ditambah UMK tahun berjalan kali penjumlahan antara inflasi nasional 2,88 persen dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 5,15 persen," terang dia.
Atau sebagai contoh, UMK tahun 2018 Kota Madiun sebesar Rp1.640.439 dikalikan 8,03 persen, diperoleh angka Rp131.727. Dengan begitu UMK Kota Madiun tahun 2019 versi Apindo dan pemerintah sebesar Rp1.640.439 ditambah Rp131.727, hasilnya Rp1.772.116 per bulan.
"Kami sampaikan ke Wali Kota Madiun, bahwa pengajuan UMK Kota Madiun tahun 2019 ada dua angka itu," katanya.
Ia menambahkan, jika jelang akhir bulan belum ada kesepakatan dari Apindo dan SP, maka sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Tahun 2012, usulan UMK yang akan disampaikan wali kota harus dilengkapi pertimbangan tertulis dari Badan Pusat Statistik (BPS) setempat.
Rekomendasi atau usulan Wali Kota Madun tersebut nantinya akan dilaporkan ke Pemerintah Provinsi Jatim untuk kemudian dilakukan rapat koordinasi antara pemda dengan gubernur sebelum akhirnya diputuskan UMK 2019. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Madiun, Suyoto, Rabu mengatakan, pengajuan dua usulan tersebut karena belum ada kesepakatan antara Dewan Pengupahan Madiun dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Madiun dengan serikat pekerja (SP) setempat.
"Karena belum ada kesepakatan dari Dewan Pengupahan, maka Pemkot Madiun juga belum dapat melaporkan usulan besaran UMK tahun 2019 di Kota Madiun kepada Gunernur Jatim," ujar Suyoto kepada wartawan.
Menurut dia, dua besaran UMK yang diusulkan tersebut adalah, usulan dari unsur SP sebesar Rp2.335.580. Angka tersebut dihitung berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2018. Sedangkan dari unsur Apindo dan pemkot mengusulkan UMK sebesar Rp1.772.116 per bulan.
"Besaran usulan Apindo didasari pasal 44 (2) PP Nomor 78/2015 Tentang Pengupahan. Di mana, besaran UMK tahun 2019 dirumuskan dari besaran UMK Tahun 2018 ditambah UMK tahun berjalan kali penjumlahan antara inflasi nasional 2,88 persen dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 5,15 persen," terang dia.
Atau sebagai contoh, UMK tahun 2018 Kota Madiun sebesar Rp1.640.439 dikalikan 8,03 persen, diperoleh angka Rp131.727. Dengan begitu UMK Kota Madiun tahun 2019 versi Apindo dan pemerintah sebesar Rp1.640.439 ditambah Rp131.727, hasilnya Rp1.772.116 per bulan.
"Kami sampaikan ke Wali Kota Madiun, bahwa pengajuan UMK Kota Madiun tahun 2019 ada dua angka itu," katanya.
Ia menambahkan, jika jelang akhir bulan belum ada kesepakatan dari Apindo dan SP, maka sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Tahun 2012, usulan UMK yang akan disampaikan wali kota harus dilengkapi pertimbangan tertulis dari Badan Pusat Statistik (BPS) setempat.
Rekomendasi atau usulan Wali Kota Madun tersebut nantinya akan dilaporkan ke Pemerintah Provinsi Jatim untuk kemudian dilakukan rapat koordinasi antara pemda dengan gubernur sebelum akhirnya diputuskan UMK 2019. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018