Surabaya (Antaranews Jatim) - Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) yang melintasi Selat Madura menyambungkan Pulau Jawa dan Madura pada Sabtu, 27 Oktober 2018 oleh Presiden Joko Widodo diresmikan berubah status dari jembatan tol menjadi jembatan non-tol biasa.
 
Dengan panjang 5.438 meter, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian, yaitu jalan layang, jembatan penghubung, dan jembatan utama.

"Atas usulan dari berbagai pihak, pada hari ini Jembatan Tol Suramadu resmi menjadi jembatan non-tol biasa," kata Presiden Jokowi, kala itu.

Kepala Negara mengharapkan dengan perubahan menjadi jembatan non-tol, pertumbuhan ekonomi Pulau Madura akan semakin baik. Invesatsi akan semakin banyak, baik properti maupun turisme. Dengan perubahan status itu, maka tidak ada lagi tarif bagi kendaraan yang melintas di jembatan itu alias gratis.

Memang selama ini dengan jalan tol ini negara mendapat pemasukan, tetapi tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi yang ada di Madura, kata Kepala Negara seraya menambahkan bahwa keputusan itu merupakan keputusan untuk rasa keadilan bagi seluruh rakyat, terutama Madura.

Presiden menjelaskan, pada 2015, ada masukan dan saran dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan Keluarga Besar Ikatan Keluarga Madura yang menyampaikan kepada dirinya supaya sepeda motor digratiskan melintas jembatan. "Setelah dilakukan kajian, kita gratiskan," ucapnya.

Kemudian pada tahun 2016, ada usulan pemotongan tarif yang kemudian dipotong sebesar 50 persen. "Tapi, itu belum memberi dampak bagi pertumbuham ekonomi, kita lihat ketimpangan ekonomi dan kemiskinan Madura dengan daerah daerah di Jawa Timur seperti, Surabaya, Gresik masih tinggi," ujarnya.

Ia menyebutkan, angka kemiskinan berbagai daerah di Jawa Timur itu hanya 4,6 persen sementara di Madura 16-23 persen.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2018 tentang Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) yang menjadi dasar penggratisan jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura ini.

Dikutip dari laman Setkab.go.id, pertimbangan Perpres ini untuk percepatan pengembangan wilayah Surabaya dan Madura dengan mengoptimalkan keberadaan Jembatan Suramadu sebagai pusat pengembangan perekonomian, pemerintah memandang perlu perubahan pengoperasian Jembatan Suramadu dari jalan tol menjadi jalan umum tanpa tol.

Atas pertimbangan tersebut, pada 26 Oktober 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2018 tentang Jembatan Surabaya-Madura. "Pengoperasian Jembatan Surabaya-Madura diubah menjadi jalan umum tanpa tol," bunyi Pasal 1 Perpres tersebut.

Penyelenggaraan Jembatan Surabaya-Madura sebagai jalan umum tanpa tol, menurut Perpres tersebut, dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan.

Dengan berlakukan Perpres ini maka Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 2003 tentang Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan ketentuan Pasal 12 huruf b sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, menurut Perpres ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, bunyi Pasal 4 Perpres Nomor 98 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 26 Oktober 2018 itu.

Namun, di tahun politik sekarang ini, apa pun yang menjadi kebijakan pemerintah berkuasa selalu menjadi sorotan, utamanya dari pihak yang berseberangan, alias jadi bahan politisasi.

Seperti Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan menggratiskan tarif tol Jembatan Suramadu.

"Karena saya tahu sekarang timbul polemik pro dan kontra dari kalangan masyarakat, Pak Jokowi bisa menjelaskan alasan beliau, mengapa khusus biaya tol Jembatan Suramadu itu digratiskan," kata SBY seusai acara temu kader Partai Demokrat se-DIY di Kulon Progo.

Jokowi dapat menjelaskan latar belakang menggratiskan biaya tol jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura itu, apakah berdasarkan pertimbangan ekonomi, pertimbangan sosial, atau pertimbangan yang lainnya.

Dengan penjelasan itu, diharapkan dapat menghindarkan persepsi yang salah serta polemik yang berkepanjangan di kalangan masyarakat.

