Ujian Nasional kali ini suasananya berbeda dengan  tahun-tahun sebelumnya. Jika beberapa tahun sebelumnya ujian ini menjadi momok dan diwarnai kecurangan, tapi tahun ini tampak landai-landai. Tidak menegangkan...

Tahun-tahun sebelumnya, sebelum hari pelaksanaan, bahkan sudah ada kecurangan sehingga distribusi soal harus dijaga oleh polisi dengan penjagaan ketat. Untuk siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) ujian dilaksanakan 3 hingga 6 April, sedangkan sekolah menengah atas (SMA) dilaksanakan 10 hingga 13 April 2017. Untuk UN SMP dilaksanakan pada 17-20 April 2017.

Kali ini yang menjadi sorotan hanya apakah sekolah melaksanakan UN berbasis komputer atau kertas. Keduanya menunjukkan seberapa mampu dan tidak sekolah itu. Sekolah yang maju biasanya melaksanakan ujian dengan komputer yang memiliki koneksi internet. Sementara sekolah pinggiran cukup mengerjakan dengan cara konvensional.  Alasanya,  karena keterbatasan perangkat komputer dan jaringan internet. 

Namun, hasil UN yang tidak memengaruhi kelulusan kini akan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, meskipun gagasannya sebetulnya sudah lama. Tahun ini, kelulusan siswa mutlak ditentukan oleh sekolah berdasarkan sejumlah kriteria, termasuk perilaku siswa. Sementara hasil UN hanya dijadikan pemetaan kualitas pendidikan sekolah di setiap provinsi. 

Pemikiran agar UN tidak dijadikan penentuan kelulusan sudah disuarakan banyak pihak, Karena dinilai jauh dari keadilan. Bagaimana bisa kriteria kelulusan anak di Jakarta yang bergelimang fasilitas disamakan dengan anak -anak pelosok di Papua yang bergelimang keterbatasan. 

Kini, semua pemangku kepentingan pendidikan menghadapi UN dengan "enjoy". Selamat datang era baru. Selamat tinggal ujian yang suasananya menggiring pikiran banyak pihak untuk curang dan mengakali keadaan. Semoga, pendidikan kita melahirkan generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga benar. Aamiin... (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017