Surabaya (Antaranews Jatim) - Gubernur Jawa Timur meminta para ahli dari berbagai perguruan tinggi melakukan riset tentang penemuan bibit unggul sebagai wujud pengembangan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian.
"Saat ini ada masalah di ketahanan pangan di Jatim, seperti soal menyusutnya lahan pertanian," ujarnya di sela peringatan Hari Pangan se-Dunia ke-38 Provinsi Jatim Tahun 2018 di Surabaya, Senin.
Menurut dia, rata-rata penyusutan lahan di Jatim mencapai 1.953 hektare per tahun, karena berubah menjadi perkantoran, perumahan, kawasan industri, dan pariwisata.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu juga meminta bupati/wali kota untuk mengecek kembali peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), karena saat ini masih terdapat 22 kabupaten yang telah membuatnya.
Selain itu, Pemprov Jatim juga melakukan peningkatan nilai tambah hasil panen melalui program hulu hilir agro maritim karena memberikan nilai tambah pada gabungan kelompok tani (Gapoktan), terlebih sebagian besar UMKM Jatim berada di industri agro.
"Pilihan industri agro ini tepat karena bahan bakunya ada di sekitar kita, bukan impor sehingga ekonomi Jatim stabil," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Permasalahan pertanian kedua, kata dia, adalah ketersediaan air, yakni dari 55 miliar meter kubik air setiap tahun, yang bisa ditampung hanya 19,3 miliar meter kubik dan sisanya terbuang ke laut. Sedangkan yang diperlukan Jatim sebanyak 22,2 miliar meter kubik, sehingga masih minus 2,9 miliar meter kubik.
Terhadap masalah ini, mantan Sekdaprov Jatim itu juga meminta bupati/wali kota serta kepala dinas di seluruh daerah melakukan efisiensi terhadap saluran air di pertanian, termasuk warga yang tinggal di daerah sekitar Sungai Brantas.
"Bila mampu melakukan 10 persen efisiensi maka bisa mengurangi kekurangan ini. Kami juga terus mendorong penyelesaian waduk di beberapa daerah seperti Ponorogo, Trenggalek dan Bojonegoro," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saat ini ada masalah di ketahanan pangan di Jatim, seperti soal menyusutnya lahan pertanian," ujarnya di sela peringatan Hari Pangan se-Dunia ke-38 Provinsi Jatim Tahun 2018 di Surabaya, Senin.
Menurut dia, rata-rata penyusutan lahan di Jatim mencapai 1.953 hektare per tahun, karena berubah menjadi perkantoran, perumahan, kawasan industri, dan pariwisata.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu juga meminta bupati/wali kota untuk mengecek kembali peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), karena saat ini masih terdapat 22 kabupaten yang telah membuatnya.
Selain itu, Pemprov Jatim juga melakukan peningkatan nilai tambah hasil panen melalui program hulu hilir agro maritim karena memberikan nilai tambah pada gabungan kelompok tani (Gapoktan), terlebih sebagian besar UMKM Jatim berada di industri agro.
"Pilihan industri agro ini tepat karena bahan bakunya ada di sekitar kita, bukan impor sehingga ekonomi Jatim stabil," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Permasalahan pertanian kedua, kata dia, adalah ketersediaan air, yakni dari 55 miliar meter kubik air setiap tahun, yang bisa ditampung hanya 19,3 miliar meter kubik dan sisanya terbuang ke laut. Sedangkan yang diperlukan Jatim sebanyak 22,2 miliar meter kubik, sehingga masih minus 2,9 miliar meter kubik.
Terhadap masalah ini, mantan Sekdaprov Jatim itu juga meminta bupati/wali kota serta kepala dinas di seluruh daerah melakukan efisiensi terhadap saluran air di pertanian, termasuk warga yang tinggal di daerah sekitar Sungai Brantas.
"Bila mampu melakukan 10 persen efisiensi maka bisa mengurangi kekurangan ini. Kami juga terus mendorong penyelesaian waduk di beberapa daerah seperti Ponorogo, Trenggalek dan Bojonegoro," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018