Trenggalek (Antaranews Jatim) - Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak mengajak warganya untuk mengenang jasa Ki Ageng Menaksopal sebagai Bapak Pertanian sekaligus Bapak Infrastruktur, saat ribuan petani setempat menggelar ritual Bersih Dam Sungai Bagong, Jumat.

"Kanjeng Adipati Menaksopal bukan saja merupakan Bapak Pertanian bagi masyarakat Trenggalek, tapi juga Bapak Pembangunan, Bapak Infrastruktur," kata Bupati Emil mengawali pidatonya jelang ritual "nyadran" atau larungan kepala kerbau dewasa ke dasar sungai Dam Bagong, Ngantru, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Jumat.

Ia lalu menjelaskan alasan penyebutan gelar Bapak Pembangunan bagi Ki Ageng Menaksopal.

Kata dia, berkat jasa dan kepemimpinan Adipati Menaksopal saat itu, sebuah infrastruktur dam bagong berhasil dibangun.

Air hasil bendung sungai bagong kemudian bisa dialirkan ke belasan desa untuk mengairi 840 hektare lebih areal persawahan di Kecamatan Trenggalek maupun Pogalan.

"Itu sebabnya beliau layak disebut Bapak Pertanian, sekaligus Bapak Pembangunan Trenggalek," tandasnya.

Banyak hal yang disampaikan dalam pidato sambutan tersebut. Emil juga berpesan kepada masyarakat untuk memakanai ritual "nyadran" Dam Bagong dalam perspektif positif, yakni membersihkan areal dam bagong dan merawatnya agar tetap memberi manfaat bagi masyarakat.

Usai pidato, Emil dan Arumi yang berpakaian adat pengantin Jawa sempat melakukan ritual tabur bunga (nyekar) ke Makam Ki Ageng Menaksopal dilanjutkan acara inti melarung kepala kerbau dengan cara dilempar ke dasar Dam Bagong.

Upacara adat bersih Dam Bagong digelar rutin setahun sekali pada Jumat Kliwon bulan Selo dalam penanggalan Jawa, sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa dan jerih payah Adipati Menak Sopal ini kala itu.

Tradisi Nyadran dicirikan dengan menyembelih kerbau, lalu kepalanya dilarung sebagai tumbal (adat: pengorbanan) dalam sebuah keyakinan tradisional yang sakral akan adanya kekuatan gaib yang mengendalikan keseimbangan, keselamatan dan kemakmuran rakyat.

Hewan kerbau sendiri dipilih sebagai pengganti gajah putih, yang dalam hikayah setempat diyakini sebagai hewan yang dikorbankan Ki Ageng Menaksopal dalam proses pembangunan Dam Bagong.

Ki Ageng Menaksopal saat itu dalam misi agama meng-Islamkan masyarakat Trenggalek. Ia lalu mencari cara, salah satunya dengan membangun infrastruktur bendung di Sungai Bagong, Kelurahan Ngantru agar bisa "menyentuh" banyak petani saat itu.

Sebab, kebutuhan air untuk pertanian waktu itu vital, mengingat areal sawah masyarakat kala itu adalah sawah tadah hujan, sehingga diperlukan dam untuk petani bisa bercocok tanam di sepanjang musim.

Akhirnya, mulailah Adipati Menak Sopal membangun bendungan di Kedung Bagongan.

Namun sayangnya usaha ini selalu gagal. Bangunan yang dibuat selalu runtuh.

Karena terus mengalami kegagalan, Ki Ageng Menak Sopal akhirnya meminta petunjuk kepada sang ayah Menak Srabah penguasa Kedung Mbagongan.

Hasilnya, untuk bisa mewujudkan bangunan tersebut Menaksopal diminta menyembelih seekor gajah berwarna putih di lokasi pembangunan.

Gajah sendiri merupakan simbol dari sebuah kekuatan, sedangkan putih sendiri merupakan simbul kesucian.

Singkat cerita, dengan menyembelih Gajah putih ini Dam Bagong akhirnya dapat dibangun dan mengaliri sawah sampah sampai sekarang. (*)
 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018