Malang (Antara Jatim) - Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang mengingatkan agar warga setempat mewaspadai maraknya penipuan penjualan properti di daerah itu yang tidak dikenakan biaya pajak alias bebas pajak.

"Maraknya iklan properti seperti ini harus menjadi perhatian penting bagi warga Kota Malang, khususnya mereka yang ingin membeli properti, seperti rumah, tanah kavling atau villa agar tidak mudah tergiur dengan iklan menyesatkan itu," kata Kepala BP2D Kota Malang, Jawa Timur Ade Herawanto di Malang, Selasa.

Sebagian dari warga, katanya, mungkin pernah melihat, mengamati atau bahkan membaca iklan properti dengan promosi khusus bebas pajak, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maupun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Menurut Ade, ikaln tesrebut memang menarik, apalagi jika luasan tanah dan bangunan serta lokasi yang akan dibeli cukup besar dan strategis, langsung terbayang berapa besar biaya yang bisa yang harus dikeluarkan. Namun, warga harus cermat dan teliti karena itu menyesatkan.

Sebab, lanjut Ade, semua transaksi properti sudah ada ketentuan pajaknya, sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, termasuk dalam  Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang BPHTB Pasal 4, bahwa hanya objek pajak tertentu yang tidak dikenakan BPHTB.

Objek pajak tertentu itu di antaranya adalah untuk keperluan perwakilan diplomatik dan konsulat, kepentingan negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan guna kepentingan umum serta orang pribadi dengan catatan karena wakaf dan kepentingan ibadah.

Atas dasar itulah, lanjut Ade, masyarakat harus lebih cermat jika ingin melakukan transaksi pembelian properti. Dan, akan lebih baik menanyakan secara konkret terkait mekanisme pemberkasan dan pembayaran pajaknya dengan pihak pengembang atau langsung ke BP2D.

Ia menilai iklan properti bebas pajak tersebut, mungkin juga ada unsur penipuan oleh oknum jika sampai menjanjikan bebas pajak dalam mengurus jual beli tanah atau rumah. "Sebaiknya ditanyakan dulu ke BP2D atau pengembang agar tidak sampai ke ranah hukum karena urusan pajak," ujarnya.

Menyinggung menetapkan besaran PBB atau BPHTB, Ade mengatakan pihaknya melakukan tahapan-tahapan secara prosedural. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan atau penelitian lapangan langsung ke lokasi. "Kami tidak lagi melakukan verifikasi lapangan, tetapi pemeriksaan sederhana di lapangan," katanya.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017