Sidoarjo (Antaranews Jatim) - Jannatun Cintya Dewi, salah satu korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610, semasa hidupnya memilih mengabdi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ketimbang menerima tawaran kerja di sebuah perusahaan Singapura.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Direktorat Hilir Migas Kementerian ESDM Yuli Rachwati kepada wartawan di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis, membagi cerita yang didengarnya secara langsung dari Surtiyem, ibu kandung Jannatun.

"Ibunya tadi malam cerita, setelah lulus dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Jannatun langsung ditarik untuk bekerja di sebuah perusahaan asal Singapura," katanya.

Namun, berhubung Jannatun Cintya Dewi merupakan anak perempuan satu-satunya dari dua bersaudara, orang tuanya tidak mengizinkan sang anak menerima tawaran kerja dari perusahaan asal Singapura itu.

Yuli Rachwati datang ke rumah duka mewakili Menteri ESDM Ignasius Jonan mengantarkan Jannatun Cintya Dewi ke peristirahatan terakhir di Tempat Pemakaman Umum Desa Suruh, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, yang berlangsung Kamis pagi.

Jannatun baru setahun menjadi aparatur sipil negara di Kementerian ESDM. Perempuan lajang berusia 24 tahun itu merupakan korban Lion Air JT 610 pertama yang berhasil diidentifikasi.

"Memang almarhumah menuruti nasihat orang tuanya, dia memilih mengabdi untuk bekerja di dalam negeri daripada menerima tawaran kerja di sebuah perusahaan asal Singapura," katanya.

Setelah dinobatkan sebagai lulusan terbaik dari jurusan Teknik Kimia ITS, putri pasangan Bambang Supriyadi (48) dan Surtiyem (45), yang memiliki adik lelaki bernama Nardzir Ahmad Firdaus (17) itu, di antaranya pernah bekerja di Bank Mandiri selama setahun.

Kemudian pada 2017, Jannatun mengikuti ujian penerimaan ASN di Kementerian ESDM dan diterima sebagai Analis Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Baca juga: Kementerian ESDM Ungkap Kehilangan Tiga Dewi
Baca juga: Ibu Cintya Sempat Pingsan saat Jenazah Datang

Yuli menyebut Jannatun adalah analis terbaik di Kementerian ESDM yang secara langsung berada di bawah kepemimpinannya. Kepintaran dan kecerdasan itu membuat Jannatun sering dipercaya untuk melakukan tugas monitoring pelaksanaan pencampuran B20 non-PSO Pertamina di berbagai daerah di Indonesia.

Hingga akhirnya Jannatun mengalami kecelakaan bersama pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta - Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018.

Saat itu, Jannatun bersama dua rekan sesama analis dari Kementerian ESDM, yaitu Fatwa Kurnia Dewi asal Tangerang, Banten, dan Dewi Herlina asal Bekasi, Jawa Barat, yang hingga kini masih belum teridentifikasi, berencana melakukan pengawasan B20 di Pangkal Pinang.

"Jannatun memang sering saya ajak untuk melakukan pengawasan B20. Sebelum di Pangkal Pinang, dia juga saya ajak bertugas di Surabaya, Denpasar, Batam, dan Wayame di Ambon," katanya.

Setelah dari Pangkal Pinang, Kementerian ESDM sebenarnya masih mengandalkan Jannatun untuk melakukan pengawasan B20 ke berbagai daerah lainnya.

"Tapi, ternyata Allah punya rencana lain. Pengawasan B20 ke berbagai daerah lainnya selama sepekan ke depan dibatalkan dulu, karena kami sedang berduka," ucapnya. (*)

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018