Tulungagung (Antara Jatim) - Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Mangkubumi meyakini perputaran uang hasil penambangan pasir ilegal di sepanjang Sungai Brantas yang melintas di wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sangat besar, dengan nominal diprediksi mencapai miliaran rupiah.
    
"Hitung-hitungan paling sederhana per harinya bisa mendekati angka Rp1 miliar. Dikalikan 30 hari rata-rata sebulan, omzetnya bisa sangat fantastis," kata Direktur PPLH Mangkubumi Muhammad Ichwan di Tulungagung, Kamis.
    
Aktivis lingkungan yang aktif menyoroti masalah perusakan lingkungan Sungai Brantas dan isu perhutanan sosial itu kemudian membuat simulasi perhitungan omzet penambangan berdasar jumlah ritase kerukan pasir yang disedot dari dasar sungai terbesar di Jawa Timur itu per harinya.
    
Berdasar asumsi dan prediksi yang disampaikan pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, satu titik pompa mekanik penyedot pasir milik penambang ilegal bisa menyuplai 12 unit dump truk kapasitas lima meter kubik.
    
Harga satu truk penuh muatan pasir di tingkat penambang saat ini di kisaran Rp700 ribu. Jika dikalikan 12 truk, maka omzet satu titik penyedotan pasir menghasilkan sekitar Rp8,5 juta.
    
Padahal harga itu masih dihitung sebagai harga pokok pembelian. Saat sudah diangkut atau berada di tangan pengepul, harga pasir bisa naik menjadi Rp1 juta per ritase dump truk kapasitas lima kubik.
    
"Saat dikirim ke luar kota seperti Trenggalek, Ponorogo dan daerah lainnya omzet bisa melonjak hingga Rp2 juta per ritase," ujarnya.
    
Di sepanjang Sungai Brantas di wilayah Tulungagung yang membentang mulai Kecamatan Rejotangan, Ngunut, Sumbergempol, Ngantru hingga Karangrejo, Ichwan memprediksi ada sekitar 150 mesin mekanik penyedot pasir milik penambang.
    
"Jika benar ada 150 sedotan saja, maka total pasir yang dijual senilai Rp105 juta per hari. Jika ditambah biaya kirim paling dekat saja, maka ada perputaran uang sekitar Rp700 juta per hari. Jika angka itu dikalikan selama 30 hari, maka nilainya mencapai Rp210 miliar," paparnya mengestimasi.
    
Besarnya potensi bisnis gelap dalam penambangan pasir itulah yang diyakini "menggiurkan" banyak pelaku penambang liar.
    
"Banyak pihak berlomba-lomba untuk mengeksploitasi pasir di Sungai Brantas Tulungagung," ucap Ichwan.
    
Sayangnya semua penambangan dilakukan secara ilegal. Sebab Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur  melarang penambang mekanik di Sungai Brantas, sementara yang diperbolehkan hanya tambang tradisional.
    
Lebih jauh, Ikhwan menilai Bupati Tulungagung harus mengambil sikap.
    
Meski kewenangan Sungai Brantas ada di di Provinsi, namun yang merasakan dampak langsung penambangan ini adalah warga Tulungagung.
    
Bupati bisa mengeluarkan perbup penambangan pasir dan batu di lahan pribadi.
    
Sebab lokasi yang disedot pasirnya saat ini banyak yang berupa lahan pribadi.
    
"Pasir di dasar Sungai Brantas sudah mulai habis. Makanya yang banyak dieksploitasi sekarang pasir yang ada di lahan-lahan milik perseorangan," katanya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017