Tulungagung (Antara Jatim) - Siswa penyandang tuna rungu yang menempuh pendidikan khusus disabilitas
di SMPLB-B Tulungagung, Jawa Timur, mengikuti ujian nasional berbasis
kertas dan pensil (UNKP) sempat mengeluhkan materi soal ujian yang
terlalu sulit sehingga susah dipahami peserta.
"Memang sempat muncul keluhan, terutama saat mata ujian Bahasa Indonesia kemarin," kata Ketua pelaksana SLB B Negeri Tulungagung Sudarminto di Tulungagung, Rabu.
Keluhan itu tidak sekali disampaikan siswa SMPLB-B Tulungagung maupun peserta ujian kelompok disabilitas lain.
Saat pelaksanaan UNKP pada tahun lalu maupun dua tahun sebelumnya, menurut Sudarminto, juga mengeluhkan hal yang sama.
"Kami sudah berikan masukan ke atas untuk evaluasi," ujarnya.
Berdasarkan laporan dari pengawas, soal agak sedikit sulit dipahami. Hal itu melihat dari panjangnya soal yang melebihi tiga hingga empat baris.
"Kalau soal mapel Bahasa Indonesia kemarin terlalu panjang. Dipastikan siswa penyandang disabilitas tuna rungu akan lebih sulit untuk memahami," katanya.
Sudarminto menjelaskan, dari prediksi para guru pengajar untuk standar soal yang dikerjakan oleh penyandang tuna rungu maksimal hingga dua baris agar lebih dipahami.
Sedangkan untuk mata pelajaran matematika, kendala biasanya terjadi pada soal cerita, namun untuk soal penghitungan biasanya lebih mudah.
"Standarnya untuk soal tidak melebihi dua baris, singkat padat jelas agar anak bisa lebih mengerti," katanya.
Di Tulungagung tercatat ada sembilan peserta, namun dalam pelaksanaan dilaksanakan di tiga lembaga.
Untuk SMPLB-B Campurdarat ada dua siswa yang mengikuti ujian, satu siswa di SMPLB-B Bandung dan untuk SMPLB-B Negeri Tulungagung sendiri ada enam siswa.
"Di sini ada enam siswa, namun satu siswa merupakan gabungan dari SLB PGRI Kedungwaru," tuturnya.
Sudarminto menuturkan, pelaksanaan ujian di tingkat SMPLB ini pihaknya sangat menyayangkan waktu pelaksanaan ujian yang digelar mulai siang, sekitar pukul 10.30 WIB hingga 12.30 WIB.
Untuk anak penyandang disabilitas dipastikan kondisinya tidak sama dengan anak normal, namun demikian apabila ujian dilaksanakan pada siang hari dapat berdampak pada kondisi anak sehingga anak menjadi tidak begitu semangat dalam mengerjakan soal.
"Secara tidak langsung waktu siang hari dapat mengganggu kondisi anak, ya kami mohon untuk tahun depan dapat dilaksanakan pagi seperti tahun lalu," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Memang sempat muncul keluhan, terutama saat mata ujian Bahasa Indonesia kemarin," kata Ketua pelaksana SLB B Negeri Tulungagung Sudarminto di Tulungagung, Rabu.
Keluhan itu tidak sekali disampaikan siswa SMPLB-B Tulungagung maupun peserta ujian kelompok disabilitas lain.
Saat pelaksanaan UNKP pada tahun lalu maupun dua tahun sebelumnya, menurut Sudarminto, juga mengeluhkan hal yang sama.
"Kami sudah berikan masukan ke atas untuk evaluasi," ujarnya.
Berdasarkan laporan dari pengawas, soal agak sedikit sulit dipahami. Hal itu melihat dari panjangnya soal yang melebihi tiga hingga empat baris.
"Kalau soal mapel Bahasa Indonesia kemarin terlalu panjang. Dipastikan siswa penyandang disabilitas tuna rungu akan lebih sulit untuk memahami," katanya.
Sudarminto menjelaskan, dari prediksi para guru pengajar untuk standar soal yang dikerjakan oleh penyandang tuna rungu maksimal hingga dua baris agar lebih dipahami.
Sedangkan untuk mata pelajaran matematika, kendala biasanya terjadi pada soal cerita, namun untuk soal penghitungan biasanya lebih mudah.
"Standarnya untuk soal tidak melebihi dua baris, singkat padat jelas agar anak bisa lebih mengerti," katanya.
Di Tulungagung tercatat ada sembilan peserta, namun dalam pelaksanaan dilaksanakan di tiga lembaga.
Untuk SMPLB-B Campurdarat ada dua siswa yang mengikuti ujian, satu siswa di SMPLB-B Bandung dan untuk SMPLB-B Negeri Tulungagung sendiri ada enam siswa.
"Di sini ada enam siswa, namun satu siswa merupakan gabungan dari SLB PGRI Kedungwaru," tuturnya.
Sudarminto menuturkan, pelaksanaan ujian di tingkat SMPLB ini pihaknya sangat menyayangkan waktu pelaksanaan ujian yang digelar mulai siang, sekitar pukul 10.30 WIB hingga 12.30 WIB.
Untuk anak penyandang disabilitas dipastikan kondisinya tidak sama dengan anak normal, namun demikian apabila ujian dilaksanakan pada siang hari dapat berdampak pada kondisi anak sehingga anak menjadi tidak begitu semangat dalam mengerjakan soal.
"Secara tidak langsung waktu siang hari dapat mengganggu kondisi anak, ya kami mohon untuk tahun depan dapat dilaksanakan pagi seperti tahun lalu," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017