Surabaya (Antara Jatim) - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta pemerintah untuk bijak mengambil keuntungan cukai rokok, sebab penetapan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,04 persen dianggap merugikan.
"Ketika pemerintah menggodok RAPBN mesti dibarengi kenaikan cukai. Dan ketika negara membutuhkan anggaran belanja tahun depan selalu objek utama yang dinaikan adalah cukai, khususnya rokok, padahal masih banyak obyek lainnya yang bisa diandalkan," kata Ketua Departemen Media Center AMTI Hananto Wibisono dalam keterangan persnya di Surabaya, Jumat.
Oleh karena itu, Hananto menyesalkan kebijakan pemerintah yang selalu mengandalkan cukai rokok tiap kali menggodok Rencana Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN).
Padahal, kata dia, banyak industri lain yang bisa diminta untuk menambah pendapatan cukai Indonesia, dan cukai rokok selalu menjadi korban setelah reformasi atau tahun 2018.
Sebelumnya, Ketua AMTI Budidoyo mengatakan, kebijakan cukai harus rasional dengan mempertimbangkan kelangsungan bisnis industri tembakau, sebab penetapan tarif cukai yang tidak akan membebani industri rokok.
"Hal ini terlebih juga melihat perekonomian Indonesia yang saat ini belum menunjukkan gejala peningkatan signifikan, sebab masih dalam keadaan terpuruk," tuturnya.
Ia menjelaskan, volume produksi tembakau Tanah Air setiap tahunnya terus menurun, seperti pada 2016 volume produksi sudah turun sebanyak 6 miliar batang.
Hingga petengahan tahun 2017, volume itu kembali turun hingga 5,4 miliar batang, dan diprediksi akan terus turun hingga 11 miliar batang sampai akhir tahun.
"Pada tahun 2018, diperkirakan volume produksi juga akan turun hingga 10 miliar batang. Oleh karena itu, kami yakin pemerintah sudah mengerti kalau industri rokok dalam fase penurunan. Kenapa tarif cukainya masih dibuat tinggi ?," katanya, menanyakan.
Budidoyo mengaku, kalau dipaksakan sama dengan tidak memberi peluang bagi industri hasil tembakau untuk hidup.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017