Malang, (Antara Jatim) - ProFauna Indonesia meminta pemerintah untuk melindungi burung Kakatua Putih dan Kasturi Ternate karena populasinya yang terus menurun, apalagi kedua jenis burung itu merupakan endemik Maluku Utara.

"Kami sudah lama mengusulkan agar Kakatua Putih dan Kasturi Ternate dimasukkan dalam jenis satwa dilindungi, sebab tingkap penangkapan secara ilegal kedua jenis burung itu sangat tinggi, bahkan populasinya semakin menurun. Harapan kami dalam revisi peraturan perundangan terkait satwa liar itu kedua satwa ini sudah dimasukkan dalam daftar satwa dilindungi," kata Direktur ProFauna Indonesia Rosek nursahid di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Ia mengaku pihaknya pernah terlibat dalam investigasi perdagangan Kakatua Putih dan Nuri pada tahun 2001, 2007 dan 2017. Namun, ia heran kenapa pemerintah sangat lamban dalam menangani dan melindungi kedua jenis burung tersebut, padahal kedua jenis burung itu sudah memenuhi syarat untuk dilindungi.

Lebih lanjut, Rosek mengatakan penangkapan secara ilegal burung Kakatua Putih (Cacatua Alba) dan Kasturi Ternate (Lorius Garrulus) di Maluku Utara, khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan itu diselundupkan ke Filipina, Sulawesi dan Jawa.

Tingginya penangkapan burung Kakatua Putih dan Kasturi Ternate itu terungkap ketika ProFauna Indonesia melakukan investigasi di lapangan. Selama dua bulan lebih (November 2016-Januari 2017), ProFauna mengunjungi sekitar 50 desa yang ada di Halmahera Selatan untuk mengumpulkan informasi terkait penangkapan burung Kakatua Putih dan Kasturi Ternate.

Dari 50 desa yang dikunjungi itu, 17 desa terdapat penangkap burung yang aktif melakukan kegiatan penangkapan burung. Penangkapan burung Kakatua Putih dan Kasturi Ternate itu kebanyakan terjadi di desa-desa yang ada di Pulau Bacan, Pulau Obi dan daerah Gane.

Rosek menerangkan warga desa yang melakukan penangkapan burung itu kebanyakan bekerja sebagai petani, sehingga menangkap burung bukan menjadi pekerjaan utama. "Warga desa itu menangkap burung karena ada permintaaan dari orang luar desa, seperti dari kota Ternate, Sulawesi Utara dan Filipina," terangnya.

Menurut Rosek, jumlah terbanyak penangkap burung di Halmahera Selatan adalah di daerah Gane. Ada sekitar 60 orang penangkap burung di Gane yang terdiri di enam kecamatan. Kebanyakan jenis burung yang ditangkap di Gane adalah Kakatua Putih dan Nuri Bayan (Eclectus Roratus), yang sudah dilindungi undang-undang.

Sedangkan jumlah penangkap burung di Obi dan sekitar 15 orang dan Bacan juga 15 orang. Untuk daerah Obi jenis burung yang ditangkap adalah Kasturi Ternate. Semenatra di Bacan jenis burung yang ditangkap meliputi Kakatua Putih, Kasturi Ternate dan Bayan.

Kebanyakan penangkap burung tersebut, katanya, akan menangkap jika ada pesanan. Paling aktif melakukan kegiatan penangkapan burung adalah daerah Gane karena ada pengepul dan pemodal dari Bitung, Sulawesi dan mempunyai jaringan hingga Filipina.

Jika ditotal jumlah burung yang ditangkap di Gane, Bacan dan Obi dalam satu bulan mencapai 3.225 ekor. Burung yang ditangkap itu bukan hanya Kakatua Putih dan Kasturi Ternate, namun juga Nuri Bayan yang sudah dilindungi UU.

Harga burung dari tangan penangkap nisbi murah. Seekor Kakatua Putih dihargai hanya Rp200.000 dan Kasturi Ternate Rp150.000 per ekor. Harga burung Kakatua Putih dan Kasturi Ternate akan melonjak tinggi ketika sudah sampai di Jawa. Harga seekor Kakatua Putih bisa mencapai Rp3,5 juta per ekor dan Kasturi Ternate seharga Rp2 juta  per ekor.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017