Surabaya (Antaranews Jatim) - Pengembang Apartemen Darmo Hill menyepakati keinginan warga Dukuh Pakis, Kota Surabaya, Jatim, berupa tali asih sebagai dampak dari pembangunan apartemen senilai Rp6,2 miliar secara bertahap.
     
"Intinya kami sudah sepakat, tapi pembayarannya persatu tower, bukan semuanya dibayar dimuka," kata Direktur PT. Lamicitra Nusantara Priyo Setiabudi saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya, Jumat.
     
Menurut dia, pihaknya tidak menolak pemberian tali asih kepada warga. Hanya saja, lanjut dia, pihaknya tidak bisa memberikan langsung atau di awal pembangunan apartemen sebagaimana yang diminta warga selama ini.
     
Priyo mengatakan selama ini tuntutan warga Dukuh Pakis itu terlalu terburu-buru karena pihaknya belum melakukan aktivitas pembangunan apapun. 
     
"Kami sudah menyadari bahkan menyiapkan program itu. Semua permintaan itu akan kami penuhi semua," lanjut Priyo.
     
Sementara itu, Ketua Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri menyambut baik kesanggupan dari pihak PT Lamicitra Nusantara selaku pengembang. 
     
"Pengembang sudah menyanggupi tuntutan warga. Semua sudah sepakat. Namun pemberian tali asih itu dibayar pertower. Ini sudah bagus ada titik temu," ujarnya.
     
Syaifudin menambahkan, pihaknya berharap agar warga juga bisa menerima kesepakatan itu, dan pengembang bisa menjalankan kewajibanya dengan baik.
     
"Kami siap bertanggung jawab jika pengembang tidak melakukan kewajibanya kepada warga," ujarnya. 
     
Sementara itu, perwakilan warga Dukuh Pakis sekaligus Ketua Tim 9, Suparno mengatakan pihaknya akan berunding lagi dengan seluruh warga Dukuh Pakis yang terdampak mulai dari RW 2, RW 5 dan RW 6, terkait dengan pembayaran tali asih yang dilakukan secara bertahap.
     
"Kami akan berbicara lagi dengan warga karena tuntutan kami semula adalah pembayaran terhadap pembangunan tujuh tower senilai Rp6,2 miliar yang dibayar dimuka" kata Suparno.
     
Suparno sebelumnya mengatakan akibat pembangunan apartemen, warga Dukuh Pakis terkena dampak pembangunan berupa debu proyek, mengalami kebisingan dan tembok retak. 
     
Selian itu, lanjut dia, proyek tersebut belum mengantongi izin dari instansi terkait. "Proyek itu baru dihentikan oleh Pemkot Surabaya pada 9 Juli.  Padahal proyek itu sudah berjalan 10 bulan," kata Suparno.
     
Untuk itu warga menuntut kompensasi senilai Rp6,2 miliar dengan alasan warga terdampak mencapai 1.020 kepala keluarga. Selain itu, apartemen yang dibangun sebanyak tujuh tower menghimpit perkampungan. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018