Surabaya (Antaranews Jatim) - Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Lilik Pudjiastuti, SH, M.H., menyatakan pembangunan Hotel Amaris di kawasan Taman Apsari depan Gedung Negara Grahadi sudah sesuai aturan.

"Wewenang dan prosedurnya sudah benar," kata Lilik Pudjiastuti di Surabaya, Selasa.

Menurut dia, izin merupakan instrumen untuk mengendalikan. Meski setiap orang mempunyai hak untuk berusaha, mendirikan bangunan. Hak tersebut dibatasi oleh izin supaya tidak mengggangu orang lain.

Ia mengatakan izin itu harus memenuhi beberapa unsur keabsahan, seperti diterbitkan instansi berwenang yang berdasarkan peraturan perundangan dan dalam menjalankan wewenang didasarkan pada peraturan perundang-undangan serta azas pemerintahan yang baik.

Apalagi, lanjut dia, keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilandasi dari adanya Surat Keterangan Rencanan Kota (SKRK) yang sesuai peruntukan, syarat teknis berkaitan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dan lainnya.

"Selama semuanya terenuhi, maka izin tersebut sah," katanya.

Lilik menegaskan jika ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan sebaiknya dituangkan dalam hukum. Ia mempertanyakan munculnya polemik Hotel Amaris saat ini, yang dianggap bisa mengancam keamanan tamu negara.

Menurutnya dasar hukum apa yang digunakan, apakah parameter yang ada di kepolisian?. Namun, jika tak ada parameter itu, ia mengusulkan sebelumnya dibuat dasar hukumnya.

"Ini supaya ada azas legalitas," katanya.

Dosen Fakultas Hukum Unair ini menyebut dasar hukum tersebut bisa berupa peraturan daerah, misalkan untuk pembangunan gedung yang dekat dengan gedung kenegaraan dengan radius tertentu dibatasi berapa ketinggiannya maksimal. Sehingga, nantinya tidak hanya diterapkan di Surabaya, namun juga kota lain di Jawa timur.

"Jadi, solusinya, Jatim buat Perda atau Pergub untuk semua wilayah provinsi diatur ketinggiannya, supaya bisa berlaku se-Jatim," katanya.

Ia menambahkan opsi lain yang bisa dijadikan solusi adalah dengan membebankan kepada pihak hotel beberapa kewajiban karena Izin Mendirikan Bangunan sudah keluar. Apabila izin tersebut dicabut, tanpa alasan yang jelas, maka pemnerintah kota bisa digugat. Nah, untuk mengikat pihak hotel pada izin operasionalnya.

"Misalkan, kewajiban pemegang izin, jika ada tamu kenegaraan beberepa kamar diskosongkan. Untuk menjaga kemanan berkoordinasi dengan kepolisian," katanya.

Lilik yakin, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi pihak hotel masuk kategori pelanggaran. Sanksinya, administratif hingga pencabutan izin operasional.

"Jadi, jangan menyelesaikan masalah dengan melanggar peraturan," katanya.

Ia mengatakan sebenarnya sudah ada pergub yang berkaitan dengan pendirian bangunan. Bangunan yang didirikan di ruas jalan milik Pemprov Jatim, di antaranya yakni Jalan A. Yani harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah yang bersangkutan.

"Waktu itu CITO dirikan , IMB minta rekomendasi ke provinsi . Walau yang mengeluarkan IMB Pemkot Surabaya," katanya.

Pakar Tata Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Haryo Sulistyarso sebelumnya mengaku pihaknya sudah tiga kali lebih melakukan rapat sebelum memutuskan untuk memberikan izin pembangunan.

"Saat rapat itu, kami melihat semua data-data yang ada, berdasarkan apapun yang berkaitan dengan tata ruang dan semua prosedur dan persyaratannya sudah dilengkapi oleh mereka," ujarnya.

Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan mengatakan ada beberapa pertimbangan yang dilayangkan Pemprov Jatim terkait pembangunan Hotel Amaris di antaranya, tata letak bangunan yang dianggap sangat rawan mengingat Gedung Negara Grahadi merupakan objek vital kenegaraan, muncul dugaan bahwa lebar dan tinggi bangunan melebihi ketentuan serta adanya perubahan estetika.

"Kemarin (29/1) kami cek bersama berapa total ketinggiannya dan berapa meter lebarnya. Kami juga mendiskusikan hal ini kepada beberapa narasumber dan instansi lain untuk segera menentukan persisnya posisi hotel," kata Hendro. (*)

Video Oleh Abdul Hakim


Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018