Malang (Antaranews Jatim) - Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang, Jawa Timur mulai memberlakukan sistem validasi pembayaran pajak daerah tanpa melakukan verifikasi lapangan (verlap), khususnya untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

"Selain PBB, per 1 Januari lalu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga tidak dilakukan verlap. Verlap tersebut bakal digantikan dengan sistem yang lebih bagus, yakni e-billing secara daring (online)," kata Kepala BP2D Kota Malang Ade Herawanto di Malang, Rabu.

Sistem e-billing untuk PBB dan BPHTB secara online, katanya, untuk mengurangi kontak langsung antara wajib (WP) dengan petugas pajak, termasuk pejabat di lingkungan BP2D, sehingga tercipta transparansi. "Dengan layanan itu, membuat pelayanan pajak daerah jauh lebih transparan, jujur, cepat, dan tanpa biaya tambahan apapun.

Sehingga, lanjutnya, sudah pasti aman dan tidak akan digelapkan maupun diselewengkan oleh siapapun, baik calo atau Aparatur Sipil Negara (ASN) Petugas Pajak. Namun, dalam menetapkan besaran pajak, BP2D melakukan tahapan-tahapan secara prosedural demi menjunjung azas tertib administrasi, di antaranya melakukan pemeriksaan atau penelitian lapangan langsung ke lokasi.

Sebab, BP2D tidak lagi melakukan Verlap. Yang ada hanya pemeriksaan sederhana lapangan, sebagaimana diatur dalam Perda No 15 Tahun 2010 Pasal 32. Dasar Pemeriksaan/Penelitian Lapangan tersebut mengacu UU No 28 Tahun 2009 Pasal 170 serta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No 15 Tahun 2010 Pasal 32 ayat 1.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

Peraturan itu dipertegas pada ayat 4, yakni "Apabila ada perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang dilaporkan dengan basis data pajak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, maka dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan".

"Dalam prosesnya, juga dilakukan pencocokan data transaksi yang pernah ada di lokasi maupun kawasan sekitarnya sebagai dasar acuan penetapan besaran BPHTB," katanya.

Dalam Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang BPHTB Pasal 4 disebutkan hanya objek pajak tertentu yang tidak dikenakan BPHTB. Diantaranya, untuk keperluan perwakilan diplomatik dan konsulat, kepentingan negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan guna kepentingan umum serta orang pribadi dengan catatan karena wakaf dan kepentingan ibadah.

Atas dasar itulah, masyarakat harus lebih cermat jika ingin melakukan transaksi pembelian properti. Ada baiknya, lebih dulu menanyakan secara konkret terkait mekanisme pemberkasan dan pembayaran pajaknya dengan pihak pengembang atau langsung ke BP2D.

"Kami juga berharap masyarakat melakukan pembayaran maupun pengurusan administrasi pajak daerah secara langsung, tanpa calo atau makelar karena melanggar ketentuan. Dalam UU No 28 Tahun 2009 Bab V Pasal 96, disebutkan masing-masing pada ayat 1 bahwa "Pemungutan Pajak dilarang diborongkan," tuturnya. (*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018