Jember (Antara Jatim) - Komoditas gula merupakan salah satu komoditas bahan pangan pokok yang strategis, sehingga tidak salah ketika pemerintah mencanangkan swasembada gula tercapai pada tahun 2019.
Penetapan tahun 2019 sebagai tahun swasembada gula konsumsi yakni produksi gula kristal putih (GKP) atau gula konsumsi lokal ditargetkan sebesar 3,3 juta ton pada 2019 atau naik jika dibandingkan target 2018 sebesar 2,8 juta ton dan prognosa tahun 2017 sebesar 2,5 juta ton.
Untuk mendorong tercapainya swasembada gula konsumsi, pemerintah terus mendorong peningkatan produktivitas tebu yang dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara lain pemantapan areal, rehabilitasi tanaman, penyediaan agro input berupa pupuk dan benih unggul, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan produktivitas lahan melalui penerapan standar teknis budidaya dan manajemen Tebang Muat dan Angkut (TMA), antisipasi perubahan iklim dan penetapan harga.
Menteri BUMN Rini Soemarno saat berkunjung ke Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (15/11), mengatakan pemerintah terus mendorong peningkatan produktivitas tebu rakyat untuk mencapai swasembada gula nasional melalui peran dan kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Melalui strategi pengembangan tebu rakyat, lanjut dia, BUMN berperan dalam memfasilitasi pendanaan bagi petani tebu, membantu pengadaan pupuk nonsubsidi untuk petani tebu rakyat, melakukan supervisi untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu, meningkatkan komunikasi dengan petani tebu rakyat, serta membuat kontrak giling sebagai jaminan pengelolaan tebu rakyat.
Pemerintah terus mendorong agar sektor pertanian beserta sub sektor di dalamnya dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi bangsa dan petani tebu adalah pelaku utama swasembada gula.
Dalam rangka mendorong tercapainya swasembada gula, peningkatan kapasitas petani penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemennya.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN terus memberikan dukungan terhadap kontribusi sektor pertanian bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dan dukungan tersebut salah satunya dilakukan dengan mendorong kontribusi sub sektor perkebunan tebu melalui program-program yang ditujukan untuk mendorong peningkatan produktivitas tebu.
"Saya berharap dengan penggunaan teknologi yang tepat guna dan mekanisasi untuk menyongsong tahun 2018, saya harapkan dapat membangkitkan semangat petani tebu di Jawa Timur dengan peningkatan target produksi menjadi rata-rata 100 ton per hektare dan rendemen diatas 9 persen," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada triwulan II-2017 tumbuh 5,01 persen atau naik dari sebelumnya 4,00 persen di triwulan I-2017 (q to q). Dari sisi produksi, sektor pertanian merupakan sektor kedua yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, setelah industri pengolahan sektor perdagangan dan konstruksi.
Total luas tanam tebu di Indonesia saat ini mencapai 450 ribu hektare yang terdiri dari luas perkebunan rakyat sebesar 266 ribu ha, perkebunan negara 67 ribu ha dan perkebunan swasta sebesar 118 ribu ha. Rata-rata produksi tebu rakyat secara nasional berada dibawah 80 ton per ha dengan tingkat rendemen dibawah 80 persen.
Sebagai salah satu jenis komoditas pertanian, tanaman tebu memiliki kontribusi dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan tebu sebagai bahan baku komoditas gula sangat dibutuhkan untuk menyokong industri makanan dan minuman serta bahan pangan pokok bagi masyarakat.
Peningkatan Produktivitas Tebu
Untuk mewujudkan swasembada gula tentu tidak semudah membalik telapak tangan karena perlu keseriusan semua pihak baik pemerintah, petani, perbankan, produsen pupuk, pabrik gula, maupun PT Perkebunan Nusantara (PTPN) untuk mewujudkan hal tersebut.
Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil mengatakan ada beberapa kendala yang dialami petani dalam meningkatkan produktivitas tanaman tebu yakni pembiayaan atau modal dan ketersediaan pupuk nonsubsidi.
Menurutnya persoalan pupuk dan modal usaha petani tebu yang tidak tepat waktu dan jumlahnya akan berdampak pada penurunan produktivitas tanaman tebu secara drastis, sehingga hal tersebut dicarikan solusi bersama untuk mengatasi kendala itu.
Bagi sebagian petani, lanjutnya, pupuk bersubsidi dan kredit program seperti kredit usaha rakyat (KUR) petani justru malah menyandera dan mempersulit petani dalam mengembangkan usaha pertanian tebunya karena hanya petani yang memiliki luas lahan 2 hektare yang mendapat program tersebut
Di samping itu, juga ada bayang-bayang kriminalisasi dalam penggunaan kredit program pemerintah dan pupuk bersubsudi, apabila tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga perlu diberikan modal kepada petani yang memiliki luas lahan lebih dari 2 hektare dengan kredit komersial.
Sesuai dengan arahan Menteri BUMN, perwakilan Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Perwakilan Bank Jatim sepakat menyalurkan kredit komersial tanpa ada batasan kepemilikan lahan dan tanpa jaminan dengan avalis perusahaan pabrik gula dibawah naungan PTPN yang bermitra dengan petani tebu yang bersangkutan.
