Surabaya (Antaranews Jatim) - Bank Sampah Induk yang berada di Ngagel, Kota Surabaya, Jatim untuk sementara waktu menolak penukaran botol plastik dengan tiket Bus Suroboyo karena masih menunggu peraturan wali kota yang mengatur soal nilai ekonominya.
     
Humas Bank Sampah Induk Ngagel Nurul Hasanah, di Surabaya, Minggu, mengaku tidak berani menerima penurakan botol plastik karena belum mengetahui aturan untuk pertanggungjawaban uang penjualan botol palastik itu nanti.
     
"Hasil itu disetorkan kemana kalau tidak ada perwali. Itu lumayan buat kami," katanya.
     
Nurul menjelaskan kerja sama penukaran botol plastik dengan tiket Bus Suroboyo antara Pemkot Surabaya dengan Bank Induk Sampah di bawah Yayasan Bina Bakti Lingkungan, dilakukan sejak bus itu dikenalkan ke masyarakat. 
     
Hanya saja, lanjut dia, tiga pekan kemudian kerja sama itu dihentikan oleh Pemkot Surabaya karena menunggu adanya Perwali Surabaya yang mengaturnya.
     
"Sekarang ini kami masih menyimpan sekitar 500 kg botol penukaran tiket. Semuanya tercatat dengan baik. Kami tidak berani menjualnya. Kalau pemkot mau mengambil silahkan," kata Nurul.
     
Kondisi serupa juga terjadi di beberapa bank sampah induk yang diajak kerja sama oleh Pemkot Surabaya. Bank Sampah Induk yang diajak pemkot untuk penukaran botol plastik dengan tiket Bus Suroboyo ada sekitar lima lokasi.
     
"Bahkan rencananya tidak hanya bank sampah induk yang diajak bekerja sama, melainkan juga di tingkat unit," ujar Nurul.
     
Botol plastik yang ditukaran warga bervariasi bentuk dan jenisnya, sehingga Nurul tidak bisa menaksir berapa nilai ekonomisnya kalau dijual.
     
Salah seorang warga Pucang, Taruli mengaku kecewa setelah niatnya untuk menukarkan botol plastik dengan tiket Bus Suroboyo ditolak pengelola Bank Sampah Induk Ngagel.
     
"Ini baru pertama kali mencoba. Saya tahunya bisa menukarkan di sini dari media sosial. Tapi kenapa di medsos tidak dijelaskan kalau sekarang tidak bisa," katanya. 
     
Taruli menyambut baik adanya program dai Pemkot Surabaya selama itu bisa diolah dengan baik. "Tapi kalau sampah ini numpuk ya tidak bagus," 
katanya.
     
Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya Achmad Zakariya sebelumnya menyarankan pemkot segera mengajukan pembahasan aturan yang bisa menjadi payung hukum bagi operasional Suroboyo Bus itu.
     
"Suroboyo merupakan aset Pemkot, maka harus ada payung hukum yang menaungi opersionalnya," ujarnya.
     
Selain itu, lanjut dia, pihaknya menyarankan agar pemkot membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) operasional Bus Suroboyo. 
     
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan kehadiran Suroboyo Bus diharapkan mampu mengurangi volume kendaraan di Surabaya. Saat ini, menurut Risma, volume kendaraan di Surabaya terus meningkat dari tahun ke tahun.  
     
"Oleh karena itu, transportasi massal merupakan alternatif yang dinilai tepat mengurangi kepadatan kendaraan," kata Risma.
     
Selain mengatasi kemacetan, Risma juga menuturkan bahwa Bus Suroboyo bermanfaat untuk mengurangi jumlah sampah plastik di Surabaya karena penumpang tidak perlu membayar dengan uang, melainkan sampah plastik. 
     
"Bagi penumpang yang akan naik harus membawa 5 botol ukuran tanggung, 3 botol besar, 10 gelas air mineral, kantong plastik (kresek) dan kemasan plastik," katanya. (*)
 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018