Surabaya (Antara Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya melakukan konsultasi terkait realisasi rencana pembangunan proyek angkutan massal cepat (AMC) berupa trem ke Ditjen Perkeretaapian Kemnterian Perhubungan (Kemenhub),  Jumat.
     
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri mengatakan pada saat konsultasi pihaknya ditemui Kasubdit Kerja Sama dan Pengembangan Usaha Ditjen Perkeretaapian Kemenhub Widianto dan Kasi Pengembangan Usaha Ditjen Perkeretaapian Kemenhub Rosita. 

"Keduanya menyampaikan penjelasan secara gamblang soal skema pendanaan yang bisa didapatkan oleh Pemkot Surabaya, meskipun masih ada beberapa opsi," katanya.

Namun, lanjut dia, seluruh opsi yang ditawarkan tetap harus didahului dengan surat permohonan dari Pemkot Surabaya ke Kementrian Keuangan. Karena hanya dengan dasar ini lah pemerintahan pusat bisa memposisikan diri sebagai fasilitator.

Menurut dia, proyek yang diperkirakan bakal menelan biaya Rp2,7 rriliun ini masih ada harapan untuk dilaksanakan. Pihak Kementrian telah membuatkan skema dan opsi terkait upaya pendanaan proyek itu.

"Namun demikian tetap bergantung kepada surat permohonan dari wali kota ke Kementrian Keuangan," ujarnya.

Adapun beberapa opsi yang ditawarkan mirip dengan sistem kerja sama BOT (Build Operate Transfer), namun Syaifudin lebih condong kepada sisitem BTO (Build, Transfer, and Operate/BTO).

"Kalau BOT, kita akan menerima barang rongsokan, dan Pemkot tidak bisa turut campur mengontrol pelayanan yang nyaman, bersih dan murah seperti yang amanatkan UU, padahal itu menjadi domain pemerintah," katanya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, sistem BOT itu identik dengan pelibatan pihak ketiga yang orientasinya keuntungan semata, contohnya jalan tol yang harganya bisa terus merangkak naik tanpa bisa diprediksi nilainya dari waktu ke waktu.

"Jangan sampai harga tiket trem nanti seperti itu karena untuk memenuhi unsur nyaman, bersih, murah dan terjangkau, Pemerintah mengalokasikan dana APBD untuk subsidi harga tiket, maka kami condong ke sistem BTO karena pemerintah terlibat langsung pengoperasiannya, dengan pertimbangan kestabilan keuangan dan pelayanan," ujarnya.   

Dari informasi yang didapat, ia memperkirakan jika realisasi proyek pembangunan trem masih harus melalui tahapan yang panjang. Diperkirakan bisa terbangun dan selesai sekira tahun 2022.

Untuk itu, lanjut dia, dukungan lain yang dibutuhkan adalah secara politis dari wali kota sebagai pemrakarsa dan penanggungjawab, dan anggota dewan, karena bakal berimbas kepada penggunaan APBD dalam bentuk subsidi atau lainnya," katanya.

"Pihak Kementrian menyampaikan jika pelaksaan proyek ini (trem) tidak hanya dibutuhkan dukungan pendanaan, namun juga dukungan politis karena waktu pelaksanaannya cukup panjang (multiyears) dengan waktu sekira 2-3 tahun, artinya bisa saja pimpinan daerahnya telah berganti," ujarnya.

Ia juga berpendapat bahwa hasil FS (feasibility study) akan menjadi rujukan pelaksanaan lelang trem. Artinya, apakah bisa memliki nilai keuntungan yang positip atau negatif, ini yang akan berpengaruh terhadap biaya yang akan ditanggung APBD.

Soal resiko, ia mengatakan jika PT. Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pendana yang merupakan perusahaan milik Kemenkeu, meminta jaminan atau dukungan dari unsur pemerintah dan DPRD. 
     
"Anak perusahaan milik Kemenkeu (PT PII) yang mengelola uang rakyat dan bergerak dibidang pembiayaan khusus infrastruktur ini membutuhkan kepastian dukungan/jaminan pelaksanaan dan keberlangsungan proyek Trem. Maka jika terjadi kegagalan atau ketidaksesuaian menjadi tanggung renteng antara pemrakarsa dan pihak ketiga," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017