Surabaya,  (Antaranews Jatim) - Sekitar pukul 23.10 WIB, Kamis (5/7), suasana Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara Pilkada Jatim di Surabaya yang digelar di lantai tiga kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya Jalan Adityawarman, Surabaya terlihat tegang.

 Komisioner KPU Surabaya Nurul Amalia selaku pimpinan rapat pleno sempat menghentikan sementara rekapitulasi penghitungan suara karena adanya protes dari saksi pasangan nomor urut dua Cagub-Cawagub Jatim Gus Ipul-Puti, Sukadar.

Sukadar meminta agar Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tambaksari mengambil kotak suara untuk membuka formulir C7 di TPS 6, 7 dan 40 karena adanya dugaan perbedaan jumlah surat suara di dalam kotak dengan jumlah pemilih yang mencoblos.

  "Kami turuti saja, meskipun sebenarnya kami juga sudah lelah," katanya.

 Meskipun demikian, Nurul memastikan bahwa rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Jatim di Surabaya akan tetap digelar sampai tuntas hingga Jumat (6/7) dini hari. "Tidak akan ada penundaan. Pokoknya lanjut," katanya bersemangat.

" Sebetulnya, hujan protes tersebut sudah dilancarkan saksi pasangan calon nomor dua sejak awal digelar rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara untuk Kecamatan Sambikerep. 

 Saat itu, saksi pasangan calon dua, Sukadar meminta dibuka kembali formulir C1 di TPS 38 Kelurahan Lontar, Sambikerep karena adanya perbedaan perolehan suara antara data yang dimiliki dengan rekapitulasi di tingkat kecamatan Sambikerep.   

 Menanggapi hal itu, Nurul mengatakan pihaknya sudah mengecek formulir C1 TPS 38 yang dibawa saksi pasangan calon nomor dua dengan formulir C1 yang dimiliki KPU tidak ada masalah sama, termasuk juga dokumen DAA (hasil rekapitulasi suara tingkat kelurahan) dan DA1 (hasil
rekapitulasi tingkat kecamatan) sama.

 "Apa yang dipermasalahkan, ternyata ketemu entri data yang dilakukan saksi pasangan calon dua tidak sama. Mereka membuat entri sendiri tidak sama dengan hasil rekapitulasi KPU," katanya.

* Menurut dia, semua dokumen yang dimiliki KPU Surabaya resmi dilakukan secara berjenjang dari TPS sampai tingkat kecamatan. Rekapitulasi di tingkat kecamatan ketika ada selisih dari C1, maka disaat itulah ada koreksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

 Selain itu, Sukadar juga meminta KPU membacakan hasil penghitungan di TPS 1-15 Kelurahan Pucang Sewu karena dinilai adanya pengurangan 27 suara bagi pasangan calon nomor urut.  Namun, usai dibacakan hasil penghitungan di TPS 1-15 ternyata ada kekeliruan penghitungan antara dokumen C1 dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

 Dengan berakhirnya rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Jatim untuk Kecamatan Tambaksari sekitar pukul 13.30 WIB, Jumat (6/7) dini hari, maka berakhir pula proses rekapitulasi Pilkada Jatim 2015 di tingkat KPU Surabaya.

 Adapun untuk perolehan suara pasangan Cagub-Cawagub Jatim nomor urut satu Khofifah-Emil meraih 579.246 suara, sementara pasangan calon nomor urut dua, Gus Ipul-Puti memeroleh 560.848 suara.

 Total suara yang masuk, baik yang sah maupun tidak sah, untuk Kota Surabaya sebanyak 1.166.484 suara. Dari jumlah itu, sebanyak 1.140.094 suara dinyatakan sah sedangkan 26.390 lainnya tidak sah.

  Setelah perhitungan suara tingkat Kota Surabaya selesai, KPU Surabaya menyerahkan hasilnya ke KPU Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan rekapitulasi pada 7 Juli 2018.

Tolak Tanda Tangan

 Meskipun KPU Kota Surabaya telah menutup Rapat Pleno Rekapitulasi Perhitungan Suara Pilgub Jatim 2018 untuk Kota Surabaya selesai pada Jumat (6/7) dini hari, namun masih ada persoalan yang tersisa dari proses yang memakan waktu lebih dari 15 jam itu.

