Tulungagung (Antara Jatim) - Tim pengawasan orang asing Kantor Imigrasi Kelas II Blitar memeriksa kelengkapan administrasi berupa paspor dan visa dari 68 peserta "eco-gathering" yang berasal dari berbagai negara di kawasan pedalaman pesisir Pantai Ngalur, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Kamis.
    
Inspeksi yang melibatkan aparat keamanan, satpol PP, kesbangpol linmas serta sejumlah jajaran itu dilakukan berkaitan dengan diselenggarakannya "world rainbow gathering" selama beberapa pekan oleh komunitas "backpacker" internasional dengan hidup di belantara kawasan lindung daerah itu.
    
Kendati mayoritas peserta kemah komunitas pelancong dari puluhan negara daratan Eropa, Asia, Amerika hingga Australia itu telah melengkapi diri paspor dan visa, sedikitnya tujuh wisatawan diminta mengurus perpanjangan visa karena masa tinggal/kunjungan hampir habis.
    
"Kami hanya ingin memastikan bahwa para wisatawan yang berkunjung sudah memenuhi administrasi keimigrasian yang benar. Apalagi mereka sudah datang ke Tulungagung ini sejak sejak beberapa hari lalu," kata Sekretaris Tim Pengawasan Orang Asing di Tulungagung Hendra Setiawan.
    
Awalnya, beberapa perwakilan peserta "eco-gathering" serta sponsor lokal yang dipanggil untuk dimintai keterangan di kantor Kecamatan Tanggunggunung, otoritas administratif tempat diselenggarakannya kegiatan "fieldtrip" komunitas backpacker internasional tersebut.
    
Setelah mendapat penjelasan dan kepastian kesediaan seluruh peserta kemah terbuka mengumpulkan kelengkapan administratif paspor dan visa untuk diperiksa petugas Imigrasi Klas II Blitar, tim PORA melanjutkan inspeksi ke lokasi kemah alam yang ada di pedalaman kawasan lindung Pantai Ngalur, Desa Jengglungharjo.
    
Lokasi kegiatan jauh terpencil dan sulit diakses dengan kendaraan biasa, kecuali sepeda motor modifikasi milik warga setempat.
    
Sesampainya di lokasi, tim PORA langsung melakukan audiensi bersama seluruh peserta dan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kelengkapan keimigrasian berdasar aturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
    
"Kami memberikan kelonggaran pada anda semua agar bisa tetap nyaman melakukan aktivitas wisata di sini tapi tolong administrasi keimigrasian harus dipastikan lengkap dan jangan ada yang sampai "overstay" (melebihi izin masa tinggal). Supaya kami juga tidak perlu melakukan tindakan sesuai prosedur keimigrasian," imbau Hendra.
    
Menurut salah satu peserta wisata "fieldtrip" atau "eco-gathering" asal Perancis, Jean Cloude (66), kegiatan tersebut digelar oleh komunitas backpacker "rainbow" yang datang dari seluruh dunia.
    
Selain 68 orang wisatawan, termasuk beberapa di antaranya wisatawan bacpacker domestik asal Indonesia, diperkirakan peserta masih akan terus bertambah hingga 100 orang lebih.
    
Mereka dijadwalkan mengikuti kegiatan "eco-gathering" selama sebulan dengan bertahan hidup bersama di alam liar dengan perangkat dan peralatan seadanya.
    
"Inspirasi kegiatan ini adalah 'go green', kembali ke alam dan menjauhi kebisingan serta hiruk-pikuk perkotaan. Di sini tidak ada yang makan daging, minum alkohol, narkoba, minuman keras atau semacamnya," ujar Yana, wisatawan asal Rusia yang datang bersama suaminya sesama backpacker dan anak ssemata wayangnya, Issabela yang masih berusia 10 bulan.
    
Dalam sekilas deskripsi kegiatan yang diterima petugas imigrasi dan tim PORA, kegiatan "world rainbow gathering" digelar oleh anggota pecinta alam liar yang memberi nama komunitasnya dengan istilah "rainbow".
    
Komunitasa pelancong backpacker alam liar "rainbow" ini disebut-sebut telah berusia 50 tahun lebih dan lahir di Amerika Serikat yang kemudian berkembang luas ke banyak negara di dunia, sehingga digelarlah pertemuan rutin tahunan atau sesuai kesepakatan bersama untuk menggelar "fieldtrip" di satu tempat, dan kini di belantara Pantai Ngalur, Tulungagung.
    
Menurut Andy, wisatwan asal Muenchen, Jerman, kegiatan "rainbow gathering" atau "eco-gathering" selalu dipilih lokasi yang terpencil, tidak mudah diakses yang jauh dari segala kebisingan modernisasi termasuk jaringan seluler demi hidup dan bertahan di alam liar secara bersama.(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017