Kediri (Antaranews Jatim) - Dinas Kesehatan Kota Kediri, Jawa Timur akan memanfaatkan dana cukai untuk mengasuransikan warga di daerah itu sebagai bagian dari program pemkot memberikan jaminan kesehatan.
"Jadi, sesuai peraturan menkeu, dana DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) minimal 50 persen untuk jaminan kesehatan masyarakat. Salah satunya 'universal coverage', masyarakat akan diasuransikan lewat BPJS dengan dana DBHCHT," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Fauzan Adima di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan peraturan itu memang baru diputuskan pada 2018 sehingga belum bisa diterapkan secara langsung, sebab untuk pengurusan program dibuat pada tahun sebelumnya. Pemerintah kota baru akan merealisasikan pada Tahun Anggaran 2019.
Program pemanfaatkan DBHCHT tersebut, kata dia, juga dipastikan bisa lebih luwes. Sejak dua tahun terakhir tepatnya pada 2016 dan 2017, untuk alokasi DBHCHT, yakni minimal 50 persen untuk lima program wajib dan maksimal 50 persen alokasi untuk program prioritas daerah.
Ia menambahkan nantinya yang akan mendapatkan asuransi itu adalah seluruh warga yang mempunyai KTP Kota Kediri, namun untuk sementara adalah mereka yang termasuk warga kurang mampu.
"Harapannya semua warga Kota Kediri asalkan mau didaftarkan kelas tiga. Nanti untuk pemanfaatkan pada 2019," kata dia.
Fauzan menambahkan pemerintah juga akan kembali melakukan survei untuk keperluan verifikasi serta validasi.
Untuk program verifikasi serta validasi akan melibatkan dinas sosial. Bagi warga Kota Kediri, terutama yang kurang mampu dan belum terdaftar ikut BPJS akan dimasukkkan data mereka untuk ikut dalam program tersebut.
"Kami akan lakukan verifikasi dan validasi, mana yang belum punya KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau belum. Nanti akan didaftarkan lewat DBHCHT tersebut dan untuk penerima jamkesda (jaminan kesehatan daerah) sedikit akan berkurang dan dialihkan," kata dia.
Dinkes pada 2018 ini menganggarkan untuk 18 ribu warga dalam program jamkesda tersebut. Besar anggaran untuk program jamkesda pada 2018 sekitar Rp5 miliar. Jumlah penerima pada 2018 naik ketimbang sebelumnya, yakni sekitar 15 ribu penerima.
Namun, untuk kepastian anggaran program jaminan kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan DBHCHT tersebut masih belum ada pembicaraan lebih lanjut. Terlebih lagi, belum diketahui anggaran itu akan melekat di instansi mana saja, terkait anggaran kesehatan.
"Kalau dana cukai Dinas Kesehatan dengan RSUD Gambiran Kediri sekitar Rp12 miliar. Namun, untuk program JKN yang anggaran kesehatan akan dimasukkan ke SKPD lain atau dinas kesehatan kami belum tahu, sebab melekatnya teknis. Bappeda juga bisa, bagian kesra bisa," kata dia.
BPJS Kesehatan mencatatkan pendapatan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sepanjang 2017 mencapai Rp74,25 triliun. Adapun jumlah peserta JKN-KIS 187,9 juta jiwa.
Total pengeluaran mencapai Rp84 triliun, yang artinya keuangan BPJS Kesehatan masih mengalami defisit sekitar Rp9,75 triliun. Pada 2016, perusahaan juga mencatatkan defisit Rp9,7 triliun.
Penggunaan DBHCHT untuk program JKN telah disampaikan Menteri Keuangan karena terjadinya defisit dari BPJS Kesehatan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Jadi, sesuai peraturan menkeu, dana DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) minimal 50 persen untuk jaminan kesehatan masyarakat. Salah satunya 'universal coverage', masyarakat akan diasuransikan lewat BPJS dengan dana DBHCHT," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Fauzan Adima di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan peraturan itu memang baru diputuskan pada 2018 sehingga belum bisa diterapkan secara langsung, sebab untuk pengurusan program dibuat pada tahun sebelumnya. Pemerintah kota baru akan merealisasikan pada Tahun Anggaran 2019.
Program pemanfaatkan DBHCHT tersebut, kata dia, juga dipastikan bisa lebih luwes. Sejak dua tahun terakhir tepatnya pada 2016 dan 2017, untuk alokasi DBHCHT, yakni minimal 50 persen untuk lima program wajib dan maksimal 50 persen alokasi untuk program prioritas daerah.
Ia menambahkan nantinya yang akan mendapatkan asuransi itu adalah seluruh warga yang mempunyai KTP Kota Kediri, namun untuk sementara adalah mereka yang termasuk warga kurang mampu.
"Harapannya semua warga Kota Kediri asalkan mau didaftarkan kelas tiga. Nanti untuk pemanfaatkan pada 2019," kata dia.
Fauzan menambahkan pemerintah juga akan kembali melakukan survei untuk keperluan verifikasi serta validasi.
Untuk program verifikasi serta validasi akan melibatkan dinas sosial. Bagi warga Kota Kediri, terutama yang kurang mampu dan belum terdaftar ikut BPJS akan dimasukkkan data mereka untuk ikut dalam program tersebut.
"Kami akan lakukan verifikasi dan validasi, mana yang belum punya KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau belum. Nanti akan didaftarkan lewat DBHCHT tersebut dan untuk penerima jamkesda (jaminan kesehatan daerah) sedikit akan berkurang dan dialihkan," kata dia.
Dinkes pada 2018 ini menganggarkan untuk 18 ribu warga dalam program jamkesda tersebut. Besar anggaran untuk program jamkesda pada 2018 sekitar Rp5 miliar. Jumlah penerima pada 2018 naik ketimbang sebelumnya, yakni sekitar 15 ribu penerima.
Namun, untuk kepastian anggaran program jaminan kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan DBHCHT tersebut masih belum ada pembicaraan lebih lanjut. Terlebih lagi, belum diketahui anggaran itu akan melekat di instansi mana saja, terkait anggaran kesehatan.
"Kalau dana cukai Dinas Kesehatan dengan RSUD Gambiran Kediri sekitar Rp12 miliar. Namun, untuk program JKN yang anggaran kesehatan akan dimasukkan ke SKPD lain atau dinas kesehatan kami belum tahu, sebab melekatnya teknis. Bappeda juga bisa, bagian kesra bisa," kata dia.
BPJS Kesehatan mencatatkan pendapatan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sepanjang 2017 mencapai Rp74,25 triliun. Adapun jumlah peserta JKN-KIS 187,9 juta jiwa.
Total pengeluaran mencapai Rp84 triliun, yang artinya keuangan BPJS Kesehatan masih mengalami defisit sekitar Rp9,75 triliun. Pada 2016, perusahaan juga mencatatkan defisit Rp9,7 triliun.
Penggunaan DBHCHT untuk program JKN telah disampaikan Menteri Keuangan karena terjadinya defisit dari BPJS Kesehatan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018