Jakarta, (Antara) - Komisi Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada Senin di Jakarta mengatakan eksekusi mati terhadap TKI Zaini Misrin Arsyad di Arab Saudi pada Minggu (18/3) jangan sampai terulang lagi.

"Eksekusi Zaini Misrin Arsyad, jangan sampai disusul dengan eksekusi lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri," kata Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah.

Dia mengatakan setidaknya dua perempuan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi sedang dalam posisi di ujung tanduk eksekusi, walaupun negara menginformasikan berbagai upaya tengah dan telah dilakukan.

Komnas Perempuan mendorong Presiden Joko Widodo, Kementerian Luar Negeri dan organ-organ strategis lain untuk saling bersinergi menyelamatkan daftar Buruh Migran Indonesia (BMI) di Arab Saudi yang terancam hukuman mati dengan segala upaya yang maksimal.

"Kasus-kasus hukuman mati, sangat berkait erat dengan kesigapan negara untuk cepat dan gigih melindungi. Sejumlah kasus terjadi karena keterlambatan rezim masa lalu, juga alasan yang dikemukakan negara, karena terlambat atau tidak adanya notifikasi otoritas lokal pada konsuler Indonesia, di mana negara baru tahu setelah ada putusan inkracht," kata dia.

Indonesia akan semakin kehilangan justifikasi moral untuk melindungi warga negaranya di luar negeri yang terancam hukuman mati, apabila Indonesia masih gencar melakukan eksekusi di mana sejumlah kasus yang sudah dan nyaris dieksekusi, padahal terindikasi korban dengan peradilan tidak adil dan korban perdagangan orang.

Selain itu, mendesak pemerintah Arab Saudi untuk bertanggung jawab atas eksekusi Zaini, di mana yang bersangkutan masih menempuh peninjauan kembali proses hukum.

Komnas Perempuqn juga meminta PBB untuk mendesak Arab Saudi meninjau dengan cermat kasus-kasus kekerasan berbasis gender untuk jadi pertimbangan pembebasan hukuman mati, termasuk mendorong penghapusan hukuman mati di Arab Saudi dan seluruh dunia dengan penghukuman yang lebih manusiawi.

Selain itu, dia meminta pemerintah Arab Saudi meratifikasi konvensi Wina tentang relasi konsuler, yang dalam artikel 36 menyatakan bahwa otoritas lokal harus menginformasikan segera apabila ada warna negara asing yang berhadapan dengan hukum kepada konsuler warga negara tersebut.

Ketidakmauan untuk ratifikasi, menandakan rendahnya penghormatan pada negara-negara lain, juga rendahnya penghormatan pada hak dasar seseorang yang dieksekusi.(*)

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018