Surabaya (Antaranews Jatim) - Rapat dengar pendapat di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Selasa, yang membahas penertiban rumah warga di Medokan Semampir berlangsung panas setelah Ketua DPRD Surabaya Armuji dan Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto adu mulut.
Rapat dengar pendapat yang semula berlangsung interaktif antara kalanagan dewan dengan perwakilan pemerintah kota, tiba-tiba menjadi ajang debat dan nyaris terjadi kontak fisik antara Ketua DPRD Surabaya, Armudji yang hadir di dalam pertemuan itu dengan Kepala Satpol PP, Irvan Widyanto. Untungnya, beberapa petugas pamdal dan pegawai pemkot melerai keduanya.
Percekcokan bermula saat Armuji mengkritisi kebijakan pemerintah kota yang menggusur hunian warga yang berdiam di atas aset pemerintah kota, dan akan dipergunakan untuk perluasan makam. Hal itu dikarenakan penggusuran yang dilakukan seringkali tanpa disertai solusi menempatkan mereka di rumah susun terlebih dahulu.
"Sebelumnya (penggusuran) warga Keputih sampai sekarang belum ada realisasinya. Kalau di tempat di Romokalisasri, mereka kerjanya di Keputih," kata Armuji.
Armudji menegaskan semestinya pemerintah kota melibatkan kalangan dewan sebelum melakukan penertiban karena kalangan dewan merupakan wakil rakyat.
Sehingga wajar menurutnya, jika anggota dewan membela rakyat. Ia mengaku, beberapa kasus sengketa lahan bisa diselesaikan dengan melibatkan kalangan dewan. Namun, selama ini dalam beberapa kali pertemuan di keluarahan dengan warga, para anggota dewan tak pernah dilibatkan.
"Jangan tiba-tiba digusur, kemudian kalau sudah rata, baru cari solusinya, gak mungkin," kata politikus PDIP ini.
Armuji mengatakan, dirinya siap menghadang jika penggusuran terhadap warga Medokan Semampir dilakukan aparat Satpol PP. Selain mengetahui persis persoalan di Medokan Semampir, ia juga tak menghendaki Satpol PP asal gusur, tanpa ada solusi.
"Saya siap di depan masyarakat. DPRD akan membela rakyat, kita hadapi Satpol PP," katanya dengan nada tinggi.
Menanggapi itu, Kasatpol PP, Irvan Widyanto mengatakan, bahwa persoalan yang ada Medokan Semampir harus diletakkan sebagaimana mestinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Rapat dengar pendapat yang semula berlangsung interaktif antara kalanagan dewan dengan perwakilan pemerintah kota, tiba-tiba menjadi ajang debat dan nyaris terjadi kontak fisik antara Ketua DPRD Surabaya, Armudji yang hadir di dalam pertemuan itu dengan Kepala Satpol PP, Irvan Widyanto. Untungnya, beberapa petugas pamdal dan pegawai pemkot melerai keduanya.
Percekcokan bermula saat Armuji mengkritisi kebijakan pemerintah kota yang menggusur hunian warga yang berdiam di atas aset pemerintah kota, dan akan dipergunakan untuk perluasan makam. Hal itu dikarenakan penggusuran yang dilakukan seringkali tanpa disertai solusi menempatkan mereka di rumah susun terlebih dahulu.
"Sebelumnya (penggusuran) warga Keputih sampai sekarang belum ada realisasinya. Kalau di tempat di Romokalisasri, mereka kerjanya di Keputih," kata Armuji.
Armudji menegaskan semestinya pemerintah kota melibatkan kalangan dewan sebelum melakukan penertiban karena kalangan dewan merupakan wakil rakyat.
Sehingga wajar menurutnya, jika anggota dewan membela rakyat. Ia mengaku, beberapa kasus sengketa lahan bisa diselesaikan dengan melibatkan kalangan dewan. Namun, selama ini dalam beberapa kali pertemuan di keluarahan dengan warga, para anggota dewan tak pernah dilibatkan.
"Jangan tiba-tiba digusur, kemudian kalau sudah rata, baru cari solusinya, gak mungkin," kata politikus PDIP ini.
Armuji mengatakan, dirinya siap menghadang jika penggusuran terhadap warga Medokan Semampir dilakukan aparat Satpol PP. Selain mengetahui persis persoalan di Medokan Semampir, ia juga tak menghendaki Satpol PP asal gusur, tanpa ada solusi.
"Saya siap di depan masyarakat. DPRD akan membela rakyat, kita hadapi Satpol PP," katanya dengan nada tinggi.
Menanggapi itu, Kasatpol PP, Irvan Widyanto mengatakan, bahwa persoalan yang ada Medokan Semampir harus diletakkan sebagaimana mestinya.
Menurutnya, status tanah di daerah tersebut sudah jelas.
Ia menegaskan, pihaknya tak asal menggusur.
