Surabaya (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya menyikapi adanya insiden kekerasan yang dilakukan oknum guru terhadap murid di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Surabaya, Jawa Timur.
"Beliau (oknum) guru itu sudah mengakui melakukan hal itu. Beliau juga mengakui kalau khilaf," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Ikhsan saat menggelar jumpa pers di Pemkot Surabaya, Jumat.
Menurut dia, setelah mendengar kabar adanya peristiwa kekerasan yang terjadi di salah satu SMP Negeri di Surabaya, instasinya langsung mengambil tindakan cepat dengan mengumpulkan kepala sekolah, para guru dan oknum tersebut, untuk dilakukan penilaian. Berdasarkan hasil penilaian, oknum guru tersebut telah mengakui perbuatannya dan mengaku khilaf.
Dispendik juga telah melakukan komunikasi dengan orang tua siswa untuk meminta permohonan maaf atas insiden tersebut. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, lanjut Ikhsan, pihaknya bersama tim psikolog akan melakukan pendampingan kepada korban (murid).
"Setelah mendengar kabar tersebut, kami langsung melakukan komunikasi ke orang tua untuk menyampaikan permintaan maaf," katanya.
Sepengakuan oknum guru tersebut, kata Ikhsan, ia melakukan hal itu, tujuannya untuk mendidik anak agar lebih disiplin dan tidak nakal. Namun, menurut Ikhsan, proses pendisiplinan siswa sangat tidak dibenarkan jika caranya seperti itu.
"Sebab ini adalah lembaga pendidikan, maka seharusnya proses pendisiplinan (siswa) itu harusnya yang edukatif," katanya.
Ikhsan menegaskan, oknum guru tersebut saat ini sudah dilakukan pembinaan dan skorsing untuk tidak mengajar lagi di sekolah. Bahkan, oknum guru tersebut telah dialihtugaskan menjadi staf di Dispendik Surabaya.
"Beliau sudah kami skorsing untuk tidak mengajar lagi. Saat ini, dia kami alihtugaskan menjadi staf di Dinas Pendidikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Kota Surabaya, Sigit Sugiharsono menyampaikan terkait insiden tersebut, pihaknya akan mengambil langkah tegas dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Nantinya, oknum guru tersebut akan diperiksa oleh atasan langsung yakni Kepala Dispendik Surabaya.
"Nanti kita mengatur dengan PP 53 tahun 2010. Intinya akan diperiksa oleh atasan langsung. Jika sanksingnya (kategori) berat, maka selanjutnya akan diperiksa oleh Wali Kota Surabaya," kata Sigit.
Menurutnya, kalau dilihat dari hasil penilaian di lapangan, pelanggaran yang dilakukan oknum guru tersebut masuk dalam kategori berat sebab dalam sebuah lembaga pendidikan proses pendisiplinan siswa seharusnya bisa menggunakan cara-cara yang lebih edukatif.
"Kalau saya melihat kategori sanksinya berat. Bagaimana pun juga namanya (lembaga) pendidikan tidak begitu," ujarnya.
Ditanya sanksi apa yang akan diberlakukan kepada oknum guru tersebut, Sigit menegaskan, jika pelanggaran yang dilakukan masuk dalam kategori berat, maka sanksinya bisa penundaan pangkat hingga penurunan pangkat.
Namun, lanjut dia, pihaknya masih akan melakukan pemeriksaan, baik dari pihak orang tua, korban (murid), saksi-saksi dan oknum guru tersebut.
"Kalau mereka punya jabatan kepala sekolah bisa diberhentikan menjadi kepala sekolah. Tapi kan mereka guru biasa. Bisa nanti mereka ditarik ke dinas. Jadi fungsionalnya dilepas," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Beliau (oknum) guru itu sudah mengakui melakukan hal itu. Beliau juga mengakui kalau khilaf," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Ikhsan saat menggelar jumpa pers di Pemkot Surabaya, Jumat.
Menurut dia, setelah mendengar kabar adanya peristiwa kekerasan yang terjadi di salah satu SMP Negeri di Surabaya, instasinya langsung mengambil tindakan cepat dengan mengumpulkan kepala sekolah, para guru dan oknum tersebut, untuk dilakukan penilaian. Berdasarkan hasil penilaian, oknum guru tersebut telah mengakui perbuatannya dan mengaku khilaf.
Dispendik juga telah melakukan komunikasi dengan orang tua siswa untuk meminta permohonan maaf atas insiden tersebut. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, lanjut Ikhsan, pihaknya bersama tim psikolog akan melakukan pendampingan kepada korban (murid).
"Setelah mendengar kabar tersebut, kami langsung melakukan komunikasi ke orang tua untuk menyampaikan permintaan maaf," katanya.
Sepengakuan oknum guru tersebut, kata Ikhsan, ia melakukan hal itu, tujuannya untuk mendidik anak agar lebih disiplin dan tidak nakal. Namun, menurut Ikhsan, proses pendisiplinan siswa sangat tidak dibenarkan jika caranya seperti itu.
"Sebab ini adalah lembaga pendidikan, maka seharusnya proses pendisiplinan (siswa) itu harusnya yang edukatif," katanya.
Ikhsan menegaskan, oknum guru tersebut saat ini sudah dilakukan pembinaan dan skorsing untuk tidak mengajar lagi di sekolah. Bahkan, oknum guru tersebut telah dialihtugaskan menjadi staf di Dispendik Surabaya.
"Beliau sudah kami skorsing untuk tidak mengajar lagi. Saat ini, dia kami alihtugaskan menjadi staf di Dinas Pendidikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Kota Surabaya, Sigit Sugiharsono menyampaikan terkait insiden tersebut, pihaknya akan mengambil langkah tegas dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Nantinya, oknum guru tersebut akan diperiksa oleh atasan langsung yakni Kepala Dispendik Surabaya.
"Nanti kita mengatur dengan PP 53 tahun 2010. Intinya akan diperiksa oleh atasan langsung. Jika sanksingnya (kategori) berat, maka selanjutnya akan diperiksa oleh Wali Kota Surabaya," kata Sigit.
Menurutnya, kalau dilihat dari hasil penilaian di lapangan, pelanggaran yang dilakukan oknum guru tersebut masuk dalam kategori berat sebab dalam sebuah lembaga pendidikan proses pendisiplinan siswa seharusnya bisa menggunakan cara-cara yang lebih edukatif.
"Kalau saya melihat kategori sanksinya berat. Bagaimana pun juga namanya (lembaga) pendidikan tidak begitu," ujarnya.
Ditanya sanksi apa yang akan diberlakukan kepada oknum guru tersebut, Sigit menegaskan, jika pelanggaran yang dilakukan masuk dalam kategori berat, maka sanksinya bisa penundaan pangkat hingga penurunan pangkat.
Namun, lanjut dia, pihaknya masih akan melakukan pemeriksaan, baik dari pihak orang tua, korban (murid), saksi-saksi dan oknum guru tersebut.
"Kalau mereka punya jabatan kepala sekolah bisa diberhentikan menjadi kepala sekolah. Tapi kan mereka guru biasa. Bisa nanti mereka ditarik ke dinas. Jadi fungsionalnya dilepas," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018