Untuk ketersediaan pupuk nonsubsidi, juga akan disiapkan kios-kios resmi melalui distributor khusus yakni koperasi petani dan badan usaha petani untuk menyalurkan pupuk nonsubsidi kepada petani tebu, sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman tebu petani
Arum Sabil juga berharap kepada pemerintah, agar dalam menghitung harga pokok produksi (HPP) tidak memasukkan komponen biaya subsidi, sehingga riil biaya produksi nonsubsidi baik kreditnya maupun pupuknya, sehingga petani punya gairah untuk bertani dan nilai ekonomi bertani.
Untuk memenuhi keinginan petani tebu mendapatkan kredit komersial demi meningkatkan produktivitas tanaman direspon positif oleh perwakilan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Yessy Kurnia yang juga CEO BNI Kanwil Malang.
Menurutnya konsep kredit komersial dengan penjamin pabrik gula yang berada dibawah naungan PT Perkebunan Nusantara masih dirumuskan, namun pihaknya sangat mendukung langkah tersebut dan pihak Himbara akan mempermudah pencairan kredit komersial tersebut.
Ada dua pola pembiayaan yang dikucurkan kepada para petani tebu oleh pihak perbankan yakni kredit usaha rakyat (KUR) melalui program pemerintah dan pembiayaan kredit komersial untuk petani yang memiliki lahan lebih dari 2 hektare.
Sejauh ini serapan KUR petani di Jawa Timur rata-rata mencapai 70 persen dari target kisaran Rp20 triliun hingga Rp25 triliun untuk tiga bank berada di Himbara yakni BNI, Bank Mandiri, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Menurutnya tidak ada kendala yang cukup signifikan dalam menyalurkan KUR kepada petani karena program tersebut dijamin oleh asuransi, namun sejauh ini hanya ada kendala administrasi saja.
Ia mengakui trennya dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga secara nilai memang meningkat dan pada tahun-tahun sebelumnya jenis yang dibiayai antara perdagangan dan industri lebih banyak pada sektor perdagangan yang mencapai 60 persen, sedangkan sektor industri sekitar 40 persen.
Selain modal, kendala yang dihadapi petani tebu yakni ketersediaan pupuk, sehingga perlu dukungan produsen pupuk untuk menyediakan pupuk nonsubsidi bagi petani yang mengambil kredit komersial tersebut.
Namun jaminan ketersediaan pupuk juga direspon oleh Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Nugroho Christijanto yang mengatakan pihaknya membentuk delapan distributor yang akan menyalurkan pupuk nonsubsidi untuk petani tebu di Jawa Timur dengan persediaan pupuk yang tidak terbatas.
"Tidak ada kuota untuk pupuk nonsubsidi, sehingga berapapun permintaan petani tebu akan dipenuhi. Teknisnya kebutuhan pupuk petani akan dikomunikasikan dengan pabrik gula, sehingga distributor akan menyalurkan pupuk nonsubsidi tersebut di masing-masing wilayahnya," ujarnya.
Ketersediaan pupuk petani tebu juga didukung oleh PTPN XI yang menjamin pembayaran pupuk petani karena keberadaan pupuk merupakan hal yang vital bagi petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu.
Direktur Utama PTPN XI M. Cholidi mengatakan pihaknya menjembatani pemenuhan kebutuhan pupuk bagi petani tebu rakyat dengan membentuk distributor pupuk non subsidi di Jawa Timur yang terdiri dari enam kelompok petani tebu rakyat (KPTR) dan dua nonKPTR.
Selain itu, lanjut dia, pabrik gula dibawah manajemen PTPN XI juga menjamin kontrak pembayaran untuk penebusan pupuk yang dibayar dimuka, agar petani rakyat lebih mudah mengakses pupuk tanpa perlu membayar lebih dulu.
Langkah lainnya yang dilakukan PTPN XI yakni membantu pemenuhan modal bagi petani tebu rakyat dan PTPN XI bertindak sebagai "off taker" atas kredit komersial dari perbankan karena PTPN XI memiliki 16 unit pabrik gula, 1 unit pabrik karung Rosella baru dan 1 unit pabrik alkohol dan spiritus dengan wilayah kerja Jawa Timur.
Ia mengatakan ikatan itu dikuatkan dengan kontrak giling antara petani dengan pabrik gula dan sebagai jaminannya tebu yang dibiayai oleh perbankan dibantu pelunasannya melalui pemotongan pendapatan untuk mengangsur kredit.
Dengan sinergi pemerintah, lembaga perbankan dan produsen pupuk dibawah BUMN, dan petani tebu, maka diharapkan tidak ada lagi kendala dalam meningkatkan produktivitas tanaman tebu demi mewujudkan swasembada gula pada tahun 2019.
Kemampuan jumlah produksi gula nasional sebagian besar masih dipenuhi menggunakan bahan baku yang banyak di usahakan oleh para petani, sehingga dalam mewujudkan swasembada gula nasional sebaiknya kebijakan pergulaan nasional lebih di arahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sekaligus ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017