Surabaya (Antaranews Jatim) - Industri rokok meminta pemerintah mempertimbangkan daya beli masyarakat yang saat ini kurang baik sebelum mengambil kebijakan untuk menaikkan cukai tembakau.

"Kenaikan itu harus mempertimbangkan daya beli masyarakat yang saat ini kurang baik. Memang pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo ini cukup baik tapi industri retail turun dan yang lagi naik adalah e-commerce," kata HRD dan GA Manager PT. KT&G Indonesia Eka N. Tangkere di sela diskusi-panel "Prospek dan Tantangan dalam Pertembakauan: Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (Domestik dan Internasional) dan Dampak Ekonomi-Tenaga Kerja" di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, Selasa.

Eka menyatakan, industri tidak pernah menolak dan alergi terhadap kebijakan kenaikan cukai tembakau. Tapi pihaknya meminta semacam tenggang waktu supaya industri tembakau yang cukup banyak ini tetap hidup. Jangan sampai ada stagnansi.

"Harapan industri tembakau dengan kegiatan ini ada hasil yang objektif dari pengambil kebijakan untuk menentukan regulasi seperti apa yang bisa berlaku adil bagi semua," kata dia.

Saat ini penyerapan tenaga kerja di industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) memang banyak namun faktanya pangsa pasar turun. Untuk itu menurut Eka, pemerintah perlu mengenjot industri Sigaret Kretek Mesin (SKM) untuk lebih menyerap tenaga kerja terbuka.

Sementara itu, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Setdaprov Jawa Timur, Fattah Jasin mengungkapkan, dari tahun ke tahun setoran cukai dari Jatim ke pemerintah terus naik. Tahun ini sendiri Jatim menyetorkan Rp80 triliun. Jumlah itu naik Rp1,3 triliun dibanding tahun lalu yang Rp79 triliun.

"Itu kalau Undang-Undangnya memungkinkan dari pemerintah, pembangunan kita harusnya sudah tidak ada kendala. Jalan selesai, lintas selatan selesai. Tapi karena hanya dapat 2 persen, Jatim hanya kebagian Rp1,2 triliun," kata Fattah.

Meski begitu, dia mengakui dari hasil cukai tembakau itu tingkat pengangguran di Jatim menurun dari 4 persen menjadi 3,5 persen. Angka kemiskinan juga menurun dari 11,4 menjadi 10 sekian.

Hasil dari cukai tembakau juga digunakan untuk pembinaan industri rokok. Di Jatim sendiri, sambung Fattah, hampir ada 3-4 ribu industri kecil yang perlu tetap dijaga. Penggaran juga untuk peningkatan kualitas tembakau.

Selain itu, dengan bertambahnya anggaran, dulu di Jatim hanya ada 20 kabupaten yang punya tanaman tembakau. Saat ini sudah hampir 29 kabupaten/kota yang punya tanaman tembakau. Petani juga diberi dana dari hasil cukai tersebut.

"Pembinaan industri menjadi prioritas. Industri yang diprioritaskan kecil dan menengah. Kita harus memberantas cukai ilegal bekerja sama dengan kantor Bea dan Cukai. Dana di kabupaten kota juga ada, provinsi ada sehingga dalam memberantas cukai ilegal," ucapnya.

Peneliti di FE Unair Bambang Eko Afiatno kegiatan ini dilaksanakan supaya kenaikan cukai tembakau adil untuk semua golongan baik industri kecil, menengah dan besar.

"Lebih penting adalah penggunaan bahan baku termasuk ketenagakerjaan. Makanya diskusi ini melibatkan semua aspek, baik dari pemerintah maupun dari pelaku usaha dan petani," ujarnya.

Bambang menilai pertembakauan adalah komoditas yang selalu terjadi pro dan kontra. Namun perguruan tinggi harus objektif untuk menangkap semua kepentingan supaya dapat pemikiran yang jernih.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018