Jakarta (Antaranews Jatim) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tujuh saksi dalam penyidikan suap terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Pasuruan pada tahun anggaran 2018.
KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Wali Kota Pasuran nonaktif Setiyono (SET), staf ahli atau Plh. Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH), dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi untuk tersangka SET," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Tujuh saksi itu, yakni Direktur CV Perdana atau Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Pasuruan Wongso Kusumo, Ketua Asosiasi Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kota Pasuruan Sugeng Patria, dan PNS pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pasuruan Hendriyanto Heru Prabowo.
Selanjutnya, empat orang dari unsur swasta masing-masing Hud Mudlor, Bambang Parkesit, Mujib, dan Helmy Fahrudin.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK sedang mendalami soal adanya dugaan "plotting" proyek dan pemberian "fee-fee" di lingkungan Pemkot Pasuruan.
Baca juga: Wali Kota Pasuruan terima Suap Dari "Trio Kwek-Kwek"
Baca juga: KPK Panggil Ketua DPRD Kota Pasuruan
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait dengan proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD pada tahun anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap, yaitu pertama, pada tanggal 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada tanggal 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada tanggal 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta.
Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
KPK telah menetapkan empat tersangka, yakni Wali Kota Pasuran nonaktif Setiyono (SET), staf ahli atau Plh. Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH), dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).
"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi untuk tersangka SET," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Tujuh saksi itu, yakni Direktur CV Perdana atau Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Pasuruan Wongso Kusumo, Ketua Asosiasi Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kota Pasuruan Sugeng Patria, dan PNS pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pasuruan Hendriyanto Heru Prabowo.
Selanjutnya, empat orang dari unsur swasta masing-masing Hud Mudlor, Bambang Parkesit, Mujib, dan Helmy Fahrudin.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK sedang mendalami soal adanya dugaan "plotting" proyek dan pemberian "fee-fee" di lingkungan Pemkot Pasuruan.
Baca juga: Wali Kota Pasuruan terima Suap Dari "Trio Kwek-Kwek"
Baca juga: KPK Panggil Ketua DPRD Kota Pasuruan
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait dengan proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD pada tahun anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap, yaitu pertama, pada tanggal 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada tanggal 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada tanggal 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta.
Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018