Jember (Antaranews Jatim) - Sejumlah pakar dari Universitas Jember, ITS Surabaya, dan American University memaparkan tentang perlunya kebijakan strategis untuk mewujudkan visi Indonesia menuju poros maritim dunia dalam sebuah "workshop" yang digelar di Gedung Soerachman Universitas Jember, Jawa Timur, Senin.
Kegiatan yang digelar "Center for Research in Social Sciences and Humanities" (C-RiSSH) Unej mengambil tema "Indonesia`s Foreign Policy in the Indo-Pacific Maritime Rivalries" menghadirkan narasumber Vibhanshu Shekhar (American University), Prof Daniel Rosyid (ITS), Himawan Bayu Patriadi (Unej), Muhammad Iqbal (Unej) dan Abubakar Eby Hara (Unej) dengan moderator Agus Trihartono (Unej).
"Peranan Indonesia penting di kawasan, bahkan peranan sebagai negara besar bukan hanya sebagai negara menengah seperti yang selama ini dipahami banyak pihak," kata Vibhansu Sekhar dari American University.
Ia mengkaji perubahan kebijakan yang telah dilakukan Indonesia selama abad ke-21, dan kajian tersebut dituangkan dalam buku yang berjudul "A Rise of Indonesia as an Indo Pacific Power" yang menilai bangkitnya Indonesia abad ke-21 menjadi matriks strategis yang berkembang di dunia Indo Pasifik.
"Hal tersebut menuntut terciptanya kebijakan strategis untuk berbagai pihak terkait status kekuasaan Indonesia yang sedang muncul saat ini," tuturnya.
Ia mengatakan dalam mewujudkan strategi besar tersebut baik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maupun Presiden Joko Widodo mempunyai politik luar negeri yang saling melengkapi dalam kerangka aspirasi menjadi kekuatan besar Indonesia di kawasan tersebut.
"Kawasan menuntut perhatian yang lebih besar dari pembuat kebijakan untuk dapat mengembangkan perspektif terpadu yang dapat mengatasi beragam kepentingan strategis di wilayah Indo Pasifik," ujarnya.
Sementara Prof Daniel Rosyid mengatakan Indonesia membutuhkan waktu untuk dapat memposisikan diri sebagai poros maritim dunia karena mengingat adanya kesenjangan luar biasa yang dimiliki oleh Indonesia dalam berbagai kebijakan yang dibuat.
"`Mindset` mengenai Indonesia adalah negara maritim masih sangat minim diterapkan dan hal tersebut terlihat dari banyaknya kebijakan yang masih mementingkan kebijakan pada kawasan darat saja, padahal Indonesia sendiri merupakan negara maritim," ucap ahli ocean engineering ITS Surabaya.
Peneliti C-RiSSH Unej M. Iqbal menilai masih belum ada "roadmap" atau peta jalan yang terarah dan terukur dari pemerintah Indonesia, namun kebijakan poros maritim dunia yang digagas Presiden Joko Widodo masih tahap awal dan sejauh ini belum terlihat ada perubahan paradigma pembangunan karena ideologinya masih berbasis kontinental, bukan berbasis maritim.
"Yang kini masih menjadi kendala yakni laut masih merupakan halaman belakang bukan menjadi yang terdepan dan diutamakan. Sinergi antarkementerian tidak terkoordinasi efektif, bahkan postur anggaran cenderung `conntinental heavy` berparadigma landscape, bukan seascape," katanya.
Wakil Rektor I Universitas Jember Zulfikar berharap dalam "workshop" tersebut muncul gagasan baru untuk menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dapat sesuai dengan visi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.
"Kami berharap workshop kali ini dapat memberikan informasi yang tepat, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pembuatan kebijakan maritim Indonesia di kawasan Indo Pasifik yang saat ini menjadi pembahasan intensif," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Kegiatan yang digelar "Center for Research in Social Sciences and Humanities" (C-RiSSH) Unej mengambil tema "Indonesia`s Foreign Policy in the Indo-Pacific Maritime Rivalries" menghadirkan narasumber Vibhanshu Shekhar (American University), Prof Daniel Rosyid (ITS), Himawan Bayu Patriadi (Unej), Muhammad Iqbal (Unej) dan Abubakar Eby Hara (Unej) dengan moderator Agus Trihartono (Unej).
"Peranan Indonesia penting di kawasan, bahkan peranan sebagai negara besar bukan hanya sebagai negara menengah seperti yang selama ini dipahami banyak pihak," kata Vibhansu Sekhar dari American University.
Ia mengkaji perubahan kebijakan yang telah dilakukan Indonesia selama abad ke-21, dan kajian tersebut dituangkan dalam buku yang berjudul "A Rise of Indonesia as an Indo Pacific Power" yang menilai bangkitnya Indonesia abad ke-21 menjadi matriks strategis yang berkembang di dunia Indo Pasifik.
"Hal tersebut menuntut terciptanya kebijakan strategis untuk berbagai pihak terkait status kekuasaan Indonesia yang sedang muncul saat ini," tuturnya.
Ia mengatakan dalam mewujudkan strategi besar tersebut baik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maupun Presiden Joko Widodo mempunyai politik luar negeri yang saling melengkapi dalam kerangka aspirasi menjadi kekuatan besar Indonesia di kawasan tersebut.
"Kawasan menuntut perhatian yang lebih besar dari pembuat kebijakan untuk dapat mengembangkan perspektif terpadu yang dapat mengatasi beragam kepentingan strategis di wilayah Indo Pasifik," ujarnya.
Sementara Prof Daniel Rosyid mengatakan Indonesia membutuhkan waktu untuk dapat memposisikan diri sebagai poros maritim dunia karena mengingat adanya kesenjangan luar biasa yang dimiliki oleh Indonesia dalam berbagai kebijakan yang dibuat.
"`Mindset` mengenai Indonesia adalah negara maritim masih sangat minim diterapkan dan hal tersebut terlihat dari banyaknya kebijakan yang masih mementingkan kebijakan pada kawasan darat saja, padahal Indonesia sendiri merupakan negara maritim," ucap ahli ocean engineering ITS Surabaya.
Peneliti C-RiSSH Unej M. Iqbal menilai masih belum ada "roadmap" atau peta jalan yang terarah dan terukur dari pemerintah Indonesia, namun kebijakan poros maritim dunia yang digagas Presiden Joko Widodo masih tahap awal dan sejauh ini belum terlihat ada perubahan paradigma pembangunan karena ideologinya masih berbasis kontinental, bukan berbasis maritim.
"Yang kini masih menjadi kendala yakni laut masih merupakan halaman belakang bukan menjadi yang terdepan dan diutamakan. Sinergi antarkementerian tidak terkoordinasi efektif, bahkan postur anggaran cenderung `conntinental heavy` berparadigma landscape, bukan seascape," katanya.
Wakil Rektor I Universitas Jember Zulfikar berharap dalam "workshop" tersebut muncul gagasan baru untuk menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dapat sesuai dengan visi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.
"Kami berharap workshop kali ini dapat memberikan informasi yang tepat, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pembuatan kebijakan maritim Indonesia di kawasan Indo Pasifik yang saat ini menjadi pembahasan intensif," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018