Sidoarjo, (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berharap ada kerja sama yang
baik dengan pengganti Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk
membangun kawasan Porong yang terendam luapan lumpur supaya lebih baik
lagi.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Kamis, mengatakan saat ini masih belum jelas siapa yang akan menggantikan BPLS dalam rangka penanganan semburan lumpur yang ada di Porong, Sidoarjo ini.
"Jadi untuk sementara kami masih tetap berkoordinasi dengan pihak BPLS sampai benar-benar ada yang menggantikan, entah itu dari Kementerian Pekerjaan Umum bidang apa saja," katanya.
Ia juga memprediksi akan banyak korban lumpur yang bertanya kepada pemerintah daerah setempat perihal sisa pembayaran yang sampai dengan saat ini masih belum terselesaikan.
"Seperti perusahaan-perusahaan yang sampai dengan saat ini proses pembayarannya masih belum terselesaikan. Itu nanti nasibnya seperti apa. Yang jelas kami akan terus berkoordinasi terkait dengan kondisi ini," katanya.
Ia menjelaskan, tanah korban lumpur yang dibeli Lapindo seluas 670 hektare maupun tanah di luar peta terdampak yang sudah dibayar ganti rugi dengan APBN tersebut selama ini diawasi dan dijaga BPLS.
"Kan bisa saja kalau tanah tersebut tidak dijaga, nanti akan muncul penghuni liar yang bisa menimbulkan masalah," katanya.
Pria yang akrab dipanggil Abah Ipul ini mengatakan tanah yang dibeli Lapindo di dalamnya ada bekas lahan dan bangunan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) milik Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan luas antara 30 persen sampai dengan 40 persen.
"Hingga pemerintah membubarkan BPLS, nasib pembayaran ganti rugi fasum, fasos dan serta tanah wakaf yang terdampak luapan lumpur Lapindo memang masih belum jelas. Sebab pembayaran fasum, fasos dan tanah wakaf masih harus menunggu petunjuk Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Agama," katanya.
Selain permukiman warga, luapan lumpur Lapindo juga berdampak pada sejumlah fasum dan fasos seperti bangunan kantor desa, puskesmas, tempat ibadah, jalan desa dan juga ada tanah wakaf untuk bangunan masjid dan mushala.
Jumlah fasum dan fasos yang terkena dampak luapan lumpur Lapindo mencapai 270 berkas dengan nilai lebih dari Rp478 miliar dan untuk tanah dan bangunan wakaf ada 59 berkas dengan nilai sekitar Rp74,6 miliar.
"Ini hanya fasum dan fasos serta wakaf yang menjadi tanggung jawab pemerintah lewat uang ganti rugi dari APBN. Kalau fasum dan fasos yang masuk Perpres nomor 14 tahun 2007 yang seharusnya dibayar oleh PT Minarak Lapindo Jaya, kami tidak tahu," kata mantan Kepala Pokja Kehumasan dan Pengamanan BPLS Hengki Listria Adi.
Sebelumnya, pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2017 tentang Pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).(*)
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Kamis, mengatakan saat ini masih belum jelas siapa yang akan menggantikan BPLS dalam rangka penanganan semburan lumpur yang ada di Porong, Sidoarjo ini.
"Jadi untuk sementara kami masih tetap berkoordinasi dengan pihak BPLS sampai benar-benar ada yang menggantikan, entah itu dari Kementerian Pekerjaan Umum bidang apa saja," katanya.
Ia juga memprediksi akan banyak korban lumpur yang bertanya kepada pemerintah daerah setempat perihal sisa pembayaran yang sampai dengan saat ini masih belum terselesaikan.
"Seperti perusahaan-perusahaan yang sampai dengan saat ini proses pembayarannya masih belum terselesaikan. Itu nanti nasibnya seperti apa. Yang jelas kami akan terus berkoordinasi terkait dengan kondisi ini," katanya.
Ia menjelaskan, tanah korban lumpur yang dibeli Lapindo seluas 670 hektare maupun tanah di luar peta terdampak yang sudah dibayar ganti rugi dengan APBN tersebut selama ini diawasi dan dijaga BPLS.
"Kan bisa saja kalau tanah tersebut tidak dijaga, nanti akan muncul penghuni liar yang bisa menimbulkan masalah," katanya.
Pria yang akrab dipanggil Abah Ipul ini mengatakan tanah yang dibeli Lapindo di dalamnya ada bekas lahan dan bangunan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) milik Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan luas antara 30 persen sampai dengan 40 persen.
"Hingga pemerintah membubarkan BPLS, nasib pembayaran ganti rugi fasum, fasos dan serta tanah wakaf yang terdampak luapan lumpur Lapindo memang masih belum jelas. Sebab pembayaran fasum, fasos dan tanah wakaf masih harus menunggu petunjuk Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Agama," katanya.
Selain permukiman warga, luapan lumpur Lapindo juga berdampak pada sejumlah fasum dan fasos seperti bangunan kantor desa, puskesmas, tempat ibadah, jalan desa dan juga ada tanah wakaf untuk bangunan masjid dan mushala.
Jumlah fasum dan fasos yang terkena dampak luapan lumpur Lapindo mencapai 270 berkas dengan nilai lebih dari Rp478 miliar dan untuk tanah dan bangunan wakaf ada 59 berkas dengan nilai sekitar Rp74,6 miliar.
"Ini hanya fasum dan fasos serta wakaf yang menjadi tanggung jawab pemerintah lewat uang ganti rugi dari APBN. Kalau fasum dan fasos yang masuk Perpres nomor 14 tahun 2007 yang seharusnya dibayar oleh PT Minarak Lapindo Jaya, kami tidak tahu," kata mantan Kepala Pokja Kehumasan dan Pengamanan BPLS Hengki Listria Adi.
Sebelumnya, pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2017 tentang Pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017