Surabaya (Antara Jatim) - Sudiman Sidabuke selaku penasehat hukum terdakwa Mantan Dirut PT Pelindo III Djarwo Surjanto mengatakan, saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) adalah saksi penangkap, bukan saksi fakta.  

"Padahal yang dibutuhkan di pengadilan adalah fakta untuk pembuktikan," katanya usai persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu.

Ia mengemukakan, bahwa semua keterangan yang disampaikan saksi belum membuktikan adanya pemerasan. 

"Artinya, dakwaan pertama mengenai pemerasan belum terbukti. Klien kami sejak awal menyatakan itu tidak pernah terjadi. Kami juga akan menunggu kesaksian dari saksi fakta yang akan dihadirkan di persidangan untuk membuktikan adanya pemerasan sebagaimana dakwaan JPU," katanya.

Persidangan kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Djarwo Surjanto dan istrinya Mieke Yolanda digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.

Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Maxi Sigerlaki ini beragendakan pemeriksaan enam orang saksi.

JPU menghadirkan enam saksi masing-masing dua anggota Polri yaitu Farouk Haiti dan Marudut Hutadaeng, Edi Waluyo pengguna jasa EMKL, pengusaha importir Shidqi Taufik Abdullah dan Faisal Yanuar Efendi  dua pengusaha importir, dan Elisa Purnawati petugas Balai Karantina Surabaya. 

Saksi Marudut Hutadaeng yang pertama dimintai kesaksiannya mengatakan bahwa PT Akara Multi Kreasi (AMK) tidak berhak melakukan kegiatan di Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS). Sehingga transaksi yang dilakukan dikategorikan sebagai pungli atau pemerasan. 

"PT Akara hanya penyewa lahan dari Pelindo III . Karena itu biaya penarikan yang dilakukan PT Akara untuk bongkar muat, membuka pintu peti kemas dan jasa layanan pendukung lainnya adalah pungli," katanya.

Terkait dakwaan aliran uang, saksi mengaku mendapatkan informasi berdasarkan pengakuan tersangka Agusto bahwa terdakwa Mieke Yolanda membawa ATM atas nama Agusto. 

"ATM Mandiri atas nama Agusto disimpan dan dipakai oleh Mieke Yolanda," katanya. Namun JPU menunjukkan buku rekening dan ATM BCA bukan Mandiri. 

Saat majelis bertanya apakah saksi mengetahui uang yang ada di dalam rekening tersebut dibelanjakan di mana dan berapa kali, saksi menjawab tidak tahu. 

"Saya tidak tahu pasti berapa kali dipakai belanja, saya hanya ingat dua kali," urainya.

Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Mabes Polri terhadap Direktur PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, awal November 2016. Augusto adalah rekanan PT Pelindo III itu ditangkap saat diduga mengambil uang pungli dari importir.

Uang pungli juga dirasakan  pejabat Pelindo III Surabaya. Atas pengakuan itu, penyidik akhirnya bergerak dan menggeledah ruang kerja Direktur Operasional Pelindo III, Rahmat Satria. 

Kasus ini akhirnya melebar ke mantan Direktur Utama PT Pelindo III, Djarwo Surjanto, dan istrinya, Mieke Yolanda. Pungli ini diduga berjalan sejak 2014 hingga 2016 dan memperkaya para terdakwa hingga miliaran rupiah.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017