Surabaya, (Antaranews Jatim) - Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Surabaya, Gu Jingqi berharap hubungan baik kedua negara RI dan RRT dalam segala bidang bisa terus terjalin dan bahkan lebih meningkat lagi, terutama melalui hubungan sosial budaya para tokoh agama, khususnya ulama/kiai dan media massa.

"Lebih banyak tokoh agama dan kalangan media yang berkunjungan dan mengetahui langsung Tiongkok lebih baik, sehingga bisa secara objektif menilai Tiongkok sekarang," kata Jingqi, saat berbuka puasa bersama kalangan media di Jatim di rumah dinas Konjen RRT di Surabaya, Kamis malam.

Menurut dia, selama ini rakyat Indonesia, khususnya Jatim lebih banyak tahu tentang Tiongkok dari (versi) media barat, tentunya syarat dengan kepentingan barat. "Kami meragukan (media barat) objektivitasnya," ucapnya, menegaskan.

Karena itu, menurut dia, pihaknya akan berupaya lebih banyak lagi mengundang media dan tokoh agam di Jatim untuk berkunjungan ke berbagai provinsi di Tiongkok, di mana ada 5 daerah otonom yang banyak dihuni oleh masyarakat beragama Islam.

"Pemerintah kami sangat menghargai warganya memeluk agama, semua pemeluk agama bebas dan hidup berdampingan di Tiongkok. Kami (pemerintah) tidak melarang warganya dalam hal agama dan keyakinan masing-masing," ujarnya, menegaskan.

Ia menjelaskan, RRT 30 tahun lalu dengan sekarang sangat berbeda, kalau dulu rakyatnya bekerja untuk pemerintah, sekarang terbalik, pemerintah bekerja untuk rakyatnya, sehingga pembangunan diutamakan untuk kesejahteraan rakyat.

"Dulu rakyat Tiongkok kalau mau mengurus surat-surat kependudukan 'dipersulit', kalau kasih (nyogok) uang, arak atau rokok baru oleh pejabat pemerintahan dilayanani dan dipercepat penyelesaiannya. Sekarang hal seperti itu tidak ada, memanfaatkan teknologi digital segala urusan terbuka dan harus selesai dalam hitungan jam, pejabat korup disikat," tuturnya sambil memperagakan dengan tangannya seolah memotong.

Ia juga bercerita tentang perkembangan Muslim di Tiongkok terkait dengan Indonesia, di mana Laksamana Cheng Ho dengan ratusan armada kapal perangnya menjelajah Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan sebagian di antaranya adalah tokoh Islam yang menyebarkan Agama Islam di pesisir Indonesia.

Itu terjadi sekitar 250 tahun sebelum orang Eropa, khususnya Belanda datang di Indonesia. Tapi kalau Laksamana Cheng Ho datang untuk berdagang dan menjalin hubungan sosial, budaya maupun ekonomi, sementara bangsa Eropa ingin menguasai dan akhirnya menjajah.

"Kami sejak dulu inginnya bekerja sama. Sekarang Tiongkok cukup maju, dan kemajuan bidang teknologi serta ekonominya ini juga ingin dikerjasamakan denga Indonesia. Kami sahabat baik Indonesia yang bisa dipercaya," ujarnya, sambil tersenyum.(*)
Video oleh Chandra HN

Pewarta: Chandra Hamdani Noor

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018