Surabaya (Antara Jatim) - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyebutkan keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang membenarkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan merugikan Indonesia, dan menimbulkan dampak negatif kinerja ekspor produk tembakau nasional.
"Kami mempertanyakan integritas dari proses sengketa dagang yang sedang berjalan antara Indonesia dengan Australia di WTO. Selain itu jika kebijakan ini disepakati akibatnya, sekitar Rp6,8 triliun devisa negara dari surplus ekspor produk tembakau terancam hilang," kata Ketua Umum AMTI, Budidoyo, di Surabaya, Selasa.
Budidoyo yang ditemui dalam diskusi mengenai tembakau ini menyesalkan pemberitaan terkait hasil laporan sementara dari WTO terhadap keputusan kemasan polos tanpa merek (tobacco plain packaging), dan mempertanyakan keabsahan laporan yang tidak diumumkan secara resmi oleh WTO.
Ia menyebutkan, berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan Rl nilai ekspor tembakau dan produk tembakau untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 4 persen dari 1 miliar dolar AS pada 2014 menjadi 981 juta dolar AS pada 2015.
Meskipun demikian, kata dia, pada tahun 2015 neraca perdagangan produk tembakau masih mencatat surplus, dengan ekspor produk tembakau lebih besar daripada impor tembakau di Indonesia, yaitu sebesar 524 juta dolar AS atau setara dengan Rp6,8 triliun.
Budidoyo mengkhawatirkan, dengan keputusan itu posisi Indonesia sebagai negara terbesar ke-2 di dunia sebagai produsen-eksportir untuk produk tembakau tidak akan bertahan apabila beberapa negara mulai memberlakukan kebijakan kemasan polos paska keputusan WTO.
"Selain Australia, yang telah menerapkan kebijakan kemasan polos tanpa merek sejak tahun 2012 adalah Singapura, Thailand dan Taiwan," katanya.
Ia mengatakan, kebijakan kemasan polos tanpa merek yang awalnya dinyatakan sebagai solusi pengendalian tembakau tersebut tidak benar, karena akan melemahkan daya saing serta potensi ekspor dari produk tembakau lndonesia.
"Kebijakan tersebut sangat diskriminatif, mencederai hak kekayaan intelektual, dan bahkan menimbulkan permasalahan baru yaitu peningkatan peredaran rokok ilegal," katanya.
Oleh karena itu, Budidoyo terus mendorong pemerintah Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba di kancah WTO untuk bersama-sama melindungi Industri Hasil Tembakau (IHT) IHT nasional, karena sekitar 6 juta orang menggantungkan kehidupannya dari tembakau.
"AMTI akan terus mendukung pemerintah Indonesia, untuk naik banding ke WTO, karena itu sangat penting mengingat keputusan WTO akan dijadikan pembenaran untuk memaksakan kebijakan serupa pada produk-produk lain yang memiliki dampak bagi kesehatan," katanya.
Sebelumnya, keputusan WTO ini dibuat karena didasarkan dari adanya dampak kesehatan dari IHT yang beredar di berbagai negara.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017