Surabaya (Antara Jatim) - Galeri "House of Sampoerna" di Jalan Taman Sampoerna Surabaya mengangkat tema "Memetri Kriya" dengan memamerkan seni kriya karya dosen dan mahasiswa jurusan seni rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya.
     
Pameran tersebut terbuka untuk umum mulai 24 November hingga 6 Januari 2018.
     
"Berangkat dari kesamaan visi untuk tetap menjaga keaslian warisan budaya sebagai identitas bangsa di tengah kemajuan teknologi, kami menggandeng Fakultas Bahasa dan Seni Universtias Negeri Surabaya menggelar pameran 'Memetri Kriya'," ujar General Manager House of Sampoerna Ina Silas di sela persiapan pameran, Rabu malam.
     
Pameran ini melibatkan 16 kriyawan dari mahasiswa dan dosen jurusan seni rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Mereka adalah Achmad Nuries, Achmad Hozairi, Chrysanti Angge, Cokro Retantoko, Faisal Wilma, Fera Ningrum, Huda Cahyanto, Muchlis Arif, Muhamad Taufik, Nurul Dwi Injaya, Okiek Febrianto, Prasetyawan, Singgi Prio, Sofia, Marwati, Sulbi Prabowo, dan Wahyu Ferdiyan. 
     
"Ada sekitar 30 karya kriya yang dipamerkan," ucap Ina.
     
Ketua Panitia Pameran Chrysanti Angga menjelaskan tema Memetri Kriya berarti menjaga atau mempertahankan keaslian teknik pembuatan karya kriya dengan cara tradisional yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. 
     
Menurut dia, teknik-teknik tradisional tersebut sampai sekarang masih dipelajari dan dipergunakan dalam  pembuatankarya-karya kriya oleh mahasiswa jurusan Seni Rupa, khususnya di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. 
     
"Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini, beberapa bahan maupun peralatan untuk membuat karya kriya sudah tidak lagi dapat ditemukan dan harus digantikan dengan peralatan yang lebih modern," katanya.
     
Dosen  mata kuliah  Kriya Logam di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya ini menganjurkan agar peralatan canggih pembuatan kriya yang dihasilkan oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi tersebut hendaknya digunakan sebagai alat penunjang saja. 
     
"Keterampilan tangan para pande atau kriyawan tetap merupakan modal utama penciptan karya kriya," ucapnya. 
     
Senada, Ina menambahkan, arus kemajuan teknologi pada era milenial yang begitu pesat bukan untuk dijadikan pembenaran untuk ikut terseret dan menjauh dari identitas bangsa. 
     
Menurut dia, teknologi adalah sebuah peluang dalam proses berkreasi yang bukan untuk mendominasi dan menenggelamkan nilai-nilai tradisi yang telah tumbuh turun menurun di masyarkaat tradisional. (*)

Pewarta: Hanif N

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017