Malang (Antaranews Jatim) - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang (FK UMM), Radya Kusuma Ardianto dan Muhammad Mufti Al Anshori mengenalkan pengobatan (penyembuhan) kanker tanpa melakukan kemoterapi, tetapi dengan terapi gen sebagai alternatif.
"Di Indonesia penanganan terhadap pasien kanker saat ini hanya melalui kemoterapi saja. Sementara, metode ini membutuhkan biaya yang teramat mahal, karena tidak bisa sekali pengobatan. Sekarang pasien kanker bisa melakukan pengobatan alternatif dengan terapi gen," kata Radya Kusuma Ardianto di Malang, Jawa Timur, Rabu.
Pengobatan dengan Terapi Gen, kata Radya, adalah menyuntikkan gen P53 yang merupakan "malaikat penjaga" gen kepada pasien untuk menggantikan gen P53 yang tidak berfungisi secara normal. Sehingga, tidak bisa memperbaiki sel-sel yang rusak. Dengan begitu, gen P53 pengganti tersebut bisa bekerja untuk memperbaiki sel-sel yang rusak.
Untuk mengganti gen P53 ini, menurut Radya, perlu "kendaraan". "Kendaraan yang saya maksudkan adalah dengan menggunakan virus, yakni Adenovierus. Virus itu tepat sasaran karena langsung menginfeksi sel. Namun, yang kita pakai hanya bungkusnya saja dan penyakit berbahayanya sudah dihilangkan terlebih dahulu," paparnya.
Ia menilai dunia medis di Indonesia sudah cukup tertinggal, sebab di Tanah Air pengobatan semacam ini belum diterapkan, atau bisa jadi, masih dalam tahap penelitian. Ketika di Indonesia masih Symtomatik (bergantung kepada obat), di luar negeri sudah mendalam hingga tahap molekuler atau langsung menyasar kepada akar permasalahannya.
"Ada atau tidaknya pengobatan seperti ini, berawal dari kita siap atau tidak. Awalnya kita mengajukan ide-ide seperti ini untuk menyiapkan. Ketika Indonesia sudah siap secara mental, mungkin bisa diimplementasikan meskipun ini harus menempuh waktu yang lama dan biaya yang mahal," ucapnya.
Radya menambahkan ketika seseorang terkena kanker, daya produktivitasnya menurun, sehingga tidak bisa bekerja sebagaimana manusia normal lainnya. Ketika tidak bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, keluarganya lah yang akan menanggung pengobatannya. Kondisi ini membuat pasien ketergantungan kepada keluarga dan obat dengan waktu yang cukup lama.
"Kita harus mulai mengobati pasien dengan sistem holistic-komprehensif, yaitu pengobatan secara menyeluruh hingga sampai pada kondisi ekonomi, produktivitas, dan kesehatan pasien. Bukan begitu sembuh langsung beres, tapi aspek-aspek lain juga harus dipikirkan," tuturnya.
Ia mengaku ide terapi gen pada pasien kanker tersebut berawal dari keprihatinan dengan mahalnya biaya kemoterapi bagi penderita kanker. Terapi gen yang diperkenalkan kedua mahasiswa FK UMM itu berhasil memenangkan kompetisi penulisan artikel ilmiah tingkat nasional.
Artikel yang ditulis Radya dan Mufti itu memenangi ajang Biology Open House For Environmental Recognition (BIOSFER) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya (UB) Malang beberapa waktu lalu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Di Indonesia penanganan terhadap pasien kanker saat ini hanya melalui kemoterapi saja. Sementara, metode ini membutuhkan biaya yang teramat mahal, karena tidak bisa sekali pengobatan. Sekarang pasien kanker bisa melakukan pengobatan alternatif dengan terapi gen," kata Radya Kusuma Ardianto di Malang, Jawa Timur, Rabu.
Pengobatan dengan Terapi Gen, kata Radya, adalah menyuntikkan gen P53 yang merupakan "malaikat penjaga" gen kepada pasien untuk menggantikan gen P53 yang tidak berfungisi secara normal. Sehingga, tidak bisa memperbaiki sel-sel yang rusak. Dengan begitu, gen P53 pengganti tersebut bisa bekerja untuk memperbaiki sel-sel yang rusak.
Untuk mengganti gen P53 ini, menurut Radya, perlu "kendaraan". "Kendaraan yang saya maksudkan adalah dengan menggunakan virus, yakni Adenovierus. Virus itu tepat sasaran karena langsung menginfeksi sel. Namun, yang kita pakai hanya bungkusnya saja dan penyakit berbahayanya sudah dihilangkan terlebih dahulu," paparnya.
Ia menilai dunia medis di Indonesia sudah cukup tertinggal, sebab di Tanah Air pengobatan semacam ini belum diterapkan, atau bisa jadi, masih dalam tahap penelitian. Ketika di Indonesia masih Symtomatik (bergantung kepada obat), di luar negeri sudah mendalam hingga tahap molekuler atau langsung menyasar kepada akar permasalahannya.
"Ada atau tidaknya pengobatan seperti ini, berawal dari kita siap atau tidak. Awalnya kita mengajukan ide-ide seperti ini untuk menyiapkan. Ketika Indonesia sudah siap secara mental, mungkin bisa diimplementasikan meskipun ini harus menempuh waktu yang lama dan biaya yang mahal," ucapnya.
Radya menambahkan ketika seseorang terkena kanker, daya produktivitasnya menurun, sehingga tidak bisa bekerja sebagaimana manusia normal lainnya. Ketika tidak bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, keluarganya lah yang akan menanggung pengobatannya. Kondisi ini membuat pasien ketergantungan kepada keluarga dan obat dengan waktu yang cukup lama.
"Kita harus mulai mengobati pasien dengan sistem holistic-komprehensif, yaitu pengobatan secara menyeluruh hingga sampai pada kondisi ekonomi, produktivitas, dan kesehatan pasien. Bukan begitu sembuh langsung beres, tapi aspek-aspek lain juga harus dipikirkan," tuturnya.
Ia mengaku ide terapi gen pada pasien kanker tersebut berawal dari keprihatinan dengan mahalnya biaya kemoterapi bagi penderita kanker. Terapi gen yang diperkenalkan kedua mahasiswa FK UMM itu berhasil memenangkan kompetisi penulisan artikel ilmiah tingkat nasional.
Artikel yang ditulis Radya dan Mufti itu memenangi ajang Biology Open House For Environmental Recognition (BIOSFER) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya (UB) Malang beberapa waktu lalu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018