  Hal ini dikarenakan, Sukadar selaku saksi pasangan calon nomor urut dua tetap menolak untuk menandatangani hasil rekapitulasi karena dianggap masih ada beberapa cacat administrasi yang terjadi selama proses pemungutan suara hingga rapat pleno rekapitulasi di tingkat kota.

 Ketua Badan Saksi Nasional Pemilu (BSNP) DPC PDIP Surabaya ini mengatakan sesuai pasal 25 huruf C 3 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Pilkada menyebutkan setiap masyarakat yang hadir harus membubuhkan tanda tangan. 

  "Tapi, temuan yang kami dapatkan, ada satu TPS yang tidak ada sama sekali petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang tanda tangan. Ada tanda tangan yang sama juga. Ini yang membuat kami tidak mau tanda tangan dan akan mengajukan keberatan," kata Sukadar yang biasa dipanggil Cak Kadar.

  Adapun yang lebih fatal lagi, lanjut dia, ada daftar kehadiran yang tidak ditandatangani pemilih, tapi justru ditandatangani oleh petugas KPPS di TPS 8 Tambaksari.
     
Hal ini secara otomatis menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk dibahas pada saat Rapat Pleno Rekapitulasi Perhitungan Suara Pilkada Jatim 2018 yang digelar KPU Jawa Timur pada Sabtu (7/7).
     
Selain itu, Sukadar yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya ini juga menuding Panitia Pangawas Pemilu Kota Surabaya tidak netral selama pelaksanaan Pilkada Jatim 2018 pada 27 Juni lalu.
     
"Panwaslu tidak netral, sejak awal sudah menganggap jika pasangan calon nomer urut satu itu bersih dan pasangan calon nomer urut dua tidak, bahkan dicurigai bakal berbuat kecurangan," katanya.
     
Menanggapi hal itu, Ketua Panwaslu Surabaya Hadi Margo mengatakan  perlu ada pembuktian jika panwaslu dianggap tidak netral selama pelaksanaan Pilkada Jatim di Surabaya.
     
"Jika yang dipersoalkan terkait selisih suara saat rekapitulasi suara di Kecamatan Tambaksari bisa ditelusuri dan ditanyakan pada saat rekapitulasi," katanya.
     
Sedangkan mengenai daftar kehadiran yang tidak di tandatangai pemilih, tapi di justru tanda tangani oleh petugas KPPS  di TPS 8 Tambaksari, Hadi menyarankan agar hal itu ditanyakan kepada KPU Surabaya.   
     
"Itu lebih pada pemenuhan administrasi dari KPU Surabaya," katanya.

Kekalahan Gus Ipul-Puti

Pengamat politik sekaligus CEO Initiative Institute Airlangga Pribadi Kusman menilai kemenangan pasangan Cagub dan Cawagub Jatim, Khofifah-Emil di Kota Surabaya karena warga lebih memilih figur.
     
Menurut Airlangga, semangat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada saat kampanye untuk membantu Cagub-Cawagub Jatim Gus Ipul-Puti tidak berpengaruh karena warga sadar siapapun yang menang Risma tetap jadi wali kota, bukan jadi gubernur.
     
Meski demikian, dosen Departemen Politik Universitas Airlangga ini menilai mesin partai politik pengusung bukan berarti tidak jalan dan tidak bekerja keras, melainkan Pilkada Jatim 2018 kali ini lebih memilih figur. 
     
Selain itu, lanjut dia, berdasarkan data dari Kompas tidak semua partai pendukung Gus Ipul-Puti solid dalam memberikan dukungan.  Hal ini dibuktikan dengan tidak ada yang mencapai angka 65 persen pendukung pasangannya.  
     
Namun hal itu bukan selalu berarti mesin partai pendukung Gus Ipul-Puti tidak jalan, tapi kejelian membaca logika elektoral yang meleset.  Popularitas dan elektabilitas Khofifah-Emil yang oleh warga hampir identik dengan figur Presiden Jokowi tidak menjadi pertimbangan elite partai untuk memilih.
   
 Mengenai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang akan memecat anggota yang tidak bekerja dalam memenangkan Pilkada 2018 di 171 daerah, Airlangga menilai itu cara Megawati untuk memberi semangat pada kadernya agar total memenangkan pasangan calon yang direkomendasi PDIP.
   
 "Jadi tidak perlu khawatir.  Bu Mega kan ya mikir loyalitas dan kerja keras kader sampai saat ini kuat," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018