Surabaya (Antara Jatim) - Komisi C Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya menilai skema pembiayaan proyek angkutan umum cepat (AMC) berupa trem di Kota Pahlawan hingga kini belum jelas menyusul pemerintah pusat tidak sanggup membiayai trem.
     
"Dari semula sudah saya sampaikan beberapa kali, trem bukanlah moda transportasi perkotaan yang cocok bagi kota Surabaya," kata anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey di Surabaya, Jumat.

Menurut dia, Surabaya lebih tepat menerapkan angkutan cepat terpadu atau berupa Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) dan Monorail.

Hanya saja, lanjut dia, persoalannya tidak ada anggaranya untuk mewujudkan itu semua. Menurut Awey, anggaran untuk membiayai MRT/LRT/Monorail jauh lebih mahal dibandingkan trem. 

Oleh karena itu, lanjut dia, apabila Pemkot Surabaya tidak miliki anggaran yang cukup untuk membiayai itu semua maka ada baiknya moda transportasi perkotaan yang digunakan adalah Bus Rapid Transit (BRT) terlebih dahulu.

"Jangan dipaksakan terus apabila skema pembiayaan trem masih belum jelas," ujarnya.

Jika menggandeng pihak swasta, lanjut Awey, hal ini juga akan membebani APBD Surabaya seperti halnya dari sisi subsidi tiketnya. Tentu pihak swasta investasi yang diberikan ingin secepatnya BEP (Break Even Point), sehingga biaya akan dibebankan pada masyarakat pengguna trem tersebut melalui harga tiket.

Awey mengatakan jika menggandeng pihak swasta dengan nilai proyek Rp2 triliun tidaklah mudah. Ia mencontohkan, di DKI Jakarta saja merupakan join venture sehingga ada separuh yang merupakan beban APBD DKI dan separuhnya lagi pihak swasta.

"DKI dengan APBD puluhan triliun tentu sanggup membiayainya, sementara APBD Kota Surabaya sekitar Rp8 triliun saja," ujarnya.

Oleh karena itu, jalan keluarnya adalah menggantikan moda transportasi perkotaan dari trem menjadi BRT seperti Busway Transjakarta pilihan yang paling tepat. Anggarannya pun  jauh di bawah anggaran trem dan fungsinya sama. 

Hanya yang membedakan adalah trem berbasis rel dengan kecepatan 50–70 km/jam untuk dalam kota, sedangkan busway kecepatannya juga seperti itu. Jalur khusus untuk trem juga bisa digunakan untuk BRT. 

"Hanya jenis BRT untuk Surabaya lebih baik yang low deck. Lebih ramah bagi orang tua/anak–anak dan orang berkebutuhan khusus," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan meski pemerintah pusat menyatakan tidak akan membiayai proyek trem, namun pihaknya tetap akan melanjutkan proyek tersebut meski tanpa dukungan APBN. 

Risma memaparkan skema pembiayaan megaproyek tersebut dengan cara pemkot akan menggandeng investor untuk merealisasikannya. Sesuai rencana, pembangunan trem akan diajukan untuk ikut tender pada awal 2018. 

Dibutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk menyelesaikan tender itu. Jika tender lancar, pembangunan proyek bisa terlaksana pada 2019. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk membangun yakni selama dua tahun atau selesai 2021.

Dalam tender itu, pemkot tidak akan ikut campur saat memilih pemenang. Penilaian investor sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang lebih ahli, mulai perguruan tinggi hingga instansi pusat yang memang ahli di bidangnya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017