Surabaya (Antaranews Jatim) - DPRD Kota Surabaya, Jatim menyatakan keprihatinannya atas adanya kekerasan yang dilakukan Kepala SMKN 1 Surabaya Bahrun yang diduga telah menampar tiga siswanya beberapa hari lalu.
     
"Kami prihatin adanya kekerasan di sekolah. Apalagi ini menimpa anak inklusi yang memiliki kekurangan. Mestinya anak-anak itu dilindungi dan dibina dengan baik bukan mala dikasari," kata Ketua DPRD Surabaya Armuji usai melakukan kunjungan ke SMKN 1 Surabaya, Kamis.
     
Menurut dia, jika ada guru, apalagi kepala sekolah yang melakukan kekerasan terhadap siswanya khususnya siswa inklusi, menunjukkan bahwa mereka tidak telaten mendidik anak didiknya.
     
Meski pengelolaan SMA/SMK saat ini ada pada Pemerintah Provinsi Jatim, namun menurut Armuji selaku wakil rakyat tetap memberikan perhatian kepada para siswa mengingat mereka adalah warga Surabaya.   
     
"Kami ingin mengetahui warga Surabaya dilindungi," ujarnya.
     
Armuji juga berharap agar Pemerintah Provinsi Jatim maupun DPRD Jatim ikut turun tangan menyelesaikan persoalan ini agar menjadi perhatian bagi kalangan guru lainnya agar tidak melakukan kekerasan terhadap siswanya.    
     
Saat ditanya apakah Pemkot Surabaya perlu ikut membantu penanganan kasus tersebut, Armuji menegaskan secara kelembagaan tidak perlu karena sudah menjadi kewenangan Dinas Pendidikan Jatim.
     
Orang tua siswa SMKN 1 Surabaya M Rayhan Alifian, Budi Sugiharto sebelumnya menjelaskan kejadian tersebut berawal saat dirinya menerima telepon dari anaknya bahwa telah ditampar oleh kepala sekolah hingga kacamatanya terlepas tanpa alasan yang jelas.
     
"Anak saya itu inklusi, saya minta kepala sekolah ini untuk mundur karena kasihan anak-anak ini. Tidak pantas lah kepala sekolah berbuat kasar. Jadi saya mohon pak Bahrun untuk keikhlasanya mundur," katanya.
     
Selain Rayhan, dua siswa lain yakni Mochammad Zulfikarnaen dan Zidan juga ditampar dan dijambak. "Anak saya baru kali ini mengalami. Saya khawatir anak trauma tidak mau sekolah makanya minta kepala sekolahnya mundur," ucapnya.
     
Salah satu siswa yang menjadi korban Mochammad Zulfikarnaen mengatakan kejadian ini terjadi ketika ia dan teman-temannya selesai mengerjakan ujian. Karena ujian tertulis pelajaran pendidikan Jasmasi?
     
"Separuh anak memang keluar sebelum jam berakhir, jadinya saya mau minta maaf waktu kepala sekolah teriak negur. Malah tangan saya dipukul dua kali sambil diteriaki bahasa jawa disuruh masuk kelas," katanya.
     
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 1 Surabaya Asslamet meminta maaf atas kejadian itu. Ia menegaskan kejadian itu baru pertama kali terjadi.
     
"Kami menerapkan sistem disiplin kasih sayang. Sekeras apapun penyampaian ucapan tetap kita sayang karena merupakan amanah dari orang tua. Saya yakin ini khilaf," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018