Jombang (Antara Jatim) - Santri di "Ma'had Aly Hasyim Asy'ari" (Maha) Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, berhasil meraih juara dua dalam debat konstitusi berbasis kitab kuning yang digelar dalam rangkaian "Musabaqah Qiraatil Kutub" (MQK) Ke-VI Tingkat Nasional 2017.
     
"Mudir" Maha Tebuireng, Kabupaten Jombang, KH Nur Hannan mengemukakan kegiatan tersebut diikuti perwakilan ma'had aly se-Indonesia. Acara itu berlangsung akhir pekan lalu. Tim dari Pesantren Tebuireng, Jombang, berjuang semaksimal mungki dan pada babak penyisihan, tim berhasil unggul dari tim Ma'had Aly At-Thawalib Parabek, Sumatera Barat. 
     
"Pada babak semifinal, tim Maha menyisihkan tim Ma'had Aly Asshiddiqiyah Jakarta, dan di babak final ketemu dengan tim Ma'had Aly Miftahul Huda Tasikmalaya, Jawa Barat," kata Nur dalam rilisnya, Minggu. 
     
Ia mengemukakan, tim dari Maha Tebuireng, Kabupaten Jombang, harus puas di posisi dua. Untuk Ma'had Aly Miftahul Huda Tasikmalaya akhirnya menjuarai lomba debat yang diikuti oleh 12 ma'had aly ini, sedangkan juara tiga ditempati oleh tim Ma'had Aly Al-Mubaarok Wonosobo, Jawa Tengah.
     
Juri, kata dia, menilai tim Maha Tebuireng sebenarnya lebih unggul dalam penguasaan kitab kuning dan dari sisi penyampaian ide. Bahkan, adu argumentasi dalam debat hampir merata, disampaikan oleh semua anggota tim. 
     
Saat di babak final, peserta diminta berdebat tentang tema "Legalisasi nikah siri". Tim Maha Tebuireng, Jombang, mendapatkan undian sebagai tim pro terhadap nikah siri, sedangkan Tim Ma'had Aly Tasikmalaya sebagai tim kontra. 
     
"Terus terang, tim kami agak kesulitan menyampaikan ide dan argumentasi yang mendukung dilegalkannya nikah siri. Sementara pihak lawan lebih menguasai bahan untuk menolaknya," terang pria yang turut merintis pendirian Maha Tebuireng, Jombang, ini.
     
Walaupun sempat kesulitan, dia bersyukur tim dari Tebuireng masih mampu menduduki peringkat kedua, mengingat persiapan yang dilakukan relatif pendek. Bahkan, tim yang telah ditunjuk sempat mundur, sehingga harus mencari penggantinya. 
     
"Pada saat persiapan, tim yang sudah kita tunjuk dan bimbing tiba-tiba mengundurkan diri. Sehingga, kami harus menyiapkan tim pengganti dengan persiapan yang sangat singkat," katanya. 
     
Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Ahmad Zayadi mengatakan kegiatan tersebut baru digelar pertama kali dan menjadi salah satu ikhtiar Kemenag untuk meneguhkan semangat nasionalisme dan kebangsaan berbasis pemahaman ke-Islaman, terutama merujuk pada literatur kitab kuning di pondok pesantren. 
     
Zayadi mengatakan, selama ini masih ada sebagian kelompok Muslim yang masih mempertentangkan antara pemahaman ke-Islaman dengan nasionalisme. Mereka menganggap nasionalisme bukan bagian dari ajaran Islam. 
     
"Kami ingin meyakinkan kepada umat Muslim, bahwa jika mengkaji pada sumber dan literatur ke-Islaman yang otoritatif, sesungguhya antara ke-Islaman dan semangat kebangsaan itu tidak ada pertentangan sama sekali. Pondok pesantren telah membuktikan itu semua," kata dia. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017