"Rakyat ini kan hanya ingin mendengarkan mengapa hanya Suramadu yang digratiskan. Belakangan saya juga mendengar ada yang meminta (tol) Jagorawi juga digratiskan, karena sudah lama dan dianggap sudah untunglah pengembangnya sehingga bisa membantu rakyat," ujar SBY.

Kendati demikian, SBY tidak ingin terburu-buru mengatakan pembebasan tarif tol Suramadu itu merupakan kebijakan yang salah. "Ya kalau itu kebijakan Presiden Jokowi, saya tidak boleh terburu-buru mengatakan kebijakan itu salah, karena setiap presiden memiliki hak dan kewenangan untuk menetapkan kebijakan atau mengubah sebuah kebijakan yang ada," tuturnya.

SBY mengatakan, pada periode pemerintahannya telah melanjutkan pembangunan Jembatan Suramadu setelah sempat terhenti pembangunannya pada era Presiden Megawati. Pembangunan terhenti disebabkan dua hal, yakni kurangnya alokasi anggaran di APBN pada era Megawati dan terhentinya kerja sama pembangunan jembatan itu dengan Tiongkok.

Tidak hanya itu, Forum Advokat Rantau (FARA) mengadukan Jokowi ke Bawaslu terkait peresmian jalan tol gratis Jembatan Suramadu karena diduga kampanye terselubung.

"Terlebih di saat peresmian tersebut banyak yang menunjukkan simbol salam satu jari, yang merupakan citra diri Pak Jokowi selaku calon presiden," ucap Aktivis FARA Rubby Cahyady di Bawaslu.

Menurut dia, dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi seharusnya yang juga sebagai calon presiden nomor urut satu tidak datang dan cukup setingkat menteri. Hal itu berpotensi merugikan peserta pemilu lainnya dan diduga melanggar pasal 282 jo Pasal 306 UU No 7/2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal 282 dinyatakan pejabat negara dilarang membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu. Sementara pasal 306 menyatakan Pemerintah hingga jajaran terendah dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Ancaman hukuman terhadap pelanggaran atas pasal tersebut diatur dalam pasal 547, tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp36 juta.

Bukan urusan politik?

Jokowi pun tampaknya gerah dan menyatakan bahwa pembebasan tarif Jembatan Suramadu bukan urusan politik, melainkan urusan ekonomi, kesejahteraan, dan keadilan.
 
"Kalau mau urusan politik, ya, entar saya gratiskan pada bulan Maret aja tahun depan. Jangan apa-apa dikaitkan dengan politik. Ini urusan ekonomi, ini urusan investasi, ini urusan kesejahteraan, ini urusan rasa keadilan," ujar Presiden Jokowi usai peresmian Jembatan Tol Suramadu menjadi jembatan non-tol.
 
Kepala Negara menjelaskan bahwa pada tahun 2015 sudah digratiskan untuk sepeda motor, kemudian pada tahun 2016 tarif untuk kendaraan roda empat dan lebih sudah dipotong 50 persen. Akan tetapi, belum ada dampak pada perekonomian Madura.

"Dampaknya kita lihat di lapangan, kalkulasi kami belum memberikan dampak yang signifikan. Kemudian ada masukan-masukan lagi agar dijadikan nontol," ucapnya.

Setelah dihitung berapa pemasukan untuk setahun jalan tol itu, ternyata tidak banyak dan jembatan itu dibangun dengan dana dari APBN. "Oleh karena itu, kita putuskan digratiskan dengan harapan ketimpangan kemiskinan yang angka-angkanya kita lihat jauh dengan daerah di Jawa Timur yang lain akan berkurang," tambahnya.

Gubernur Jatim sudah bekerja keras untuk Madura. Demikian juga dengan para bupati sudah bekerja keras untuk Madura. "Akan tetapi, dampaknya belum signifikan. Kita ingin sektor turisme, sektor properti, investasi, bisa betul-betul bergerak di Madura. Terbuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya," katanya.

