Jakarta (Antara) - Beberapa informasi mengenai adanya isu kenaikan harga-harga sembako di Yahukimo pedalaman Papua diputarbalikan oleh oknum-oknum tanpa menggunakan data valid dari lembaga resmi.

Informasi tersebut seperti mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai menyatakan kalau harga-harga sembako melambung tinggi yang mengaku dari sumber seorang penambang anonim.

Pigai menyebut kalau harga BBM berkisar Rp150 ribu perliter, padahal pemerintah sendiri telah membuat program BBM satu harga di daerah perbatasan, Komitmen PT Pertamina dalam menjalankan tugas yang diberikan pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait program BBM satu Harga di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di seluruh wilayah Indonesia termasuk Yahukimo.

Pengamat energi ekonimi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi saat dihubungi menyatakan kalau hal-hal yang disebutkan Natalius Pigai tidak memiliki data valid. "Kalau ada kenaikan seperti itu pasti akan mempengaruhi inflasi secara nasional dan itu pasti data tidak mendasar," ucap Fahmy.

Lebih lanjut dikatakan Fahmy kalau data kenaikan bersumber dari beberapa orang itu tidak mendasar."Saya menduga itu bagian dari tahun politik yang tujuannya untuk menurunkan elektabilitas pemerintahan Jokowi. Seperti beberapa waktu lalu SBY menyebut angka kemiskinan dari data Bak Dunia, padahal kita memakai data BPS yang menyebut angka kemiskinan turun, itu semacam diplintir," jelasnya.

Pernyataan Natalius Pigai yang oposisi ini jelas sekali memplintir data BPS untuk kepentingan politiknya, fakta lain mengenai BBM satu harga di Kabupaten Pegunungan Bintang dengan Ibu kota Oksibil ini adalah dengan Pertamina membangun SPBU di Lobo Balia, Pegunungan Bintang yang merupakan titik 39 dari 54 titik program BBM satu harga.

Sepertinya Natalius Pigai ini tidak mencatat dan merespon dengan program tersebut dengan turun langsung ke Kabupaten Pegunungan Bintang dan dirinya hanya mendapat informasi sesat atau informasi masa lalu di pegunungan Bintang yang pada waktu itu BBM harga Rp 50 ribu-Rp 100 ribu perliter dan saat ini harga BBM sama dengan wilayah lain di Indonesia.

"Sekali lagi program BBM satu harga ini harganya sama dan kalaupun ada kenaikan karena ongkos angkut hanya berkisar Rp10 ribu tidak sampai ratusan ribu," tambah Fahmy.

Fakta lainya adalah Perum Bulog mengembangkan program bisnis dengan konsep pemberdayaan masyarakat berskala mikro-kecil sebagai salah satu upaya untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan pangan pokok dengan nama Rumah Pangan Kita (RPK).

RPK mendekatkan titik distribusi pangan pada masyarakat luas, memberikan jaminan kualitas bahan pangan serta kepastian dan kesamaan harga pada tingkat konsumen. Setiap komoditas dan barang yang ada di RPK memiliki harga eceran tertinggi (HET) yang bisa di jangkau masyarakat secara langsung.

Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai dari pengembangan RPK adalah stabilitas ketersediaan (pasokan) dalam rentang daya beli masyarakat.
Data perkembangan RPK di Papua mengalami kenaikan dari bulan ke bulan, pada Januari ada 467 RPK kini di Agustus mencapai 775 RPK di Papua.

Dengan berkembangnya jaringan Rumah Pangan Kita di Indonesia khususnya di Papua, secara tidak langsung mempengaruhi pergerakan harga di pasar. Dengan jaminan ketersediaan yang aman serta harga yang terjangkau, masyarakat bisa mendapatkan pangan pokok yang berkualitas secara mudah di RPK terdekat.

Putaran bisnis berskala kecil dengan frekuensi tinggi dapat menahan pengurasan sumberdaya ekonomi masyarakat (perdesaan), menahan marjin usaha di tingkat lokal dan membantu distribusi kegiatan ekonomi dengan menumbuhkan pelaku usaha baru yang berkelanjutan.


Data perkembangan harga di Papua berdasarkan hasil pemantauan petugas dilapangan seperti beras saat ini tercatat berkisar Rp12.800 per Kg, Gula pasir Rp15.200 per Kg dan tepung terigu Rp10.200 per Kg.(*)

Pewarta: Hanni Sofia

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018