Surabaya (Antaranews Jatim) - Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya Obed Bima Wicandra menulis buku biografi terkait perjalanan karir dari Gubernur DKI Jakarta untuk periode 1964-1965, Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau Henk Ngantung.

Obed Bima Wicandra saat bedah buku yang dia tulis di kampus setempat, Jumat mengatakan dia menulis buku itu untuk mengembalikan pikiran sebagai bangsa bahwa tidak ada hitam putih dalam sejarah bangsa Indonesia.

Dia menilai, Henk Ngantung mencoba membuka kesadaran bahwa latar belakang apapun di Indonesia maka bisa menjadi pemimpin selama mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam memimpin serta membuat Indonesia maju.

"Bagi saya, Henk Ngantung merupakan hal yang menarik bukan saja karena kesamaan latar belakang di seni rupa namun bagaimana jalan hidup yang ditempuh oleh seorang seniman yang ditakdirkan kemudian menjadi seorang Gubernur DKI Jakarta," kata dia.

Obed menceritakan, dia sampai membayangkan bagaimana saat pria kelahiran Manado itu ditunjuk menjadi wakil gubernur dan kemudian gubernur tentu mengalami cibiran dari lawan-lawan politiknya yang menganggap hal itu sebagai tindakan ceroboh Presiden Sukarno yang memilih seorang seniman menjadi pejabat di pemerintahan.

"Catatan pers dalam bentuk berita ini kemudian memperlihatkan betapa mumpuninya seorang seniman bernama Henk Ngantung itu, bukan karena faktor kedekatannya dengan Presiden Sukarno, namun karena memang kapasitasnya untuk membenahi kota Jakarta," kata Obed.

Bagi Obed, Henk Ngantung telah meninggalkan karya yang sangat besar bagi Jakarta maupun Indonesia. Namun setelahnya, sambung dia, kiprah Henk hilang karena dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI)

Beberapa monumen besar di Jakarta lahir lewat tangan dingin Henk Ngantung. Selain itu, bagi Soekarno, Henk Ngantung dibaca sebagai orang yang bisa menerjemahkan gagasannya.

"Apakah Henk Ngantung adalah seorang PKI? Saya rasa tidak. Pemikirannya memang sosialis tapi bukan PKI walau dari organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA). Saya tidak membaca itu sebagai PKI tapi dia Soekarnois," ucapnya.

Dia menjelaskan, buku yang ditulisnya melalui riset di tahun 2011 itu lebih fokus pada kiprah Henk Ngantung saat menjadi pejabat. Bagaimana kebijakannya saat menjadi wakil gubernur dan akhirnya menjadi gubernur dan juga bagaimana kebijakaan sampai turun ke masyarakat.

"Jalan Thamrin itu dulu menjadi semacam sayembara publik, kira-kira pohon yang bagus itu apa. Kita bisa lihat sekarang bagaimana keberpihakan kepada lingkungan selama menjabat," tuturnya.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018