Contohnya, ada investor berniat mengembangkan tebu di daerah Madura. Pernah ada investasi untuk penanaman tebu di Madura dan sudah dimulai, namun karena biaya logistik dan transportasi mahal, mereka batal melakukan investasi.

Menurut Presiden, negara tidak berhitung untung atau rugi, tetapi negara berhitung yang berkaitan dengan keadilan sosial, yang berkaitan dengan rasa keadilan, kesejahteraan itu yang dihitung.

"Jangan bawa hitung-hitungan selalu untung dan rugi. Negara tidak akan menghitung untung dan rugi, ini semuanya makro, keuntungannya dan 'benefit'-nya ada di masyarakat," tegasnya.

Mengenai biaya pemeliharaan, informasi dari Kementerian PUPR, pemasukan dari jembatan tol itu sekitar Rp120 miliar per tahun dan biaya pemeliharaan sekitar 7 hingga 10 persen dari jumlah pemasukan itu. "APBN masih mampulah kalau segitu".        

Relawan Tim Pembela Jokowi (TPJ) angkat bicara, mereka menilai laporan yang dilakukan Forum Advokat Rantau (FARA) kepada Bawaslu terkait kebijakan Presiden Jokowi membebaskan pembebasan tarif tol Suramadu, hanya mencari popularitas.

Menanggapi laporan FARA ke Bawaslu, dapat dipahami sebagai upaya yang tidak logis dan tidak mendasar, atau setidak-setidaknya hanya mencari popularitas di tahun politik ini, ujar Koordinator Pelaporan dan Advokasi TPJ Chairil Syah.

Kegiatan Presiden dalam peresmian pembebasan biaya Tol Suramadu 27 Oktober 2018 adalah kegiatan kenegaraan dan bukan agenda kampanye sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 tahun 2018. "Masa Presiden melakukan tugas kenegaraan dibilang kampanye, itu ngawur," ucapnya, menegaskan.

Presiden Jokowi menggratiskan tarif Tol Suramadu karena memperhatikan keluhan masyarakat mengenai statistik tingginya angka kemiskinan di Madura, yang mencapai angka 16 sampai 23 persen. Selain itu,  juga terlihat terjadinya ketimpangan kemiskinan dibandingkan dengan kehidupan rakyat yang berada di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo yakni mencapai angka empat sampai 6,7 persen.

Jadi, kebijakan Presiden Jokowi yang menjadikan Tol Suramadu menjadi non-tol tentunya akan menjadi stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat yang tinggal di Madura.

Sementara, Koalisi Prabowo-Sandi meyakini dapat menang di daerah Madura dan sekitarnya sehingga kebijakan pemerintah menggratiskan Tol Suramadu tidak akan mempengaruhi pilihan rakyat.

"Kami yakin Prabowo-Sandi menang dan perolehan suaranya bisa meningkat," kata Wakil Ketua Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Yandri Susanto seraya menambahkan bahwa BPN Prabowo-Sandi menilai Madura merupakan lumbung suara yang potensial di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 dan pihaknya meyakini dapat menguasai wilayah tersebut.

Sandiaga sudah berkunjung ke Madura dan respon masyarakat sangat antusias serta beberapa waktu lalu ada pertemuan para ulama di daerah yang mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo-Sandi.

Yandri yang merupakan Ketua DPP PAN itu menilai masyarakat Madura sudah cerdas dan paham kondisi kekinian. Karena itu, dia meyakini masyarakat Madura tidak mau persoalan nasional disandingkan hanya dengan program menggratiskan jembatan Suramadu.

"Saya tidak tahu alasan mendasar Presiden Joko Widodo yang tiba-tiba menggratiskan jembatan Suramadu, namun selama untuk rakyat, tidak masalah," ucapnya.

Namun, dia meyakini kebijakan tersebut ada muatan politisnya meskipun Jokowi telah membantahnya. Yandri menilai Jokowi mau menang di Madura dalam kontestasi Pilpres 2019 karena fakta sejarah membuktikan bahwa di Pilpres 2014, Jokowi kalah di wilayah tersebut.(*)

Pewarta: Chandra Hamdani Noor

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018