Trenggalek (Antaranews Jatim) - Ribuan warga dari berbagai pelosok daerah memadati jalan-jalan kampung di wilayah Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur guna ikut merayakan kemeriahan Lebaran Ketupat yang jatuh pada H+7 Idul Fitri, Jumat.
Meningkatnya jumlah warga yang datang untuk beranjangsana membuat aparat kepolisian dan dinas perhubungan setempat melakukan pengawalan cukup ketat.
Beberapa ruas jalan raya yang biasa menjadi titik kemacetan dipasang separator hingga radius lima kilometer.
Puluhan petugas juga dikerahkan untuk berjaga dan melakukan pengaturan, dibantu petugas sipil dan panitia acara Lebaran Ketupat di masing-masing desa.
"Kalau ada acara lain, seperti pawai taaruf dengan mengarak `tumpeng kupat` (ketupat) itu acara tambahan yang diinisasi warga desa. Tapi bukan itu esensi dari tradisi Lebaran ketupat yang sudah berkembang puluhan tahun di sini," kata pengasuh Ponpes Babul Ulum KH Abdul Fattah Mu`in di Trenggalek.
Ia menuturkan, "kupatan" atau Lebaran Ketupat di wilayah Durenan sudah menjadi trdisi turun-temurun.
Diperkenalkan pertama kali oleh KH Abdul Masir pada sekitar abad XVIII. Saat itu, KH Abdul Masyir atau Mbah Mesir selepas shalat Id diundang sang Adipati (Bupati) untuk melakukan ibadah sunah puasa syawal selama enam hari, dimulai pada hari kedua Idul Fitri hingga 7 Syawal.
"Selama ritual itu Mbah Mesir tidak menggelar `open house`, dan baru menerima tamu pada H+8. Tradisi itu yang lambat laun diikuti olh para santri dan warga sekitar sehingga sekarang berkembang menjadi tradisi tahunan ini," katanya.
Budaya itu terus dipertahankan hingga sekarang. Pemerintah daerah bahkan berinisiatif melestarikannya untuk dijadikan wisata religi, karena selalu memarik minat dan perhatian ribuan warga dari berbagai pelosok daerah, termasuk dari komunitas muslim luar Jawa.
Sayang, tradisi yang sebelumnya telah berkembang dari sisi timur hingga wilayah perkotaan itu tahun ini tidak berlanjut.
Masyarakat di Kelurahan Kelutan yang biasanya menggelar pesta "Bodho Kupat" (lebaran ketupat), tahun ini nihil acara karena tidak ada sokongan dari pemerintah daerah.
"Sebenarnya ada acara kupatan ini mulai menjadi tradisi yang memasyarakat. Bahkan biasanya di Kelutan itu juga diadakan. Cuma tahun ini saya rasa dari pemerintah (daerah) yang saat ini berjalan diputuskan untuk ditiadakan," kata Emil yang pagi itu turut hadir meramaikan tradisi Bodho Kupat di Durenan, Trenggalek
Menurut Emil, tradisi kupatan bisa menjadi momentum yang cukup menarik untuk mendorong adanya gotong royong, srta bisa jadi daya tarik pariwisata.
Plt Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin yang tampak hadir dan ikut membuka pawai taaruf tanda dimulainya "Bodho Kupat" menegaskan dukungan penuh pemerintah daeah atas tradisi besar di Durenan.
"Ini tradisi luhur yang terus dipertahankan masyarakat Durenan. Melalui tradisi ini kita saling menjaga tali silaturahim di antara warga. Apalai sekarang ada kirab ketupat yang membuat suasana yang semakin meriah," kata Arifin.
Arifin juga berjanji untuk membuat gelaran Bodho Kupat tahun-tahun yang akan datang semakin meriah dengan menyelenggarakan aneka lomba hias lingkungan serta parade balon udara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Meningkatnya jumlah warga yang datang untuk beranjangsana membuat aparat kepolisian dan dinas perhubungan setempat melakukan pengawalan cukup ketat.
Beberapa ruas jalan raya yang biasa menjadi titik kemacetan dipasang separator hingga radius lima kilometer.
Puluhan petugas juga dikerahkan untuk berjaga dan melakukan pengaturan, dibantu petugas sipil dan panitia acara Lebaran Ketupat di masing-masing desa.
"Kalau ada acara lain, seperti pawai taaruf dengan mengarak `tumpeng kupat` (ketupat) itu acara tambahan yang diinisasi warga desa. Tapi bukan itu esensi dari tradisi Lebaran ketupat yang sudah berkembang puluhan tahun di sini," kata pengasuh Ponpes Babul Ulum KH Abdul Fattah Mu`in di Trenggalek.
Ia menuturkan, "kupatan" atau Lebaran Ketupat di wilayah Durenan sudah menjadi trdisi turun-temurun.
Diperkenalkan pertama kali oleh KH Abdul Masir pada sekitar abad XVIII. Saat itu, KH Abdul Masyir atau Mbah Mesir selepas shalat Id diundang sang Adipati (Bupati) untuk melakukan ibadah sunah puasa syawal selama enam hari, dimulai pada hari kedua Idul Fitri hingga 7 Syawal.
"Selama ritual itu Mbah Mesir tidak menggelar `open house`, dan baru menerima tamu pada H+8. Tradisi itu yang lambat laun diikuti olh para santri dan warga sekitar sehingga sekarang berkembang menjadi tradisi tahunan ini," katanya.
Budaya itu terus dipertahankan hingga sekarang. Pemerintah daerah bahkan berinisiatif melestarikannya untuk dijadikan wisata religi, karena selalu memarik minat dan perhatian ribuan warga dari berbagai pelosok daerah, termasuk dari komunitas muslim luar Jawa.
Sayang, tradisi yang sebelumnya telah berkembang dari sisi timur hingga wilayah perkotaan itu tahun ini tidak berlanjut.
Masyarakat di Kelurahan Kelutan yang biasanya menggelar pesta "Bodho Kupat" (lebaran ketupat), tahun ini nihil acara karena tidak ada sokongan dari pemerintah daerah.
"Sebenarnya ada acara kupatan ini mulai menjadi tradisi yang memasyarakat. Bahkan biasanya di Kelutan itu juga diadakan. Cuma tahun ini saya rasa dari pemerintah (daerah) yang saat ini berjalan diputuskan untuk ditiadakan," kata Emil yang pagi itu turut hadir meramaikan tradisi Bodho Kupat di Durenan, Trenggalek
Menurut Emil, tradisi kupatan bisa menjadi momentum yang cukup menarik untuk mendorong adanya gotong royong, srta bisa jadi daya tarik pariwisata.
Plt Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin yang tampak hadir dan ikut membuka pawai taaruf tanda dimulainya "Bodho Kupat" menegaskan dukungan penuh pemerintah daeah atas tradisi besar di Durenan.
"Ini tradisi luhur yang terus dipertahankan masyarakat Durenan. Melalui tradisi ini kita saling menjaga tali silaturahim di antara warga. Apalai sekarang ada kirab ketupat yang membuat suasana yang semakin meriah," kata Arifin.
Arifin juga berjanji untuk membuat gelaran Bodho Kupat tahun-tahun yang akan datang semakin meriah dengan menyelenggarakan aneka lomba hias lingkungan serta parade balon udara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018