Jember (Antaranews Jatim) - Turunnya harga daging ayam ras di Kabupaten Jember, Jawa Timur mendorong deflasi pada September 2018 di kabupaten setempat sebesar 0,05 persen yang ditunjukkan oleh penurunan indeks harga konsumen dari Agustus 2018 sebesar 129,38 persen turun menjadi 129,32 persen pada September 2018.
"Komoditas utama yang mengalami deflasi pada kelompok pengeluaran bahan makanan sangat tinggi dan signifikan, sehingga mampu menekan laju inflasi beberapa kelompok menjadi deflasi di Jember," kata Kasi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jember Candra Birawa saat menggelar konferensi pers di Kantor BPS Jember, Senin.
Menurutnya komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya deflasi pada September 2018 di Jember adalah daging ayam ras yang kini berkisar Rp24.000 hingga Rp25.000 per kilogram, padahal sebelumnya sempat melambung lebih dari Rp50.000 per kilogram, kemudian komoditas yang mengalami penurunan di antaranya bawang merah, telur ayam ras, pindang asin, lele, melon, cabai rawit, dan gula pasir.
"Deflasi terjadi karena penurunan harga pada komoditas strategis mempunyai 'share' yang besar dan pengaruh yang besar pula jika terjadi gejolak harga. Berdasarkan data BPS, selama empat tahun terakhir yakni sejak 2014 hingga 2017 pada bulan September terjadi inflasi, namun pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen," katanya.
Besaran deflasi Jember pada September 2018 sebesar 0,05 persen berdasarkan kelompok pengeluaran disagregasi diebabkan oleh komponen bergejolak (volatile foods) mengalami deflasi sebesar 1,26 persen dengan sumbangan deflasi sebesar 0,26 persen.
Sedangkan pada komponen diatur pemerintah (administered) mengalami inflasi sebesar 0,31 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,07 persen, dan diikuti oleh komponen inti (core inflation) yang mengalami inflasi sebesar 0,26 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,15 persen.
Dari delapan kota IHK di Jawa Timur, tiga kota mengalami inflasi dan lima kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kediri sebesar 0,20 persen, diikuti Kota Surabaya sebesar 0,15 persen, dan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Sumenep 0,02 persen.
Sedangkan lima kota yang mengalami deflasi yaitu deflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 0,49 persen, diikuti Kota Probolinggo sebesar 0,32 persen, Kota Malang sebesar 0,31 persen, Kota Madiun sebesar 0,12 persen, dan deflasi terendah terjadi di Kabupaten Jember sebesar 0,05 persen.
Pada bulan September 2018, Jawa Timur mengalami deflasi sebesar 0,01 persen dan nasional mengalami deflasi sebesar 0,18 persen, sehingga deflasi Jember berada di bawah nasional, namun diatas Jatim.
"Kami imbau Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tidak lengah dengan deflasi yang terjadi selama dua bulan terakhir di Jember, sehingga berbagai langkah antisipasi terjadinya inflasi pada bulan OKtober dapat dikendalikan," ujarnya.
Sementara perwakilan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dari Bank Indonesia Jember Iqbal mengatakan deflasi bulan September 2018 sebesar 0,05 persen masih berada dalam angka yang diprediksi oleh BI Jember.
"Melemahnya nilai tukar rupiah berpengaruh pada barang yang bahan baku produksinya masih ekspor seperti bahan bangunan, sehingga wajar komoditas itu menjadi salah satu menjadi penyumbang inflasi di Jember," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Komoditas utama yang mengalami deflasi pada kelompok pengeluaran bahan makanan sangat tinggi dan signifikan, sehingga mampu menekan laju inflasi beberapa kelompok menjadi deflasi di Jember," kata Kasi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jember Candra Birawa saat menggelar konferensi pers di Kantor BPS Jember, Senin.
Menurutnya komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya deflasi pada September 2018 di Jember adalah daging ayam ras yang kini berkisar Rp24.000 hingga Rp25.000 per kilogram, padahal sebelumnya sempat melambung lebih dari Rp50.000 per kilogram, kemudian komoditas yang mengalami penurunan di antaranya bawang merah, telur ayam ras, pindang asin, lele, melon, cabai rawit, dan gula pasir.
"Deflasi terjadi karena penurunan harga pada komoditas strategis mempunyai 'share' yang besar dan pengaruh yang besar pula jika terjadi gejolak harga. Berdasarkan data BPS, selama empat tahun terakhir yakni sejak 2014 hingga 2017 pada bulan September terjadi inflasi, namun pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen," katanya.
Besaran deflasi Jember pada September 2018 sebesar 0,05 persen berdasarkan kelompok pengeluaran disagregasi diebabkan oleh komponen bergejolak (volatile foods) mengalami deflasi sebesar 1,26 persen dengan sumbangan deflasi sebesar 0,26 persen.
Sedangkan pada komponen diatur pemerintah (administered) mengalami inflasi sebesar 0,31 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,07 persen, dan diikuti oleh komponen inti (core inflation) yang mengalami inflasi sebesar 0,26 persen dengan sumbangan inflasi sebesar 0,15 persen.
Dari delapan kota IHK di Jawa Timur, tiga kota mengalami inflasi dan lima kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kediri sebesar 0,20 persen, diikuti Kota Surabaya sebesar 0,15 persen, dan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Sumenep 0,02 persen.
Sedangkan lima kota yang mengalami deflasi yaitu deflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 0,49 persen, diikuti Kota Probolinggo sebesar 0,32 persen, Kota Malang sebesar 0,31 persen, Kota Madiun sebesar 0,12 persen, dan deflasi terendah terjadi di Kabupaten Jember sebesar 0,05 persen.
Pada bulan September 2018, Jawa Timur mengalami deflasi sebesar 0,01 persen dan nasional mengalami deflasi sebesar 0,18 persen, sehingga deflasi Jember berada di bawah nasional, namun diatas Jatim.
"Kami imbau Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tidak lengah dengan deflasi yang terjadi selama dua bulan terakhir di Jember, sehingga berbagai langkah antisipasi terjadinya inflasi pada bulan OKtober dapat dikendalikan," ujarnya.
Sementara perwakilan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dari Bank Indonesia Jember Iqbal mengatakan deflasi bulan September 2018 sebesar 0,05 persen masih berada dalam angka yang diprediksi oleh BI Jember.
"Melemahnya nilai tukar rupiah berpengaruh pada barang yang bahan baku produksinya masih ekspor seperti bahan bangunan, sehingga wajar komoditas itu menjadi salah satu menjadi penyumbang inflasi di Jember," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018