Surabaya (Antara Jatim) - Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya menilai Bagian Hukum Pemerintah Kota Surabaya salah mentafsirkan penurunan pajak hiburan dalam draf Reperda Pajak Daring atau Online yang dijadikan acuan dalam pembahasan Perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
     
"Untuk meluruskan persepsi yang keliru, kami sudah memanggil Bu Ira (Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya). Kami meminta informasi asal usulnya bagaimana kok punya persepsi BPP menaikkan pajak," kata Ketua BPP DPRD Surabaya M. Machmud di Surabaya, Kamis.

Ternyata, lanjut dia, Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati salah menafsirkan pasal 7 ayat 6 dalam draf raperda Pajak Daring (Dalam Jaringan) yakni untuk memilah besaran pajak yang terhutang dengan cara mengalihkan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak.

"Misalnya kalau ada orang mengembat pajak parkir, maka akan dikenakan denda 20 persen. Jadi tarif pajak parkir yang dikenakan sebesar 20 persen itu dikalihkan dengan denda pajak sebesar 20 persen, bukan dikurangi seperti persepsi yang ada saat ini. Artinya pajaknya jauh lebih besar. Itu juga berlaku dengan pajak lain sperti hotel, restoran dan hiburan," katanya.

Hanya saja, lanjut dia, usulan yang ada di draf Raperda Daring tersebut tidak dimasukkan dalam produk perda yang sudah jadi yakni Perda Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perda Daring.

"Tapi oleh kabag hukum hal ini dimaknai berbeda yakni dianggap penurunan. Padahal kalimatnya jelas dan tidak menimbulkan multitafsir," katanya.

Machmud mengatakan setelah adanya dialaog, akhirnya kabag hukum mengakui persepsinya keliru. "Kami juga sudah kordinasi dengan ketua pansus Raperda Pajak Daerah dan sudah tahu bahwa tidak ada pengurangan pajak apapun baik di darf raperda pajak daring, kajian akademik pajak daring maupun produk Perda 1/2017.

Namun, lanjut dia, ada pengakuan menarik dari kabag hukum bahwa ada kalimat yang tidak dipakai dan tidak dimasukkan di Perda Pajak Daring tapi ternyata mau dipakai untuk memperkaya isi Perubahan Perda Pajak Darah yang kini sedang dibahas di Komisi A DPRD Surabaya.

"Kan tidak masuk akal, kajian akademisnya antara Raperda Daring dan Raperda Pajak Daerah kan berebda filosofinya, tapi bagian hukum kok mengadopsi itu. Dampaknya BPP dianggap menjadi penyebab penurunan pajak hiburan," katanya.

Sementara itu, hingga saat ini Kabag Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati belum bisa dikonfirmasi wartawan di Surabaya. Saat dihubungi melalui ponselnya beberapa kali terdengar nada dering tapi tidak diangkat.  

Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya Yusron Sumartono menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk menurunkan besaran pajak hiburan. 

Menurut dia, pajak dari RHU selama ini termasuk menjadi penyumbang signifikan bagi besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya sehingga tidak berasalan bila kemudian pajak dari sektor tersebut diturunkan.

"Tidak ada penurunan tarif pajak hiburan seperti yang selama ini diberitakan. Untuk pajak hiburan, setelah dibahas di Pansus Raperda Pajak Daerah, kami sepakat dikembalikan ke tarif sesuai perda lama," katanya. (*)


Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017