Malang (Antaranews Jatim) - Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Muhammad Ali Sya`faat menyatakan status tersangka dua Calon Wali Kota Malang yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memunculkan sikap apatis masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) mendatang.

"Kondisi ini bisa saja menjadikan masyarakat apatis dan enggan untuk menggunakan hak pilihnya karena ada kekhawatiran akan terjadi hal yang sama ke depannya, bahkan ada kemungkinan para pendukung Cawali tersangka ini memilih tidak mencoblos alias golput," katanya di Malang, Jawa Timur, Kamis.

Padahal, semua elemen terus berupaya melakukan sosialisasi dengan berbagai kegiatan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perhelatan Pilkada, baik partisipasi dalam mencoblos (memilih) maupun dalam menjaga stabilitas serta kondusifitas keamanan.

Menyinggung pengaruh status tersangka tersebut terhadap tingkat keterpilihan dalam Pilkada, Ali mengaku pasti ada, meski tidak terlalu signifikan. Calon memang kesulitan untuk mendekati warga dengan berbagai program yang ditawarkannya, sebab citra mereka sudah telanjur kurang bagus dan dicap sebagai koruptor.

"Problemnya, sebelum berkekuatan hukum tetap tidak ada penggantian Cawali. Oleh karena itu, berkaca dari beruntunnya calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena terlibat kasus dugaan korupsi maupun tindak pidana lainnya, membuka peluang diterbitkannya Peraturan pengganti Undang-Undang (Perpu)," ujarnya.

Untuk menerbitkan Perpu, lanjutnya, memang ada mekanisme dan butuh waktu panjang. "Saat ini masih ada waktu sebelum dilakukan pencoblosan 27 Juni nanti. Sekarang pun parpol pengusung bisa mengganti calonnya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang atau peraturan lainnya," katanya.

Sementara itu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang Ashari Husein mengemukakan sebelum dijatuhkan pidana berdasar keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Cawali yang ditetapkan sebagai tersangka tetap bisa mengikuti tahapan-tahapan Pilkada.

Namun, lanjut Ashari, untuk mengganti pasangan calon tidak semudah yang dibayangkan, sebab ketentuan aturannya sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, disebutkan parpol atau gabungan parpol pengusung bisa mengganti Cawali yang sudah dijatuhi hukuman pidana dan berkekuatan hukum tetap.

"Penggantian Cawali diproses sebelum H-30 pencoblosan. Kalau memang ada parpol pengusung yang ingin mengganti calonnya masih bisa diproses KPU, dengan catatan partai pengusung calon bersangkutan harus utuh, tidak ada yang menarik diri," ucapnya.

Sementara itu, tim sukses masing-masing Cawali yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni tim sukses Moch Anton dan Ya`qud Ananda Quban tetap solid dan tetap akan memperjuangkan untuk kemenangan calonnya. "Tim kami tetap solid dan akan terus memperjuangkan kemenangan pasangan Menawan (Ya`qud Ananda Qudban-Wanedi) dalam Pilkada 2018," kata juru bicara tim sukses Menawan, Dito Arief.

Cawali petahana Moch Anton dan Ya`qud Ananda Qudban (mantan Ketua Komisi B dan Fraksi Hanura-PPP DPRD Kota Malang), Rabu (21/3) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi APBD Perubahan Kota Malang 2015 oleh KPK.

Pilkada Kota Malang bakal diikuti tiga kontestan, yakni pasangan Ya`qud Ananda Qudban-Wanedi (Menawan) yang diusung koalisi PDIP, Hanura, PAN, PPP, dan didukung Partai Nasdem. Selain itu, ada pasangan pehana Moch Anton-Syamsul Mahmud (Asik) yang diusung PKB, PKS dan Gerindra.

Sedangkan pasangan ketiga adalah petahana Sutiaji-Sofyan Edy Jarwoko (SAE) yang diusung Partai Demokrat dan Partai Golkar.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018