Malang (Antara Jatim) - Jumlah pengawas ketenagakerjaan di wilayah Kabupaten Malang hingga kini masih belum seimbang akibat makin pesatnya pertumbuhan dunia industri di wilayah itu, baik skala kecil, menengah maupun industri nonforma.
 
Bupati Malang Rendra Kresna di Malang, Rabu mengakui masih minimnya tenaga pengawas ketenagakerjaan di daerah itu, padahal sesuai Undang Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa semua industri yang memiliki karyawan kurang dari yang disyaratkan oleh UU wajib menerapkan K3 dalam proses produksi.

"Berdasarkan UU tersebut, tenaga pengawasan ketenagakerjaan menjadi sangat dibutuhkan, khususnya dalam penerapan K3 dalam meminimalisasi risiko dalam hubungan industri. Proses meminimalisasi kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam hubungan industrial ada di pundak pengawas ketenagakerjaan," kata Rendra.

Saat ini, lanjutnya, tenaga pengawas ketenagakerjaan sudah dialihkan ke Pemerintahan Provinsi Jatim sesuai dengan UU 23/2014. Hanya saja, antara jumlah petugas pengawas ketenagakerjaan dengan jumlah perusahaan yang terus tumbuh di daerah itu  tidak sebanding.

Ia mengemukakan pertumbuhan industri di Kabupaten malang setiap tahun rata-rata mencapai 27,4 persen, baik industri menengah, kecil maupun nonformal. Pertumbuhan tesrebut belum termasuk industri skala besar yang telah beroperasi dan memiliki jumlah karyawan yang cukup banyak.

Dengan kondisi itu, lanjutnya, sedikitnya Kabupaten Malang membutuhkan sekitar 100 tenaga pengawas, sementara Kabupaten Malang hanya memiliki enam tenaga pengawas dan tiga diantaranya adalah pejabat struktural di Organisasai Perangkat daerah (OPD). "Jumlah ini masih jauh dari kata ideal," ucapnya.

Jika ada 100 pengawas ketenagakerjaan, kata Ketua DPW Partai NasDem Jatim ini, setiap dua petugas bisa mengawasi 25 perusahaan, meski sebenarnya itu jauh dari ideal.

Namun demikian, kata Rendra, penerapan pengawasan di wilayah Kabupaten Malang telah sesuai dengan amanah UU. Sampai saat  ini tenaga pengawas perusahaan yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang an efektif hanya tiga orang saja dari enam orang yang tercatat.

Minimnya tenaga pengawas ketenagakerjaan tersebut,  dikarenakan pembiayaan pelatihan tergolong tinggi dan sumber daya manusia di bidang pengawasan relatif sedikit peminatnya. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Malang saja, tapi juga dialami oleh hampir seluruh daerah yang ada di Jatim.   

"Padahal potensi konflik buruh dan pengusaha terkait hubungan industrial sifatnya dinamik dan besar. Jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan yang memadai akan mampu meminimalisasi permasalahan yang sering terjadi dalam hubungan industrial, seperti terkait pengupahan yang tidak sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK), pelaksanaan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maupun hak-hak normatif karyawan," ujarnya.

Jumlah perusahaan besar, menengah dan kecil yang beroperasi di wilayah Kabupaten Malang mencapai 1.350, namun hanya memiliki enam tenaga pengawas ketenagakerjaan.

"Tapi alhamdulillah sampai saat ini dunia industri dan ketegakerjaan di Kabupaten Malang masih tetap lancar dan kondusif, tidak sampai ada gejolak erburuhan," kata Rendra yang sebelumnya juga pernah menjabat Ketua SPSI Jatim tersebut.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017