Ia menegaskan, pihaknya tak asal menggusur.
Ia berharap, saat pertemuan dengan kalangan dewan seperti saat ini dibahas solusi konkritnya. "Mumpung ini ada Ketua dewan, kita cari solusi konkrit. Jangan tiba-tiba dihadang," ujarnya.
Irvan mengatakan sebelum ada penertiban, pemerintah kota sudah melakukan sosialisasi ke warga.
Irvan mengatakan sebelum ada penertiban, pemerintah kota sudah melakukan sosialisasi ke warga.
Nantinya, apabila ada warga yang mempunyai alas hak atas tanah yang ditempati, berupa petok D atau lainnya, tingal diklarifikasi bersama-sama.
Ketua Komisi A, Herlina Harsono Njoto yang memimpin pertemuan, mengatakan, jika Satpol PP berupaya membongkar hunian yang berdiri di atas tanah pemerintah kota, semestinya dilakukan di semua lokasi, tanpa ada tebang pilih.
Ia mengaku heran, kawasan Medokan Semampir yang berdekatan dengan tempat tinggalnya justru tak mengetahui ada penggusuran. "Medokan Semampir kan tonggo omah. Yo tidak pernah dikasih tahu," katanya.
Herlina mengaku malu dengan adanya polemik penggusuran di Medokan karena beberapa kali sosialisasi dilakukan ke warga, namun kemudian baru disampaikan saat ini.
"Kalau Pemkot belum punya gambaran matang, jangan dilakukan. Jangan pakai tes gusur empat rumah dulu, kemudian berhenti," katanya.
Menurutnya, semestinya pemerintah kota menyediakan dulu rusunnya. Ia tak ingin dampak penggusuran menimbulkan kemiskinan. Ia memahami perlunya perluasan lahan makam, tetapi, tempat tinggal untuk warga yang tergusur harus dipikirkan.
Senada dengan itu, anggota komisi A lainnya, Siti Maryam menyatakan bahwa penggusuran diharapkan tak menambah jumlah angka kemiskinan di Surabaya. Menurutnya, solusinya dipikirkan terlebih dahulu, sebelum melakukan penertiban.
"Jangan belum ada solusinya ditertibkan. Mereka akan keleleran. Saya juga siap hadang jika tetap dilakukan," katanya.
Camat Sukolilo, Kanti Budiarti mengatakan banyak aset milik pemerintah kota di keputih dan Medokan Semampir yang ditempati warga tanpa ada hubungan hukum. Pihaknya melakukan penertiban, bertujuan untuk mengamankan aset. Sementara, warga yang tergusur disediakan hunian di rusun.
"Hanya memang warga ada yang menangkapnya secara positif dan negatif. Kalau mau monggo, kalau tidak ya gak apa-apa," katanya. (*)
Ketua Komisi A, Herlina Harsono Njoto yang memimpin pertemuan, mengatakan, jika Satpol PP berupaya membongkar hunian yang berdiri di atas tanah pemerintah kota, semestinya dilakukan di semua lokasi, tanpa ada tebang pilih.
Ia mengaku heran, kawasan Medokan Semampir yang berdekatan dengan tempat tinggalnya justru tak mengetahui ada penggusuran. "Medokan Semampir kan tonggo omah. Yo tidak pernah dikasih tahu," katanya.
Herlina mengaku malu dengan adanya polemik penggusuran di Medokan karena beberapa kali sosialisasi dilakukan ke warga, namun kemudian baru disampaikan saat ini.
"Kalau Pemkot belum punya gambaran matang, jangan dilakukan. Jangan pakai tes gusur empat rumah dulu, kemudian berhenti," katanya.
Menurutnya, semestinya pemerintah kota menyediakan dulu rusunnya. Ia tak ingin dampak penggusuran menimbulkan kemiskinan. Ia memahami perlunya perluasan lahan makam, tetapi, tempat tinggal untuk warga yang tergusur harus dipikirkan.
Senada dengan itu, anggota komisi A lainnya, Siti Maryam menyatakan bahwa penggusuran diharapkan tak menambah jumlah angka kemiskinan di Surabaya. Menurutnya, solusinya dipikirkan terlebih dahulu, sebelum melakukan penertiban.
"Jangan belum ada solusinya ditertibkan. Mereka akan keleleran. Saya juga siap hadang jika tetap dilakukan," katanya.
Camat Sukolilo, Kanti Budiarti mengatakan banyak aset milik pemerintah kota di keputih dan Medokan Semampir yang ditempati warga tanpa ada hubungan hukum. Pihaknya melakukan penertiban, bertujuan untuk mengamankan aset. Sementara, warga yang tergusur disediakan hunian di rusun.
"Hanya memang warga ada yang menangkapnya secara positif dan negatif. Kalau mau monggo, kalau tidak ya gak apa-apa," katanya. (*)
Video Oleh Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018