Surabaya (Antara Jatim) - Warga Jalan Bulaksari Gang 7, di lingkungan RT 7/ RW 16,  Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Surabaya, berkomitmen menjadikan kampungnya sehat tanpa asap rokok.
     
Maka imbauan untuk mematikan rokok terpampang di gapura pintu masuk kampung. Tersedia asbak besar di depan pintu masuk kampung itu agar perokok mematikan rokoknya terlebih dahulu. Kalau tidak, warga tak segan akan menegurnya.     
      
"Kita deklarasikan kampung ini bebas asap rokok sejak tahun 2010," ujar Ketua RT 7/ RW 16 Kelurahan Wonokusumo, Surabaya, Heru Sugijanto, ditemui di kampungnya, Rabu.
     
Dia mengatakan, deklarasi Kampung Bulaksari bebas asap rokok sebelumnya telah melalui sosialisasi kepada segenap warganya yang berlangsung selama hampir dua tahun.   
     
"Idenya dari warga sendiri. Waktu itu setelah ikut lomba lingkungan tingkat kota, kita pengurus kampung bergerak ingin menciptakan kampung yang sehat. Saat itu kita sudah punya tanaman yang banyak di kampung ini. Selanjutnya kita ingin menciptakan kampung sehat," jelasnya.
     
Saat itulah warga  melontarkan keinginannya untuk menjadi kampungnya yang bebas asap rokok. Sebelum mewujudkannya, pengurus kampung gencar melakukan sosialisasi. 
     
"Kita beruntung bahwa organisasi di kampung ini berjalan. Mulai dari para pemuda lewat karang taruna, hingga ibu-ibu PKK dan perkumpulan bapak-bapak, semuanya berperan dalam menyosialisasikan tekad untuk menjadikan kampung bebas asap rokok," katanya. 
     
Enaknya dengan keberadaan organisasi di kampung tersebut, lanjut Heru, sosialisasi berjalan lancar tanpa harus memaksa kaum perokok di kampung itu untuk berhenti merokok.  
     
"Tentu kita tidak bisa langsung meminta agar mereka tidak merokok. Itu kan namanya memaksa. Kita hanya menyarankan kurangi merokok," tuturnya.
     
Sosialisasi gencar dilakukan oleh setiap pengurus organisasi kampung tersebut di setiap pertemuan warga, di setiap jadwa penimbangan balita, ataupun ngurusi tanaman.
     
Bagi dia, yang terpenting adalah para warga punya kesadaran sendiri untuk menjalankan komitmen menjadikan kampungnya yang bebas asap rokok.   
     
"Setidaknya warga punya kesadaran dan tahu cara penempatan merokok, tidak sembarangan merokok di lingkungan kita," ujarnya.  

Buku Teguran
     
Menurut Heru, ibu-ibu kampung setempat berperan penting setelah deklarasi sebagai kampung bebas asap rokok dilakukan pada Desember 2010.
     
"Ibu-ibu inilah yang menegakkan penertiban hingga komitmen sebagai kampung bebas asap rokok terus berjalan hingga sekarang," ujarnya. 
     
Karena kaum ibu-ibu yang lebih banyak di rumah. Sembari mengurusi rumah ataupun tanaman, ibu-ibu ini kerap melihat orang-orang, entah itu warga kampung atau tamu yang melintas di kampungnya sambil merokok, dan mereka tidak segan untuk menegurnya.  
     
Setiap teguran yang dilayangkan oleh ibu-ibu itu tercatat di sebuah buku. Menurut Heru, buku teguran itu adalah catatan untuk menjadi bahan evaluasi tentang kelanjutan komitmen bagi warga setempat yang telah mendeklarasikan lingkungannya sebagai kampung bebas asap rokok.
     
Siapa yang menegur, siapa yang ditegur dan waktu kapan ditegur, semuanya tercatat di buku ini. Teguran terbanyak yang tercatat di buku ini terjadi pada bulan-bulan awal ketika warga baru mendeklarasikan sebagai kampung bebas asap rokok.  
     
"Sebenarnya catatan bagi yang ditegur tidak terlalu banyak juga. Karena terbanyak setiap bulannya hanya 13 orang yang ditegur, dan selanjutnya pada bulan-bulan berikutnya lebih sedikit lagi, dan tergadang tidak ada teguran sama sekali dalam sebulan," terang Heru. 
     
Hal itu, kata Heru, karena orang-orang yang melintas di kampung ini memang tidak banyak. Selain warga sendiri, orang yang lewat kampung Bulaksari adalah beberapa penjual asongan.   
     
"Jadi sekali ditegur, ya selanjutnya mereka paham kalau di kampung ini bebas asap rokok," jelasnya.  
     
Dari buku teguran itu pula diketahaui, bahwa nama-nama yang ditegur selalu orang baru. “Ya, biasanya adalah tamu bagi warga di sini dan sebelumnya memang tidak pernah ke sini. Tapi kalau tamu ini datang ke sini lagi dia sudah memahami kalau di kampung ini tidak boleh merokok," ujarnya.
     
Selain buku teguran yang mencatat setiap orang yang melanggar komitmen di kampung bebas asap rokok Bulaksari, menurut Heru, sebenarnya tidak ada sanksi bagi yang melanggar. 
     
"Sanksinya ya hanya teguran saja. Cara kita menegur pun ya diusahakan enak, biar orang yang ditegur menerimanya juga enak. Supaya kita luwes, gak sampai kaku di antara kedua belah pihak antara penegur dan yang ditegur," katanya.    

Penghargaan Lingkungan 
     
Sejak itu, kampung bebas asap rokok Bulaksari, Surabaya, kerap mendapat penghargaan lingkungan, baik tingkat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maupun tingkat nasional. 
     
Menurut Heru, berbagai penghargaan lingkungan bagi kampungnya itu sebenarnya diperoleh sambil jalan. 
     
"Kita ikuti program Pemkot Surabaya dan warga di kampung ini juga antusias dengan program-program pemerintah yang peduli lingkungan," ujarnya.
     
Heru mengatakan, berbagai program tentang lingkungan yang digelar pemerintah, mulai dari "Green and Clean", Kampung Bersih Narkoba, Inisiasi Kampung Arek Suroboyo, Kampung Sejahtera, serta Merdeka dari Sampah, manfaatnya benar-benar dapat dirasakan langsung oleh warganya. 
     
"Semua program tersebut kembali ke lingkungan kita, dengan adanya itu kita cinta lingkungan, peduli kebersihan dan penghijauan," katanya. 
     
Hingga kini sudah berjalan tujuh tahun Kampung Bulaksari, Surabaya, mempertahankan lingkungannya sebagai kampung yang bebas asap rokok. Heru dan juga segenap warganya meyakini, dengan bebas asap rokok, akan menciptakan alam yang bersih di lingkungan tempat tinggalnya, dan anak-anak di kampung tersebut akan tumbuh dengan sehat. (*)
Video oleh: Hanif N

Pewarta: Hanif N

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017