Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Tim Mahasiswa Pecinta Alam (Mahipal) Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban, Jawa Timur, belum memetakan seluruh lokasi Goa Temu Giring di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singahan, yang ditemukan beberapa bulan lalu.
"Kami baru bisa memetakan sekitar 20 persen dari seluruh kawasan goa," kata Kepala Divisi Alam Bebas Mahipal Tuban Kharisma Yuda, di Tuban, Rabu.
Mahipal, menurut dia, akan kembali menelusuri Goa Temu Giring untuk memetakan, karena dalam pemetaan yang dilakukan pada 6-9 Juli dan 26 Agustus, baru lorong utama goa. Panjang lorong utama goa yang sudah petakan sekitar 300 meter dengan ketinggian berkisar 13-15 meter.
"Di dalam goa ditemukan banyak cabang goa," ucapnya menjelaskan.
Dengan demikian, kata dia, Tim Mahipal akan kembali menelusuri goa itu, untuk melakukan pemetaan, tapi belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.
"Jajaran Mahipal masih melakukan agenda pemetaan potensi sumber mata air juga menjadi relawan di kawasan gempa Lombok," ujarnya.
Sesuai hasil pemetaan awal, lanjut dia, di dalam goa ditemukan sumber mata air, sungai bawah tanah, air terjun, juga ornamen-ornamen goa lainnya.
Pihak desa, masih menurut dia, belum tertarik menjadikan goa yang ada di bawah tanah desa sebagai objek wisata. Padahal Goa Temu Giring yang lokasinya bekas penambangan fosfat itu layak menjadi objek wisata minat khusus, karena kondisi goa cukup kuat.
"Kegiatan penambangan fosfat sudah tidak ada. Tapi tidak tertutup kemungkinan akan berjalan lagi menginggat potensi fosfat di desa setempat cukup besar. Penambangan fosfat membahayakan keamanan goa termasuk adanya pihak yang masuk ke goa kemudian membuat coretan-coretan," ucapnya menegaskan.
Tidak hanya itu, tambah aktivis Mahipal Tuban, yang juga pembina Nafikurrohman, dari hasil analisa bahwa lorong goa itu semacam salah satu aliran pipa pemasok air sekitar sungai yang juga berfungsi sebagai pemasok objek wisata air terjun Nglirip, juga di desa setempat.
"Di dalam goa memiliki potensi hidrologi, biologi, sungai bawah tanah. Cocok untuk wisata minat khusus," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami baru bisa memetakan sekitar 20 persen dari seluruh kawasan goa," kata Kepala Divisi Alam Bebas Mahipal Tuban Kharisma Yuda, di Tuban, Rabu.
Mahipal, menurut dia, akan kembali menelusuri Goa Temu Giring untuk memetakan, karena dalam pemetaan yang dilakukan pada 6-9 Juli dan 26 Agustus, baru lorong utama goa. Panjang lorong utama goa yang sudah petakan sekitar 300 meter dengan ketinggian berkisar 13-15 meter.
"Di dalam goa ditemukan banyak cabang goa," ucapnya menjelaskan.
Dengan demikian, kata dia, Tim Mahipal akan kembali menelusuri goa itu, untuk melakukan pemetaan, tapi belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.
"Jajaran Mahipal masih melakukan agenda pemetaan potensi sumber mata air juga menjadi relawan di kawasan gempa Lombok," ujarnya.
Sesuai hasil pemetaan awal, lanjut dia, di dalam goa ditemukan sumber mata air, sungai bawah tanah, air terjun, juga ornamen-ornamen goa lainnya.
Pihak desa, masih menurut dia, belum tertarik menjadikan goa yang ada di bawah tanah desa sebagai objek wisata. Padahal Goa Temu Giring yang lokasinya bekas penambangan fosfat itu layak menjadi objek wisata minat khusus, karena kondisi goa cukup kuat.
"Kegiatan penambangan fosfat sudah tidak ada. Tapi tidak tertutup kemungkinan akan berjalan lagi menginggat potensi fosfat di desa setempat cukup besar. Penambangan fosfat membahayakan keamanan goa termasuk adanya pihak yang masuk ke goa kemudian membuat coretan-coretan," ucapnya menegaskan.
Tidak hanya itu, tambah aktivis Mahipal Tuban, yang juga pembina Nafikurrohman, dari hasil analisa bahwa lorong goa itu semacam salah satu aliran pipa pemasok air sekitar sungai yang juga berfungsi sebagai pemasok objek wisata air terjun Nglirip, juga di desa setempat.
"Di dalam goa memiliki potensi hidrologi, biologi, sungai bawah tanah. Cocok untuk wisata minat khusus," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018