Jakarta (Antara) - Wali Kota Pasuruan Setiyono diduga menerima suap melalui orang-orang dekatnya yang memiliki sebutan "Trio Kwek-Kwek".

"Diduga proyek-proyek di lingkungan Pemkot Pasuruan telah diatur oleh Wali Kota melalui tiga orang dekatnya menggunakan istilah Trio Kwek-Kwek dan ada kesepakatan 'commitment fee' rata-rata antara 5 dan 7 persen untuk proyek bangunan dan proyek pengairan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat.

KPK menetapkan Setiyono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait dengan proyek-proyek di lingkngan Pemerintah Kota Pasuruan. Setiyono diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Pasuruan, Kamis (4/10).

Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait dengan proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD pada tahun anggaran 2018.

"Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini, yaitu 'ready mix' atau campuran semen dan 'apel' untuk "fee" proyek dan 'Kanjengnya' yang diduga berarti wali kota," ungkap Alex.

Pemberian dilakukan secara bertahap. Pertama, pada tanggal 24 Agustus 2018, Muhammad Baqir transfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi.

Pada tanggal 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.

Kedua, pada tanggal 7 Spetember 2018 setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Maqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta.

Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.

Kegiatan OTT yang dilakukan KPK di Pasuruan merupakan OTT ke-22 pada tahun 2018 dengan jumlah tersangka mencapai 79 orang.

Khusus pelaku kepala daerah, KPK sangat menyesalkan masih cukup banyak kepala daerah yang diduga melakukan korupsi dan dijerat proses hukum tindak pidana korupsi.

Pada tahun 2018 hingga saat ini, ada 16 kepala daerah sudah diproses dari kegiatan OTT itu yang terdiri atas satu gubernur, 13 bupati, dan dua wali kota.

"Korupsi yang dilakukan kepala daerah tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat setempat. Apalagi, mereka telah dipilih melalui proses pemilu yang demokratis dan membutuhkan biaya penyelenggaraan yang tidak sedikit," ungkap Alex.

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka penerima suap, yaitu Wali Kota Pasuruan Setiyono Staf Ahli/Pelaksana Harian Kadis PU kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo dan staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto.

Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001  juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan Muhammad Baqir selaku pemilik CV Mahadir dengan sangkakan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001.(*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018