Jember (Antaranews Jatim) -  Kebijakan impor beras yang dikeluarkan pemerintah dinilai merugikan para petani, sehingga Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Jember mendesak pemerintah melakukan evaluasi terhadap kebijakan itu.

 "Setiap tahun pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras dan kami tidak setuju dengan kebijakan itu senyampang panen sudah dimulai di sejumlah daerah," kata Ketua HKTI Jember Jumantoro di Jember, Senin.

Menurutnya pemerintah seharusnya mengoptimalkan produk pangan di dalam negeri dan melakukan pengecekan di stok penggilingan beras dan lahan pertanian yang sudah panen, sehingga mengetahui stok pangan yang riil di lapangan.

"Kami berharap pemerintah jangan mengacu stok beras yang ada di Bulog saja karena Bulog hanya mampu menyerap 10 persen gabah petani, sehingga pemerintah harus memperbaiki HPP gabah karena sudah tidak relevan dengan kenaikan biaya produksi," tuturnya.

Ia mengatakan kebijakan impor dipaksakan menjelang panen raya yang menyebabkan harga gabah dan beras jatuh, sehingga petani akan merugi dan kalau itu terus dilakukan maka ke depan sektor pertanian akan semakin ditinggalkan.

"Bukan kemandirian dan ketahanan pangan yang dirasakan, namun kehancuran pangan yang didapatkan ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani seperti impor beras, sehingga ayo canangkan gerakan lumbung pangan di keluarga petani," katanya.

Jumantoro menjelaskan pihaknya akan melihat kesungguhan pemerintah terhadap keberpihakan pada petani, namun kalau harga gabah ternyata jatuh pada saat panen raya, maka HKTI Jember akan "golput" pada saat pesta demokrasi.

"Pada saat Dirjen Kementan turun ke Jember, kami sudah sampaikan untuk tidak melakukan impor beras dan kalau pemerintah masih tetap impor, maka sudah saatnya petani bersama HKTI turun jalan menolak impor beras," ujarnya.

Ia berharap peningkatan produksi padi di dalam negeri harus dilakukan secara masif dan pemerintah harus melakukan kebijakan yang berpihak kepada petani, sehingga tidak ada lagi daerah yang rawan pangan di Indonesia.

"Impor bukan solusi yang tepat untuk mengendalikan harga komoditas pangan karena selama ini kenaikan harga selalu ditindaklanjuti dengan kebijakan impor, sehingga hal itu sangat merugikan petani, apalagi impor berbarengan menjelang panen raya," katanya, menambahkan.

Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan akan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton beras yang akan didatangkan dari Thailand dan Vietnam pada akhir Januari 2018.

Keputusan impor tersebut diambil karena saat ini tengah terjadi kelangkaan pasokan beras medium yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

  

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018